Anang (30) adalah seorang mantan karyawan toko permata di Martapura sekarang malah berjualan permata keliling di kawasan Taman CBS (Cahaya Bumi Selamat), Sabtu (18/12/21) dini hari.
MARTAPURA, Retno
Di tengah teriknya matahari siang, saat semua orang hanya duduk di toko menunggu pelanggan, Anang salah satu dari sekian banyak penjual pertama keliling. Pria yang mengenakan kaos abu-abu, celana jeans dan peci itu, terpaksa berpanas-panasan menawarkan permata kepada setiap pengunjung datang.
Ia berlomba-lomba dengan penjual yang lain agar bisa pulang dengan cepat. Agendanya seperti biasa, berjualan permata dari pukul 7 pagi hingga 5 sore, kemudian pulang dan mengajak dua anaknya bermain.
“Beli tasbihnya kak, dua puluh lima ribu aja. Ada gelang juga harganya sama dua puluh ribu juga. Cincinnya juga kak, kalau beli cincin sama tasbih cuma lima puluh ribu aja,” ucapnya pada setiap pelanggan yang mendekat.
Langkahnya tak lebih cepat dari penjual yang lain, sebab kaki kirinya tak bisa berjalan normal lagi. Suaranya pun kecil dan cara ia menawarkan dagangannya pun tak berkesan memaksa seperti penjual lain.
Pernah Menjadi Karyawan Toko Selama 10 Tahun
Ketika ditanya mengapa memilih berjualan permata, ia menjawab bahwa ia pernah menjadi karyawan di toko permata selama sepuluh tahun. Ia berjualan sejak lulus dari pesantren. Tak ayal mengapa sekarang ia berpengalaman dan mengerti perihal permata dan batu-batuan.
Ia juga mengerti bagaimana menawarkan dagangannya pada pelanggan yang tak hanya warga lokal tapi juga dari luar. Nada bicaranya pun sopan dan tak terkesan memaksa pelanggan untuk membeli dagangannya.
“Ini (berjualan permata) satu-satunya harapan. Ulun kada punya kerjaan sampingan lagi,” ungkapnya.
“Orang-orang di sini juga kenal sama Ulun,” lanjutnya.
Diistirahatkan Bos karena Covid
Permata adalah ikon dari Martapura selain disebut sebagai Kota Intan. Sebelum Covid menyerang, tepatnya dua tahun lalu (2019), Martapura masih ramai dikunjungi pelanggan dari luar kota hingga mancanegara. Hal itu tentu saja sangat berpengaruh bagi kesejahteraan dan ekonomi para penjual permata di Martapura.
Sahbirin Noor selaku Gubernur Kalimantan Selatan juga sering mengadakan acara nasional sekalian untuk memancing orang-orang untuk datang ke Martapura. Namun semenjak Covid datang, sudah dua tahun ini penjual permata merasa sepi, pendapatan menurun, bahkan ada yang memilih untuk gulung tikar.
Harga sewa toko juga lumayan mahal. Untuk harga sewa toko bagian dalam bisa ditaksir hingga Rp40 juta per tahun. Kemudian untuk bagian luar Rp25 juta per tahun. Sementara pendapatan mereka tergantung dari banyaknya pelanggan yang datang.
“Pendapatan berjualan pertama ini gak nentu. Dulu pas masih jaga toko, kalau sepi bisa dapat seratus ribu kalau lagi rame bisa dapat satu juta perhari,” ucapnya mengingat kembali saat-saat ia masih menjaga toko.
“Bos udah gak sanggup bayar karyawan. Sewa toko kan mahal, belum lagi pajaknya,” tambahnya.
Tak hanya ia, ternyata banyak penjual permata keliling juga bernasib sama dengannya.
Berawal dari Modal yang Kecil
Harga batu permata bermacam-macam, ada yang ditaksir dari harga dua puluh lima ribu hingga jutaan. Anang memulai berjualan dengan cara membeli beberapa cincin dengan harga yang murah di sebuah toko, kemudian ia jual kembali, begitu terus hingga akhirnya ia berhasil membeli banyak cincin untuk dijual kembali.
Selain itu ia juga menjualkan beberapa cincin dari sebuah toko dengan harga yang mahal, lalu kemudian hasilnya dibagi dua.
“Ulun beli di toko partai, semisal ulun beli cincin lima belas ribu, ulun jual lagi dua puluh ribu,” ucapnya sambil memperlihatkan cincin dengan batu berwarna hijau.
Hasil jualan ia sisihkan sedikit untuk ditabung dan modal pun akhirnya terkumpul. Ia berkata kira-kira modal yang sekarang ditaksir hampir Rp2 juta. Tak seperti penjual yang memiliki toko, mereka tentu saja lebih berani mengeluarkan modal yang banyak daripada Anang.
Tidak Bisa Berjalan Normal Lagi
Meski kakinya tak bisa berjalan normal lagi, Anang tetap berusaha berkeliling di sekitar Taman CBS, menawarkan dagangannya dari pelanggan ke pelanggan demi memberi makan istri dan dua anaknya yang masih kecil.
Mirisnya pelanggan justru lebih tertarik mengunjungi toko ketimbang penjual keliling. Sebab di toko terdapat banyak pilihan dan jenisnya. Pelanggan juga merasa lebih nyaman bertransaksi.
“Kadapapa, kita di sini sama-sama mencari nafkah. Soal rezeki tuh masing-masing,” lirihnya.
Ketika ditanya soal kegiatannya sehabis pulang berjualan ia mengatakan bahwa ia akan pulang jam 5 sore kemudian bermain bersama dua anaknya. Sementara istrinya hanyalah seorang ibu rumah tangga. Ia berjualan dari jam 10 pagi hingga 5 sore.
Di usianya yang masih terbilang muda ia mengaku belum kepikiran untuk memiliki usaha sampingan, ia tidak memiliki modal yang cukup dan alasan lainnya karena kondisi kakinya yang tak lagi seperti dulu.
“Disyukuri aja, kalau sehari kadang bisa dapat lima puluh ribu. Yah… pokoknya disyukuri aja lah,” ucapnya seraya tersenyum.
Harapan Anang untuk Penjual Permata
Kunci kesuksesan bagi semua pembisnis, mulai dari pembisnis kecil hingga besar tentunya adalah ramainya pelanggan.
“Pengen rame kaya dulu lagi. Pengennya dikembangkan lagi. Pengen ada acara nasional kaya dulu lagi biar pelanggan datang,” ucapnya.
Martapura tidak boleh kehilangan citranya sebagai kota intan. Anang dan penjual permata keliling lainnya adalah bukti bahwa ekonomi penjual permata sudah berada di titik rendah.
Mungkin beberapa tahun yang akan datang, tak ada lagi penjual permata atau mungkin para penjual permata yang memiliki toko memilih untuk gulung tikar. Jika pemerintah terus mengabaikan persoalan ini maka Martapura tak lagi dikenal sebagai Kota Intan.
Pembatasan turis mancanegara atau warga dari pulau lain untuk datang juga mengancam punahnya para penjual permata. Sebab harapan mereka adalah datangnya pelanggan. Padahal penjual permata adalah adalah orang-orang yang sedang mempertahankan kebudayaan dan ciri khas dari Kota Martapura.
Pemerintah mungkin bisa membuat organisasi atau platform untuk para penjual permata agar mereka bisa terus melestarikan, mengembangkan dan mengenalkan permata hingga seluruh dunia. Memberikan pelatihan cara berjualan secara digital juga perlu.(*)