MARTAPURA, koranbanjar.net – Skull breaker challenge ternyata berbahaya, malah bisa mengakibatkan kematian.
Saat ini sedang viral di media sosial tantangan baru bernama skull breaker challenge.
Tantangan ini dilakukan oleh beberapa golongan masyarakat, salah satunya para remaja.
Skull breaker challenge atau tantangan memecah tengkorak ini juga dikenal dengan nama Tripping Jump alias tersandung saat melompat.
Tantangan ini dilakukan dengan cara melibatkan tiga orang yang berdiri berdampingan.
Awalnya, peserta bakal melompat bersamaan.
Lalu, percobaan berikutnya peserta paling ujung akan menendang kaki orang yang berada di tengah saat melompat.
Alhasil, orang yang berada di tengah bakal jatuh terlentang.
Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Banjar pun angkat bicara menanggapi fenomena challenge.
Karena seringnya diikuti oleh peserta didik.
“Kalau kita lihat sangat membahayakan. Dari informasi yang kami dapat sudah ada yang mengalami kecelakaan fatal,” ujar Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Banjar, Maidi Armansyah, Selasa (17/2/2020).
Kadisdik Banjar meminta para pelajar di Banjar tak ikut-ikutan aksi tak berfaedah itu.
“Kami segera berkoordinasi kepada bidang terkait, membagikan ke grup media sosial para guru dan sekolah untuk menyebarluaskan tentang bahayanya,” sambung dia lagi.
Meski belum menerbitkan imbauan resmi, namun Disdik Banjar mengimbau agar ada pengawasan lebih dari sekolah.
“Kami mengimbau kepada sekolah-sekolah dan para guru agar lebih intensif dan memberi perhatian lebih terhadap kegiatan-kegiatan anak, terutama saat di luar jam belajar seperti jam istirahat dan menjelang pulang,” ujar Maidi.
Terpisah, Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes), dr Diauddin pun senada dengan Kadisdik.
Menurutnya, skull breaker challenge bisa menyebabkan cedera otak dan patah tulang leher.
“Hal tersebut bisa menyebabkan kelumpuhan dan kematian,” imbuhnya.
Selain mengimbau murid dan guru, Kadinkes juga mengimbau kepada orangtua untuk mengawasi anaknya agar tidak mengikuti tantangan challenge.
“Skull breaker challenge ini tidak untuk dicoba, selain mengawasi anaknya agar tidak mengikuti tantangan tersebut, orangtua juga harus bisa menyaring tontonan anak di media sosial,” tutup dr Diauddin. (har/dya)