Masyarakat Kalimantan Selatan, khususnya Kandangan, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, mungkin tidak semua mengetahui riwayat pertama kali Tuan Guru H Muhammad Thaib atau Syekh H.Sa’duddin atau Datuk Taniran hingga menetap di Jalan Taniran Kubah, Desa Taniran Kecamatan Angkinang, Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS).
KANDANGAN, koranbanjar.net – Setelah menuntut ilmu ke Tanah Suci Makkah selama 10 tahun, Datuk Taniran diminta berdakwah di Kabupaten HSS, hingga akhirnya bermakam pun di Desa Taniran. Bagaimana riwayatnya, berikut laporan dari reporter koranbanjar.net, Ahmad Syaifin Nuha.
Datuk Taniran bernama asli Tuan Guru H Muhammad Thaib atau Syekh H.Sa’duddin. Dia merupakan dzuriat ketiga dari Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari atau Datuk Kelampayan, lahir tahun 1194 Hijiriah atau 1774 Masehi di Kampung Dalam Pagar, Kecamatan Martapura Timur, Kabupaten Banjar.
Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari memiliki anak perempuan bernama Syarifah, kemudian Syarifah memiliki anak H.Mufti Muhammad, selanjutnya H. Mufti Muhammad memiliki anak bernama Tuan Guru Muhammad Thaib atau yang dikenal dengan gelar Datuk Taniran, karena dia tinggal dan bermakam di Desa Taniran, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan.
Makam Datu Taniran persisnya berada di Jalan Taniran Kubah, Desa Taniran Kecamatan Angkinang, Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS), yang merupakan kabupaten tertua di Banua Anam Kalimantan Selatan.
BACA JUGA ; Ulama Banjar, KH Husein Qadri: Keilmuannya Diakui 2 Ulama Besar Ini
Banyak masyarakat baik dari wilayah setempat hingga luar Kalsel sering berkunjung ke Makam Datu Taniran untuk berziarah, mengambil berkah atas kewalian Syekh H.Sa’duddin.
H Sa’duddin adalah dzuriat ketiga dari Maulana Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari yang mewarisi ilmu-ilmu dari ayah dan datuknya, dan yang menghimpun antara ilmu syari’at dan hakikat.
Ketika Maulana Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari wafat, usia H Sa’duddin atau Datuk Taniran saat itu kurang lebih 33 tahun.
Datuk Taniran juga selalu berkhidmat atau mengabdikan diri kepada kakak beliau yakni Mufti H Muhammad Arsyad Pagatan, Ia selalu mendampingi kemana saja ketika kakaknya berdakwah.
Sebelum berdakwah menyiarkan ajaran Islam, Datu Taniran pergi ke Tanah Suci Makkah untuk belajar ilmu agama kepada guru-guru besar atau ulama pada zamannya.
BACA JUGA ; Syekh Kasyful Anwar, Ulama Banjar yang Mencetak Ulama Besar
Hal tersebut diungkapkan zuriat Syekh H Sa’duddin, H Muhammad Arsyad saat koranbanjar.net berziarah ke Makam Datu Taniran, Jumat (23/4/2021).
Menurut dia, Datuk Taniran atau Syekh H Sa’duddin sejak kecil sudah mendapat didikan agama dari ayahnya yaitu, H Mufti Muhammad As’ad, dan juga datuk serta kakak.
Usia 25 tahun, Datuk Taniran pergi ke Tanah Suci Makkah selama kurang lebih 10 tahun untuk menimba ilmu. Kemudian, tahun 1812 masehi setibanya dari Makkah, tiba-tiba datang tokoh masyarakat atau tetuha Desa Taniran kepada orang tua Datu Taniran yakni, H.Mufti Muhammad As’ad.
“Tetuha kampung meminta agar mengirim seorang guru ke Taniran untuk memberikan pendidikan agama, dan bersedia menetap tinggal di Taniran,” ceritanya.
Selaku ulama yang berkewajiban menyampaikan dakwah dan mufti di Kerajaan Banjar, H Mufti Muhammad As’ad merasa bertanggung jawab atas pendidikan agama di Desa Taniran.
BACA JUGA ; Kisah Ulama Banjar, Tuan Guru Semman Mulia Dengan Pencuri Ayam
Maka dengan senang hati dia mengirimkan anaknya, Syekh Sa’adudin yang baru tiba kurang lebih 2 tahun dari Makkah yang bernama H Muhammad Thaib atau terkenal dengan Syekh Sa’duddin.
Mendengar kabar berita tersebut, Abah Saleh yang merupakan Lurah Kampung Taniran pada masa itu sangat gembira ada seorang guru agama memimpin masyarakat Taniran.
“Masyarakat Taniran merasa senang dan bersyukur, mereka akan memperoleh seorang pemimpin agama yang dapat meningkatkan keyakinan beragama dan meningkatkan amaliahnya,” ucap H Muhammad Arsyad.
Menggunakan perahu begiwas yang khusus didatangkan dari Taniran melalui Sungai Nagara (Daha) lengkap dengan awak perahu dan seorang juru mudi bernama Su Salum, masyarakat menjemput ke Martapura Kabupaten Banjar.
Sebagai bentuk kegembiraan dan rasa syukur atas kesediaan Syekh Sa’duddin tinggal bersama, maka masyarakat Taniran menghibahkan sebidang tanah perkebunan kelapa dengan luas kurang lebih 10 borongan atau 28.900 m².
“Selain untuk tempat tinggal, nantinya ini yang bakal dijadikan komplek kegiatan belajar mengajar Syekh H Sa’duddin,” terangnya.
BACA JUGA ; Ulama Banjar, Syekh Abdurrahman Siddiq Yang Menetap di Sapat Indragiri Riau
H Muhammad Arsyad menjelaskan, inilah awal bermula tempat pendidikan agama, atau basisnya da’wah Syekh H Sa’duddin yang setiap hari didatangi orang untuk belajar.
“Selain masyarakat Taniran, banyak orang datang dari berbagai daerah di Hulu Sungai, seperti Barabai, Nagara, Amuntai dan lainnya,” ungkapnya.
Syekh H Sa’duddin merupakan seorang ulama dzuriat Maulana Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari yang berkiprah sebagai generasi penerus datuknya, berjuang tanpa pamrih dalam membina masyarakat dan mencetak kader-kader ulama Hulu Sungai, khususnya Taniran.
Setelah 45 tahun guru besar ini mencurahkan darma baktinya terhadap agama, bangsa, anak cucu dan santri hingga menjadi alim, maka tepat pada 5 Shafar 1278 Hijriyah atau 1858 Masehi, Syekh H Sa’duddin berpulang ke rahmatullah, dan dimakamkan di Desa Taniran.
BACA JUGA ; Syekh Abdul Wahab Bugis, Ulama asal Bugis yang Bermakam di Tanah Banjar
“Hingga sekarang terkenal di Kalimantan Selatan dengan sebutan Kubah Taniran,” pungkasnya.(syn/sir)