Religi  

Melihat Kembali 5 Peristiwa Penting Sepanjang Tahun 2018

KORANBANJAR.NET – Rentang 12 bulan di tahun 2018 menghadirkan banyak rentetan cerita panjang dan sejumlah perisitiwa penting lainnya di negeri ini, mulai dari bencana alam, kecelakaan transportasi, hingga serangan bom bunuh diri. Hal ini tentu menarik untuk diulas dan dilihat kembali di penghujung tahun ini.

Untuk itu, kali ini kami merangkum secara ringkas lima peristiwa yang paling banyak ditelusuri dan dibicarakan di negeri ini sepanjang 2018 (baca juga: Kilas Balik Berita Viral Daerah Sepanjang Tahun 2018).

Senin, 15 Januari 2018: Robohnya Selasar BEI

Reruntuhan – Kondisi reruntuhan di dalam Kantor BEI. (Foto: Reuters/VOA)

Ratusan orang dievakuasi dari Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Senin (15/1/2018), ketika salah satu balkon atau selasar di lantai 1 Gedung II BEI, ambruk.

Dalam peristiwa ini, setidaknya ada 75 orang terluka dan mengalami patah tulang akibat terjatuh dan tertimpa tertimba runtuhan bangunan.

“Itu tuh langsung rubuh gitu. Jadi kami panik langsung nyelamatin diri masing-masing. Teman saya rata-rata hampir 80% (yang jadi korban). Kami ini 100 orang. Jadi separuh lebih lah,” tutur seorang mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Bina Darma Palembang, Enggar, yang pada waktu itu sedang melakukan kunjungan ke BEI.

Robohnya selasar BEI mengangkat kembali isu soal keamanan gedung bertingkat Jakarta.

Meskipun peristiwa tersebut membuat heboh, Direktur Utama BEI, Tito Sulistio, kala itu mengklaim aktivitas perdagangan tidak terkena dampak.

Berdasarkan inspeksi usai robohnya balkon, Tito memastikan “tidak ada” sistem pasar saham yang mengalami gangguan akibat runtuhnya infrastruktur fisik itu.

Direktur Utama BEI mengklaim aktivitas perdagangan tidak terkena dampak.

Robohnya selasar BEI ini mengundang pertanyaan tentang pengawasan terhadap gedung bertingkat di Jakarta. Hampir 30% gedung bertingkat di Jakarta “tergolong tidak aman”.

Berdasarkan data Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan DKI Jakarta, dari 780, hanya 558 gedung yang memenuhi persyaratan keamanan di akhir 2017. Sisanya, 222 gedung atau 28% belum memenuhi keamanan.

Senin, 29 Oktober 2018: Pesawat Lion Air JT-610 Jatuh

PROSES EVAKUASI – Sejumlah petugas mengevakuasi bangkai pesawat Lion Air JT-610. (Foto: Reuters/VOA)

Masyarakat Indonesia dihentakkan dengan peristiwa jatuhnya pesawat Lion Air JT-610 rute Jakarta-Pangkal Pinang, di perairan Karawang, Jawa Barat, Senin (29/10) pagi.

Peristiwa ini meniggalkan duka sangat mendalam bagi Kementerian Keuangan RI, karena sekitar 20 staf instansi yang dipimpin Sri Mulyani itu masuk dalam daftar 189 penumpang dan awak pesawat yang jatuh 13 menit kemudian usai lepas landas, pada pukul 06.20 WIB kala itu (baca juga: Kisah Duka Pramugari Cantik Korban Jatuhnya Pesawat Lion Air)..

Tak ada yang selamat dalam peristiwa jatuhnya pesawat Lion Air Jt-610 ini (baca juga: Daftar Nama Seluruh Korban Pesawat Lion Air JT-610).

Temuan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) mengungkapkan, pesawat Boeing 737 MAX tersebut mengalami kerusakan pada indikator kecepatan dalam empat penerbangan terakhir, termasuk saat pesawat jatuh.

TEBAR BUNGA – Keluarga korban menebar bunga ke laut sebagai tanda perpisahan. (Foto: Reuters/VOA)

Dalam laporan awalnya KNKT pun menyebutkan bahwa pesawat Lion Air yang jatuh itu tidak laik terbang, namun kemudian hasil investigasinya direvisi menjadi “laik terbang”, setelah mendapat protes dari direksi Lion Air (baca juga: Ternyata Pesawat Lion yang Jatuh Masih Begini).

Penjelasan mereka, status kelaikudaraan diuji saat pesawat di darat. Kerusakan yang dialami JT-610 pada penerbangan sebelumnya telah dilaporkan saat mendarat, diperbaiki, diuji dan dinyatakan laik terbang (baa juga: Kotak Hitam Lion Ditemukan, ini Komunikasi Terakhir Pilot dan Pengontrol Darat).

Jatuhnya pesawat Lion Air JT-610 ini mengakibatkan hubungan Lion Air dan Boeing menjadi memanas. Maskapai dengan jumlah pesawat terbanyak di tanah air itu pun mengancam akan membatalkan pesanan 188 unit pesawat Boeing 737 Max 8, senilai USD22 miliar atau sekitar Rp 320 triliun.

Jumat, 28 September 2018: Gempa dan Tsunami di Palu dan Donggala

AKIBAT GEMPA – Salah satu masjid yang rusak akibat gempa dan tsunami di Palu. (Foto: Reuters/VOA)

Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), ada 2.045 orang tewas akibat gempa 7,4 Skala Richter di Sulawesi Tengah (baca juga: Pemakaman Massal untuk Seribu Lebih Korban Gempa Palu Disiapkan), yang disusul tsunami hingga ketinggian 5 meter di Kota Palu, Jumat (28/9/2018).

Besarnya jumlah korban, salah satunya karena tidak lagi berfungsinya alat pendeteksi tsunami. Saat gempa mengguncang Sulteng, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) sempat mengeluarkan peringatan dini tsunami, namun dicabut beberapa menit kemudian sabelum tsunami menerjang.

Pembicaraan seputar gempa dan tsunami pada 28 September itu juga sempat berfokus pada fenomena likuifaksi.

Likuifaksi adalah hilangnya kekuatan tanah akibat besarnya massa dan volume lumpur yang keluar pasca gempa. Akibat fenomena ini, ratusan rumah tenggelam atau terendam lumpur secara mendadak.

Secara total, BNPB menyebutkan jumlah rumah yang rusak akibat gempa dan tsunami di Sulawesi Tengah melebihi 66.000 rumah (baca juga: Mayat Korban Gempa yang Membusuk Timbulkan Masalah di Palu).

Senin, 18 Juni 2018: Tenggelamnya KM Sinar Bangun

PENCARIAN KORBAN – Tim SAR mencari korban tenggelamnya KM Sinar Bangun. (Foto: Reuters/VOA)

Kapal Mesin (KM) Sinar Bangun yang berlayar dari Simanindo, Kabupaten Samosir, menuju Tigaras, Kabupaten Simalungun, tenggelam di Danau Toba, Senin (18/7/2018).

Meski 21 penumpang berhasil selamat dalam persitiwa ini, ada tiga penumpang lainnya yang ditemukan dalam keadaan tewas, sementara 164 penumpang lainnya hilang. Seluruh penumpang hilang tersebut kemudian dinyatakan tewas.

Tenggelamnya kapal saat suasana libur Hari Raya Idul Fitri kala itu, mengangkat kembali isu soal minimnya jaket keselamatan dan manifes kapal.

MENUNGGU – Keluarga korban dan warga setempat menunggu proses pencarian oleh Tim SAR. (Foto: Reuters/VOA)

Kapal disebutkan hanya berkapasitas 40 penumpang, namun dalam peristiwa itu, KM Sinar Bangun mengangkut lebih 180 orang penumpang.

Selain tidak memiliki manifes, KM Sinar Bangun ternyata juga tidak memunyai surat izin pelayaran. Alhasil, nahkoda kapal ditetapkan sebagai tersangka.

Berdasarkan hasil penyelidikan, kapal ini tenggelam akibat kombinasi dari cuaca buruk dan kelebihan penumpang.

Minggu 13 – Senin 14 Mei 2018: Bom Surabaya dan Sidoarjo

LEDAKAN BOM – Pemadam kebakaran berupaya memadamkan api dari ledakan bom di Gereja Pantekosta. (Foto: Feruters/VOA)

Rangkaian serangan bom bunuh diri terjadi di lima tempat di Surabaya dan Sidoarjo, Jawa Timur, pada tanggal 13 dan 14 Mei 2018.

Lokasinya adalah Gereja Santa Maria Tak Bercela, GKI Diponegoro, Gereja Pantekosta Pusat Surabaya Jemaat Sawahan, Rumah Susun Wonocolo di Sidoarjo dan Markas Polrestabes Surabaya.

Sepeda motor terbakar akibat ledakan bom di salah satu gereja di Surabaya. (Foto: Reuters/VOA)

Pelaku serangan bom di Surabaya merupakan satu keluarga yang beranggotakan en

BANGKAI MOTOR – Sisa sepeda motor yang terbakar akibat ledakan bom di salah satu gereja di Surabaya. (Foto: Reuters/VOA)

am orang. Mereka terdiri dari Dita Upriyanto dan istrinya, Puji Kuswati, serta empat orang anaknya.

Dalam melaksanakan aksinya, Dita menurunkan istri serta dua anak perempuannya di GKI Diponegoro, dengan bom melilit di perut. Sedangkan Dita dengan mobilnya yang membawa bom kemudian menabrak Gereja Jemaat Sawahan.

Sementara dua anak lelaki mereka dengan mengendarai sepeda motor dan memangku bom, menyasar Gereja Katolik Santa Maria Tak Bercela.

Dalam konferensi persnya, Kapolri Jenderal Tito Karnavian, mengungkapkan, keluarga pelaku bom bunuh diri tersebut baru saja datang dari Suriah dan merupakan simpatisan kelompok yang menyebut diri mereka Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).

Mereka bergerak dalam jaringan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) dan Jamaah Ansharut Tauhid (JAT). (rh/voa/dny)