BANJARBARU, koranbanjar.net – Warga Jalan Tonhar, Kelurahan Syamsudin Noor, Kecamatan Landasan Ulin, Banjarbaru mengeluhkan bau tidak sedap dari Sungai Rimba, diduga akibat limbah pabrik tahu dan kotoran ternak dan sampah.
Koranbanjar.net melakuakan penelusuran kepada pengelola pabrik tahu sekitar Sungai Rimba. Pemilik pabrik tahu PT Maju Lestari, biasa disapa Bu Manaf mengatakan, pabrik tahu sudah didirikan sejak tahun 1987. Ia sekarang merupakan penerus setelah sang ayah meninggal dunia.
Ia menuturkan, dokumen persyaratan surat-menyurat sudah lengkap, serta penanganan limbah sudah sesuai instalasi pengelolaan air limbah (IPAL), juga ia mengaku selalu diawasi oleh pemerintah terkait.
“Dari bak pertama ada tiga sekat, tergantung banyak limbahnya. Kemudian akan di taruh ke tank dikasih ijuk dan arang sebagai penetralisir agar mengurangi bau tak sedap, lalu sisa limbah dialirkan ke tanah kosong milik saya sendiri di belakang rumah, sehingga limbah tersebut lama kelamaan menjadi bubuk atau tanah subur,” ujarnya kepada koranbanjar.net, Kamis (21/11/2019).
Ia menjelaskan, memiliki dua tempat pengolahan limbah. Begitupun dengan sampah miliknya ditaruh di tanah kosong tersebut, tetapi jika sudah penuh akan dibuang dan diangkut menggunakan mobil pick up.
Baca juga: Warga Terganggu Bau Busuk Sungai Rimba; Bertahun-tahun Belum Ada Solusi
Ia menuding jika ada limbah tahu dipastikan bukan dari limbah pabrik tahu miliknya, tetapi milik orang lain. Ia mengklaim selalu berusaha agar tidak mengganggu masyarakat.
“Limbah tahu maupun sampah milik saya tidak pernah dibuang ke sungai. Lihat saja sendiri itu cek. Jika ada terlihat limbah pasti dari pabrik tahu lainnya, bukan pabrik saya karena di Jalan Manggis ini yang punya pabrik tahu bukan hanya saya tetapi ada beberapa,” tandasnya.
Pun demikian dengan sampah. Ia menyebut banyak warga yang buang sampah sembarangan ke Sungai Rimba.
Terpantau di lokasi pabrik pengolahan tahu PT Maju Lestari di Jalan Manggis, Landasan Ulin memang yang dibuang di sungai yakni air bersih sisa limbah tahu serta tidak menimbulkan bau terlalu menyengat.
Saat koranbanjar.net mencoba konfirmasi pemilik pabrik tahu lainnya, Nurhamid ternyata pihaknya sedang tutup. Namun diakuinya, ia memiliki peternakan sapi.
“Saya sudah di sini dan memiliki usaha pabrik tahu sejak tahun 1991. Pengolahan limbah di sini ada sebanyak tujuh saringan, sedangkan untuk peternakan sapi kami ambil kotoran dan air kencingnya sebagai pupuk. Jadi tidak kami buang ke sungai, ada tempat khususnya sendiri,” ungkapnya.
Berdasarkan pantauan langsung, fakta membuktikan, yang dikatakan Nurhamid tidak sesuai, bahkan keterangan berbanding terbalik. Pasalnya, kotoran sapi dan air kencing dibiarkan begitu saja. (ykw/dra)