Tanpa Prosedur, Debt Collector juga Bisa Dipidana

BANJARMASIN, KORANBANJAR.NET – Profesi sebagai debt collector atau penarikan paksa kendaraan bermator akibat kredit macet, tidak bisa dikerjakan sembarangan. Salah-salah bisa berurusan dengan polisi.

Penarikan kredit yang bermasalah, termasuk kendaraan roda dua atau lebih, merupakan kewenangan leasing atau perusahaan pembiayaan selama sesuai UU No 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.

Di UU, fidusia mempunyai arti, pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan, benda yang hak kepemilikannya dialihkan  tetap dalam penguasaan pemilik benda.

Jaminan Fidusia wajib diadakan setiap transaksi kredit. Hal ini untuk memberi kepastian hukum bagi perusahaan pembiayaan dan konsumen, sehubungan penyerahan hak milik atas kendaraan bermotor.

Persoalan jaminan fidusia ini, menjadi materi seminar yang digelar Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia Forum Komunikasi Daerah (APPI FKD) Banjarmasin, Senin (16/4). Seminar yang digelar di salah satu hotel ini, bertajuk Kekuatan Fidusia Terhadap Pengadikan dan Eksekusi Jaminan Fidusia.

Seminar menghadirkan empat narasumber. Mereka, Kabag Wassidik Ditreskrimsus Polda Kalsel, AKBP Zaenal Arifien, Dosen Luar Biasa Fakultas Hukum Unlam, Robensyah Syahran, Kepala Bidang Pengawasan IKNB OJK Regional 9 Kalimantan, Abidir Rahman, dan Ketua Panitera PN Banjarmasin Satrio Prayitno. Sedang  moderatornya, Arief Lambri yang merupakan Komite Hukum APPI Pusat.

Menurut Ketua APPI FKD Banjarmasin, M Sarpudin, seminar ini untuk menyamakan persepsi antara kepolisian, pengadilan, perusahaan pembiayaan, petugas penagihan dan masyarakat, tentang jaminan fidusia.

“Penyamaan persepsi agar eksekusi dan penyelesaian permasalahan dalam jaminan fidusia, tidak menimbulkan persoalan pidana,” jelasnya.

Diakuinya, banyak penyelesaian jaminan fidusia yang dikeluhkan masyarakat. Penyebabnya karena masih ada pembiayaan yang tidak menyertakan sertifikat fidusia dalam transaksi kredit.

“Tanpa sertifikat fidusia, pembiayaan tidak bisa melakukan eksekusi penarikan kendaraan kredit macet,” tegas Sarpudin.

Namun demikian, sambung Sarpudin, meski ada jaminan atau sertifikat fidusia, eksekusi kredit macet juga tidak bisa sembarangan. Apalagi dilakukan dengan kekerasan.

Aturannya, debitur bermasalah harus diberi peringatan pertama, kedua hingga ketiga. Setelah itu baru bisa dieksekusi. Itupun tetap harus dilakukan secara santun oleh petugas penagihan yang bekerjasama dengan pembiayaan.(emy/foto: deny yunus/ banuapost/Grup Koran Banjar)