Diendapkan Dulu Tiga Bahkan Bisa Lebih
Sejak Sungai Amandit sering keruh, masyarakat di Desa Jelatang Kecamatan Padang Batung Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS) mengendapkan air sungai minimal 3 hari sebelum dimasak dan dikonsumsi.
MUHAMMAD HIDAT, Padang Batung
SEBUAH lanting bambu terikat di tepian Sungai Amandit, saat sore hari sering terlihat masyarakat setempat, sedang mencuci baju hingga mandi di sungai yang saat ini sering keruh itu.
Aktifitas lain adapula mencari ikan dengan menyelam, hingga mengambil air untuk dikonsumsi di rumah.
Sore hari awal Januari 2020, saya minum teh hangat di warung milik Zubaidah di desa tersebut, sambil berbincang dengan warga di sana.
Zubaidah merupakan seorang pemilik warung minum yang buka tiap hari dari pukul 08.00 wita, lalu tutup setelah waktu Isya atau sekitar pukul 20.00 Wita.
Tersedia di warungnya minuman hangat maupun dingin seperti teh, kopi hitam, hingga kopi instan berbagai variasi rasa, serta aneka kue tradisional.
Wanita berusia 45 tahun itu, mulai mendirikan usaha warungnya sejak 3 tahun lalu.
Sedangkan suaminya bekerja di hutan menjadi petani karet.
Selama berwarung, air yang digunakan Zubaidah berasal dari sungai Amandit berjarak sekitar 600 meter di belakang rumahnya.
Jarak tersebut pun cukup melelahkan jika ditempuh dengan berjalan kaki.
Dalam 2 tahun terakhir Sungai Amandit sering mengalami keruh, penyebab dan perkembangannya sudah sering diberitakan koranbanjar.net sebelum-sebelumnya.
Akibatnya, Zubaidah sedikit merasa kesulitan, sebab ia hanya menggunakan air sungai langsung, bukan membeli air isi ulang galon.
Menanggulanginya, Zubaidah hanya mendiamkannya selama 3 hari sampai kotoran mengendap. “Bisa seminggu, paling sedikit tiga hari,” ujarnya sambil menghidangkan teh, minuman pesanan saya. Bagaimana selanjutnya, ikuti sambungan tulisan ini. (dya/bersambung)