Scroll ke bawah untuk melanjutkan
Koran Banjar
Koran Banjar
Religi

Warga “Menjerit” Sungai Amandit Berwarna Coklat, Diduga Akibat Pertambangan

Avatar
604
×

Warga “Menjerit” Sungai Amandit Berwarna Coklat, Diduga Akibat Pertambangan

Sebarkan artikel ini

PADANG BATUNG, KORANBANJAR.NET – Penurunan kualitas air di Sungai Amandit terus menjadi perbincangan warga di Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS). Masyarakat ysng berada di bantaran sungai hanya bisa pasrah.

Dalam beberapa tahun kebelakang, masyarakat di bantaran sungai merasakan keruhnya air sungai Amandit hanya saat air pasang dan beberapa jam setelahnya. Tetapi dalam beberapa bulan sekarang masyarakat di bagian hilir dihebohkan air yang selalu keruh, bahkan berhari-hari.

Advertisement
Koran Banjar
Scroll ke bawah untuk melanjutkan

Koranbanjar.net mencoba menelusuri sumber awal mulai keruhnya sungai. Menyusuri dengan jalur darat menuju Desa Jelatang, Kecamatan Padang Batung, HSS pada Minggu (26/5/2019) pagi.

Sesampainya di sekitaran bendungan Amandit, kondisi air masih jernih. Kemudian menyisir jalan kaki ke arah hilir sungai, sekitar setengah jam menyisir ditemukan ada pertemuan sungai kecil dari sebelah sungai dari desa sebelahnya yang mengalirkan air berwarna kecoklatan.

Sangat jelas terlihat perbedaan warna sungai dari sebelum pertemuan sungai tersebut dengan sesudahnya, sehingga sangat memungkinkan di sana sumber asal yang membuat Kandangan dan sekitarnya merasa resah.

Salah seorang warga Desa Jelatang yang enggan disebutkan namanya kepada Koranbanjar.net mengatakan, sungai tersebut hasil buangan limbah beberapa kelompok penambang batubara yang beroperasi di Desa Malutu atau seberang sungai tersebut.

Ia berujar, sekitar lebih dari lima kelompok ada yang pertambangan liar dan ada yang semi liar. Walaupun ada sedikit keterlibatan warga sekitar tetapi ia mengatakan rata-rata banyak orang dari luar HSS.

“Kadang ada preman yang berjaga sehingga tidak bisa sembarangan masuk ke area tersebut, bahkan jika dari seberang sungai ada yang kelihatan mencurigakan maka preman itu bisa menegur,” ucapnya.

Warga lain, masih di desa yang sama tapi lebih ke hilir, Wahyu (nama disamarkan) mengatakan, selama kondisi keruhnya air sungai aktifitas masyarakat sangat terganggu, sebab sumber kehidupan mereka adalah sungai.

Wahyu mengatakan, pencari ikan sungai yang biasa menangkap dengan menyelam dan tombak biasanya dapat tiga sampai lima kilo perhari. Ia menuturkan setelah air sunagi menjadi keruh mereka tidak bisa mencari ikan karena di dalam air tidak bisa melihat saat sungai diselami.

“Biasanya setiap hari mereka mencari ikan, sekarang seminggu sekali pun jarang karena air seperti kopimik (ia meumpamakan keruhnya sungai seperti air coffeemix),” ujarnya.

Bahkan ia mengatakan, saking memperhatinkannya pernah melihat warga membeli air mineral botol 1,5 liter ke kios yang saat ditanyakan ternyata untuk minum sahur karena kehabisan air bersih. “Bayangkan air keruh tersebut perlu dua hari baru bisa dikonsumsi,” tuturrnya.

Desa Jelatang merupakan Desa pertama yang merasakan dampak keruhnya air sungai. Namun menurut Wahyu tidak ada sama sekali timbal baliknya bagi warga atas kerugian tersebut.

“Pernah mungkin ada yang meminta pertanggung jawaban untuk warga desa, tetapi tidak ada respon, mungkin karena pemerintah desa sedikit menyulitkan mereka untuk pembebasan lahan lagi, ada diberi tandon tetapi airnya dari mana,” ujarnya mempertanyakan.

Ia menyebut masyarakat sudah pernah melapor ke dinas terkait, namun tidak ada perubahan. Bahkan menurutnya malah menjadi ladang dinas tersebut mencari keuntungan dengan survey-survey nya.

Ia menambahkan meskipun saat ini sudah ada upaya dari pemerintah tetapi pemerintah sudah terlanjur menikmati bantuan dari pertambangan, “Entah CSR atau apa itu tetapi tidak sampai ke kami juga,” ucapnya.

Masyarakat di desa Malutu atau sebelahnya memang merasa risih dengan aktifitas pertambangan. Namun ia berujar, mereka tidak terlalu mempermasalahkan juga karena sudah menikmati hasil dengan penjualan tanah termasuk pemerintah desanya.

“Berbeda dengan itu, saat ini desa kami tidak ada yang mau menjual tanah untuk tambang dan kalaupun mau menjual tanah pemerintah desa lepas tangan, artinya mau melakukan proses tetapi masalah nego dan sebagainya silahkan berurusan sendiri,” ungkapnya.

Karena bertepatan hari Minggu, Dinas Perumahan Rakyat Kawasan Pemukiman dan Lingkungan Hidup (Dispera KPLH) HSS sedang libur, oleh karena itu klarifikasi terkait keluhan masyarakat tersebut akan dilakukan pada besok harinya. (yat/dra)

Protes RUU Anggota Parlemen Menari Perang Prabowo Ajak Puasa 5 Tahun KPK Lelang Barang Koruptor Gus Miftah Meminta Maaf Gus Miftah Ejek Penjual Es Teh