MARTAPURA, KORANBANJAR.NET – Angka perceraian di Kabupaten Banjar sedikit meningkat di 2018, yakni 1.62%. Jika di 2017 mencapai angka 864 perceraian, maka di 2018 meningkat sebanyak 14 perkara dengan total 878 perceraian.
Data tersebut disampaikan Panitera Pengadilan Aagama (PA) Martapura, Mukhyar, kepada koranbanjar.net pekan tadi. Hingga saat ini, disebutkannya, Kabupaten Banjar masih di urutan kedua tertinggi angka perceraian setelah Kota Banjarmasin.
Ia menjelaskan, perceraian masih didominasi cerai gugat dibandingkan dengan cerai talak. Dari 878 putusan perceraian, tercatat perkara cerai gugat sebanyak 697 atau 79.38%, sementara cerai talak tercatat 181 perkara atau 20.62%.
Sedangkan di 2017, cerai gugat tercatat 678 putusan dengan persentase 78.47%, dan cerai talak 186 perkara dengan persentase 21.53%.
“Ini menunjukkan masih banyak pihak istri yang mengajukan cerai dibanding suami,” ujar Mukhyar saat ditemui di Kantor PA Kelas I B Martapura.
Ia membeberkan, dari total 878 perceraian yang sudah diputuskan sepanjang 2018 itu, tercatat ada 46 perkara diantaranya adalah dari kalangan pegawai negeri sipil (PNS).
Mukhyar menyebutkan, faktor perceraian paling banyak dimasukkan pada klasifikasi Perselisihan dan Pertengkaran Terus Menerus, dengan total 572 putusan.
“Pertengakaran terus menerus ini faktor cecara umumnya, yang artinya jika ditelisik lebih dalam lagi akan ketahuan penyebab sebenarnya apa. Karena itu biasanya diputuskan secara verstek (putusan yang tidak dihadiri pihak tergugat, red),” jelasnya.
“Jika pihak tergugat hadir pada persidangan, pasti ada jawaban tergugat serta replik (respon penggugat atas jawaban tergugat, red) dan duplik (jawaban tergugat atas replik, red), dari sini kita bisa mengeetahui apa penyebab sebenarnya,” sambung Mukhyar.
Sementara faktor perceraian yang berhasil diungkap, tambah Mukhyar, yang paling banyak adalah faktor ekonomi dengan 146 perkara, disusul ditinggalkan salah satu pihak dengan 115 perkara, KDRT 26 perkara, dihukum penjara 14 perkara, dan madat serta poligami sama-sama 9 perkara, zina 6 perkara, mabuk 4 perkara, kawin paksa 3 perkara, murtad 2 perkara serta cacat badan 1 perkara.
“Secara sosial budaya, saya berharap angka perceraian ini dapat menurun. Ini tidak lepas dari peran semua pihak, agar jangan sampai sedikit-sedikit menggugat cerai,” pungkasnya. (dra)