Sejak COVID-19 merebak di seluruh pelosok tanah air, tempat-tempat yang mengundang kerumunan tutup. Tidak terkecuali dengan Makam (Kubah) Syekh Muhammad Zaini bin Abdul Ghani atau Guru Sekumpul di Jl Sekumpul, Kota Martapura, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, sampai sekarang masih tutup. Belum bukanya tempat wisata religi di Kota Martapura ini berdampak terhadap pada pedagang kembang yang biasa berjualan di sekitar Komplek Ar Raudha Sekumpul Martapura.
MARTAPURA, koranbanjar.net – Biasanya tiap Jumat, tempat-tempat makam ramai dengan penziarah, begitu pula dengan Makam Guru Sekumpul di Martapura. Namun sejak pandemi COVID-19, komplek Makam Guru Sekumpul agak sepi. Bersamaan itu, bangunan Makam Guru Sekumpul juga sedang mengalami renovasi total.
Kubah atau Makam Guru Sekumpul yang sampai kini belum kunjung dibuka untuk publik dikarenakan masih merebaknya virus Covid-19 dan juga sedang ada kegiatan renovasi total, hal ini tentu berdampak serius bagi para pedagang terutama pedagang kembang.
Sebagaimana pengumuman yang terpampang di pagar depan Kompleks Ar Raudhah Sekumpul yang ditandatangani Imam Musalah Ar-Raudah Sekumpul, KH Sa’duddin Salman, bahwa sementara ini Makam Guru Sekumpul ditutup, karena adanya sebaran virus COVID-19.
Tutupnya Makam Guru Sekumpul membuat para pedagang kembang di sekitar lokasi sepi pembeli yang berujung pada pendapatan harian. Ada di antaranya yang terlilit hutang, bahkan anaknya sampai putus sekolah karena tak sanggup membayar uang sekolah.
Para pedagang kembang yang berjualan di sekitar Makam Guru Sekumpul ini kebanyakan berasal dari Desa Bincau, Kecamatan Martapura. Hampir seluruh pedagang yang menjual kembang, tidak memetik dari kebun sendiri. Melainkan beli dari orang lain dengan harga bervariasi, seperti kembang Kenanga dibeli dengan harga Rp10.000 per 100 buah pada hari normal. Namun jika hari besar seperti Hari Raya, maka kembang Kenanga bisa dibeli dengan harga Rp40.000 per 100 buah. Sedangkan harga kembang melati dan lainnya Rp5.000 per gelas.
Kembang yang sudah dibeli, kemudian akan dijual, terlebih dulu dirangkai agar lebih mudah menjual kembali. Untuk sekantong kresek kembang dibandrol harga Rp5.000, sedangkan untuk yang barenteng harganya Rp10.000 sampai Rp15.000.
Seorang penjual kembang yang terbilang sudah lama berjualan di sekitar Makam Guru Sekumpul, Rusdah (56) mengaku berjualan sejak Abah Guru Sekumpul meninggal hingga saat ini.
Dia menghidupi kedua anaknya seorang diri, Rusdah mengaku, adanya virus COVID-19 ini berdampak besar bagi perekonomian keluarganya, bahkan anaknya harus putus sekolah, karena tidak sanggup membayar biaya. Selain itu Rusdah terlilit hutang, sebab kembang yang dia jual tidak laku.
Hal senada dikemukakan penjual kembang lainnya, Salatiah (32), warga Bincau yang baru berjualan tepat di depan gerbang utama Komplek Ar Raudhah Sekumpul. Sudah sekitar 2 bulan dia berjualan, mempunyai 2 anak dan suami yang bekerja sebagai buruh bangunan. Awalnya Salatiah adalah seorang pengambil upah pembuat kembang di Makam Guru Sekumpul, namun lama-kelamaan jadi berjualan sendiri.
Sementara itu, penjual kembang berikutnya, Jaminur (44), warga Labuan Tabu yang berjualan sekitar 3 tahun. Suaminya bekerja sebagai montir bengkel dengan 2 anak yang berumur 24 tahun. Jaminur juga mengaku kesulitan karena saat pandemi ini jumlah pembeli sangat jauh berkurang, “Untuk pembeli masih ada, cuma ga banyak mbak, kadang dititipkan ke penjaga kalo mau memberi kembang ke kubah,” tuturnya.
Menurut dia, petugas Makam Guru Sekumpul juga mengatakan,”Bagi peziarah yang ingin menaruh kembang, masih bisa dengan cara dititipkan ke petugas, atau bisa pergi lewat gang sebelah untuk membacakan doa. Tetapi di sana dihalangi dengan dinding pembatas mbak, orang yang ziarah dibatasi,” tuturnya.
Para pedagang kembang ini berharap, pandemi COVID-19 dapat segera berlalu, sehingga mereka bisa berjualan normal kembali. Mengingat, kalau pandemi COVID-19 masih merebak, Makam Guru Sekumpul akan masih ditutup, dan penjualan kembang akan terus sepi.(mj-37/sir)