Syekh Abdul Wahab Bugis merupakan salah seorang 4 serangkai ulama dari Tanah Jawi (Melayu) yang menuntut ilmu di Madinah dan Mesir. Ulama ini berasal dari Bugis, namun wafat dan dimakamkan di Tanah Banjar, tepatnya di Desa Tungkaran, Martapura, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan.
Syekh Abdul Wahab Bugis atau Syekh Abdul Wahab Bugis al-Banjari bergelar Sadenreng Bunga Wariyah adalah salah seorang ulama asal Bugis, tetapi ia banyak berkiprah hingga wafat di Tanah Banjar.
Kelahiran Syekh Abdul Wahab Bugis persisnya tidak diketahui, tetapi diperkirakan antara tahun 1725-1735 Masehi, mengingat usianya yang masih lebih muda dari Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari atau Datu Kelampayan.
Dia juga dikenal sebagai 4 Serangkai dari Tanah Jawi (Melayu) yang menuntut ilmu di Madinah dan Mesir bersama 3 sahabat lainnya, Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari, Syekh Abdus Shamad al-Palimbani serta Syekh Abdurrahman Mishri al-Jawi.
Perkawinan Syekh Abdul Wahab Bugis
Ia dikawinkan dengan Syarifah binti Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari oleh syekh sendiri yang berlangsung di Makkah dengan disaksikan dua sahabatnya tersebut.
Syekh Abdul Wahab Bugis wafat antara tahun 1782-1790 M dan dimakamkan di Desa Karang Tangah (sekarang Desa Tungkaran, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan.
Jika Syekh Muhammad Arsyad dan Syekh Abdus Samad al-Palimbani lebih banyak menghabiskan waktu menuntut ilmu di Kota Makkah, maka Syekh Abdul Wahab Bugis bersama dengan sahabatnya Syekh Abdurrahman Misri lebih banyak menghabiskan waktu mereka menuntut ilmu di Mesir.
Syekh Abdul Wahab tercatat sebagai salah seorang murid dari Syaikh al-Islam, Imam al-Haramain Allimul Allamah Syekh Muhammad bin Sulaiman al-Kurdi. Itulah sebabnya ia mengiringi gurunya itu ke Kota Madinah ketika gurunya itu hendak mengajar, mengembangkan pengetahuan agama dan Ilmu Adab serta mengadakan pengajian umum.
Di sinilah empat serangkai kemudian bertemu. Selama di Madinah, 4 Serangkai juga sempat belajar ilmu tasawuf kepada Syekh Muhammad bin Abdul Karim as-Samman al-Madani, seorang ulama besar dan Wali Quthub di Madinah, sehingga akhirnya mereka berempat mendapat gelar dan ijazah khalifah dalam tarekat Sammaniyah Khalwatiyah.
Syekh Abdul Wahab Bugis pulang ke Kerajaan Banjar beriringan dengan kepulangan Syekh Muhammad Arsyad. Oleh Sultan, Syekh Abdul Wahab diangkat menjadi penasihat dan guru spiritual istana, Ia juga mengkader umat, dan ikut membantu membuka kawasan kosong bersama-sama dengan Syekh Muhammad Arsyad untuk dijadikan sentral pendidikan agama.
Syekh Abdul Wahab Bugis memiliki jasa, peranan, dan perjuangan yang besar terhadap perkembangan dakwah, terutama di Kerajaan Banjar (sekarang: Kota Banjarmasin).
Walaupun ia bukan orang Banjar, tetapi ilmu, amal, dan perjuangan hidupnya telah dibaktikan untuk kejayaan Islam di Tanah Banjar.
Baca Juga :
Saat Syaikh Muhammad Arsyad al-Banjari masih berada di Makkah, dia mendengar kabar bahwa anaknya yang bernama Syarifah dari istrinya, Tuan Bajut, sudah beranjak dewasa. Oleh karena itu, dia mengawinkan anaknya tersebut dengan sahabatnya, Abdul Wahab Bugis.
Namun saat Syaikh Muhammad Arsyad kembali ke Banjarmasin (saat itu masih Kerajaan Banjar), ternyata Syarifah telah dikawinkan oleh Sultan dengan seseorang yang bernama Usman dan hubungan perkawinan ini telah melahirkan seorang anak. Dalam hal ini Sultan bertindak sebagai wali hakim, karena wali (ayah)-nya dianggap uzur (karena belajar di Makkah). Padahal dalam ketentuan fikih, kedua perkawinan ini dapat dianggap benar dan sah.
Baca Juga :
Untuk memutuskan permasalahan ini, Syaikh Muhammad Arsyad menetapkan dengan melihat masa terjadinya akad pernikahan. Akad perkawinan yang lebih dulu dilakukan, itulah yang dimenangkan.
Berdasarkan keahliannya dalam bidang ilmu falak dan berdasarkan penelitiannya terhadap kedua perkawinan tersebut, dengan mengaitkan perbedaan waktu antara Makkah dan Martapura, maka dia mendapati bahwa akad perkawinan yang terjadi di Makkah lebih dulu beberapa saat daripada perkawinan di Martapura.
Berdasarkan penelitian ini, ikatan perkawinan antara Syarifah dan Usman dibatalkan, kemudian sahabatnya, Syaikh Abdul Wahab Bugis diresmikan sebagai suami Syarifah yang sah.
Baca Juga :
Hasil perkawinan Abdul Wahab dengan Syarifah binti Syekh Muhammad Arsyad ini kemudian mendapatkan dua anak, masing-masing bernama Aisyah (tidak ada keturunan), Fatimah (kawin dengan HM Said Bugis, memiliki 2 anak. Mereka adalah Abdul Gani (kawin dengan Saudah binti Muhammad As’ad) memiliki 2 anak, tetapi meninggal. Kemudian Halimah (tidak ada keturunan) serta Muhammad Yasin. (tidak ada keturunan)
Wafat
Syekh Abdul Wahab Bugis wafat tidak diketahui secara pasti kapan tahun meninggalnya, tetapi diperkirakan antara tahun 1782-1790M. Tahun ini didasarkan pada catatan tahun pertama kali kedatangannya dan tahun pemindahan makamnya. Semula ia dikuburkan di pemakaman Bumi Kencana Martapura, tetapi oleh Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari – bersamaan dengan pemindahan makam Tuan Bidur, Tuan Bajut (isteri dari Syekh Muhammad Arsyad), dan Aisyah (anaknya Tuan Bajut), makamnya kemudian dipindahkan ke desa Karang Tangah (sekarang masuk wilayah Desa Tungkaran Kecamatan Martapura) pada tahun 1793M.(sumber: wikipedia.org)
Baca Juga :