Persoalan penggelapan dokumen serifikat lahan atau eks kawasan transmigrasi Rawa Indah, Desa Bekambit, Kecamatan Pulau Laut Timur Kabupaten Kotabaru, terus berlanjut.
KOTABARU, koranbanjar.net – Sebelumnya beberapa waktu lalu jajaran Satreskrim Polres Kotabaru telah mengamankan dua pelaku yang diduga melakukan penggelapan dokumen sertifikat lahan, atau eks kawasan transmigrasi tersebut.
Dua pelaku itu diketahui, IWS dan IKB atau yang kerab dipanggil Bude. Bahkan berdasarkan kronologis awal peristiwa ini telah terjadi sejak 2011 ketika Kades setempat mengumumkan akan membagikan sisa sertifikat.
Persoalan penggelapan dokumen sertifikat lahan tersebut kini sudah sampai ke Ibu Kota Jakarta. Sebab pihak keluarga dari IKB (Bude) yang mengatasnamakan perwakilan warga transmigrasi, Desa Bekambit, melakukan aksi unjuk rasa di depan Istana Negara Indonesia pada Senin (30/5/2022) kemarin.
Dalam aksinya para warga transmigrasi tersebut membawa karton dengan macam-macam tulisan ungkapan, untuk mereka bawa dalam aksi demo di depan Istana Negara.
Menanggapi hal tersebut, Kuasa Hukum dari 67 warga transmigrasi Rawa Asri, Desa Bekambit yang memiliki sertifikat, Muhammad Nur Asikin mengatakan, terkait aksi yang dilakukan mereka di sana merupakan hak yang bersangkutan untuk menyampaikan pendapat.
Namun sambungnya, pihaknya ingin menggaris bawahi, jika aksi tersebut mengatasnamakan warga transmigrasi, sementara pihaknya yang merupakan kuasa dari 67 warga ekstra transmigrasi sampai hari ini belum juga menerima sertifikat.
“Jadi perlu kami garis bawahi, kalo statement nya kawan-kawan di Jakarta telah memiliki sertifikat, kami juga mau melihat sebab sampai hari ini kami belum melihat sertifikat itu dimana posisinya,” ujar Asikin, kepada koranbanjar.net, Rabu (1/5/2022).
Tak hanya itu, dalam aksi unjuk rasa oleh warga yang mengaku warga transmigrasi itu, menyebutkan telah di dizolimi dan diintimidasi oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.
Menurut Asikin, hingga saat ini pihaknya dari 67 warga ekstra transmigrasi Rawa Asri tidak pernah menerima intimidasi apa-apa dari Negara, karena sejak tahun 90 an pihaknya telah meninggalkan lokasi transmigrasi karena kawasan itu sudah tidak produktif.
“Dan warga yang memberikan kuasa kembali, ke kampungnya masing-masing. Dan kami mengakui tidak mengelola lahan tersebut sampai hari ini namun tanah itu ada, sertifikat itu ada, namun kami tidak pernah melihat sertifikat itu dalam bentuk fisik, tetapi nomor sertifikat kami punya, dan negara juga mengakui kami pemilik sertifikat,” terangnya.
Sambungnya, untuk aksi-aksi yang disampaikan oleh perwakilan warga di Jakarta, pihaknya yang merupakan ekstra transmigrasi sangat menghormati.
“Namun disisi lain kami bertanya perwakilan warga yang mana, kalo perwakilan warga ekstra transmigrasi, Rawa Asri yang 67 orang ini tidak pernah memberikan kuasa kepada siapapun untuk menyampaikan pendapat diluar mekanisme yang ada,” imbuhnya.
Sementara itu, Suhermanto salah satu Warga Eks Transmigrasi Desa Bekambit saat dikonfirmasi mengatakan, aksi yang dilakukan oleh pihaknya di Jakarta itu tidak bermasud apa-apa, dan murni keinginan para perwakilan Warga Eks Transmigrasi Desa Bekambit. Dengan tujuan untuk mencari keadilan.
Meski aksi yang mereka lakukan tidak boleh di Istana Negara, namun pihaknya menerima dengan masukan dan arahan dari pihak Kepolisian di Jakarta, untuk tidak melakukan aksi di depan Istana Negara.
“tidak ada unsur politis, kerena ini murni untuk mencari keadilan, harapan kami pun agar bisa bertemu Pak Presiden. Masukan dan arahan dari pihak Kepolisian pun bagus, karena di Istana kan tidak boleh ada aksi seperti itu, sehingga kami diarahkan oleh pihak Kepolisian di Jakarta kemana kami harus melangkah. Dan tindak lanjut kami nantinya kami akan tetap berjuang mencari keadilan, kami mempersiapkan apa saja dari masukan pihak kepolisian disana,” pungkasnya.
(cah/slv)