Dua setengah tahun terakhir adalah perjalanan panjang penuh makna bagi Yasir, seorang pria 48 tahun asal Banda Aceh berkeliling Indonesia hingga tiba melangkahkan kaki ke banua Kalimantan Selatan menuju bumi Serambi Mekkah, Kota Martapura.
Oleh: Muhammad Ari Fitrianoor
DIA meninggalkan kenyamanan rumah demi sebuah misi, menjelajahi Indonesia sambil menziarahi masjid-masjid bersejarah. Lebih dari 400 masjid telah ia singgahi.
Namun, perjalanan yang penuh kerinduan akan makna spiritual ini berubah menjadi sesuatu yang jauh lebih besar ketika membawanya ke Martapura, Kalimantan Selatan, untuk menghadiri Haul Abah Guru Sekumpul ke-20.
Yasir mengatakan kepada penulis tak pernah bermimpi akan menginjakkan kaki di Martapura. Bahkan, nama Haul Guru Sekumpul pun baru ia dengar di tengah perjalanan.
Saat ia hendak menyeberang ke Sumatera dari Merak, sebuah selebaran di media sosial menarik perhatiannya.
“Tiga juta jamaah hadir di satu tempat,” pikir Yasir dengan takjub. Rasa penasaran yang menggelora membelokkan arah langkahnya.
“Awalnya hanya rasa penasaran. Tapi entah kenapa, semakin besar niat saya untuk ke sana,” ujar Yasir. Ia pun melanjutkan perjalanan panjang itu, menempuh ribuan kilometer, hingga tiba di Pelabuhan Trisakti, Banjarmasin, pada 20 Desember.
Langkah pertama Yasir di tanah Kalimantan diiringi dengan kehangatan yang tak pernah ia rasakan sebelumnya.
Di sana, uang yang ia bawa seperti kehilangan arti. Segala kebutuhan makanan, tempat tinggal, bahkan transportasi tersedia begitu saja, tanpa perlu ia minta.
“Di 25 provinsi yang sudah saya datangi, Martapura adalah tempat yang paling memuliakan tamu. Saya tidak pernah mengalami ini sebelumnya,” kata Yasir, matanya berkaca-kaca.
Namun, Yasir tak ingin sekadar menjadi penonton di lautan manusia itu. Ia ingin lebih dari sekadar hadir.
Maka, ia mendaftar sebagai bagian dari tim kebersihan haul. “Ini yang bisa saya berikan. Tenaga saya untuk Sekumpul dan para jamaah,” ujarnya.
Bagi Yasir, setiap langkah perjalanan ini adalah doa. Dalam hati, ia menyimpan satu harapan besar, menginjakkan kaki di Masjidil Haram di usia 50 tahun, pada ulang tahun emasnya.
“Jika Allah mengizinkan, saya ingin ulang tahun itu dirayakan di tempat paling suci. Di sana, di hadapan Ka’bah,” katanya penuh harap.
Selama di Kalimantan Selatan, Yasir juga tak melewatkan kesempatan untuk menziarahi Masjid Sultan Suriansyah di Kuin, masjid tertua di Kalimantan.
Dari sana, ia melanjutkan perjalanan menuju Sekumpul dengan cara yang sederhana: menumpang kendaraan pribadi atau truk yang lewat.
“Setiap kendaraan yang membawa saya adalah anugerah. Perjalanan ini membuat saya sadar bahwa Tuhan selalu menyediakan jalan bagi hamba-Nya yang ikhlas.” (*)