Scroll ke bawah untuk melanjutkan
Koran Banjar
Koran Banjar
Kriminal & Peristiwa

Petani Ikan Banyak yang Bangkrut, Sejak Banjir Bandang 2014

Avatar
421
×

Petani Ikan Banyak yang Bangkrut, Sejak Banjir Bandang 2014

Sebarkan artikel ini

Petani ikan atau petambak ikan jala apung (keramba) maupun kolam di Kabupaten Banjar, kini sudah banyak yang bangkrut alias gulung tikar. Keadaan itu diawali oleh peristiwa banjir bandang tahun 2014 silam.

KARANG INTAN, koranbanjar.net – Sejak banjir bandang yang menimpa petani ikan keramba di sepanjang sungai Riam Kiwa tahun 2014, banyak sekali petani ikan yang gulung tikar.

Advertisement
Koran Banjar
Scroll ke bawah untuk melanjutkan

Selain disebabkan banjir bandang, juga dikarenakan musim kekeringan hingga yang terbaru mewabahnya virus corona atau Covid-19.

Hal itu dikemukakan Petani sekaligus Pengepul Ikan di Desa Mali-Mali, Kecamatan Karang Intan, Kabupaten Banjar, Tijani Hadi alias Etet.

Petani ikan, Tijani Hadi alias Etet asal Desa Mali-Mali, Kecamatan Karang Intan.(foto:koranbanjar.net)
Petani ikan, Tijani Hadi alias Etet asal Desa Mali-Mali, Kecamatan Karang Intan.(foto:koranbanjar.net)

“Tahun 2014 itu, banyak petani ikan yang bangkrut. Karena ikan mati, bahkan ada petani ikan yang rugi mencapai miliaran rupiah,” ungkapnya saat ditemui koranbanjar.net di lokasi keramba di Desa Mali-Mali.

Dia jelaskan, dulu sebelum peristiwa itu, khususnya di Desa Mali-Mali, setiap 1 keluarga memiliki minimal 1 hingga 2 keramba ikan. Sedangkan penduduk di Desa Mali-Mali tak kurang dari 200 kepala keluarga. Sekarang, hanya kalangan tertentu saja yang tetap bertahan menjadi petani ikan.

Terlebih di saat virus corona sekarang, harga ikan sangat anjlok. “Sekarang harga ikan Rp23.000 sampai Rp24.000 per kilo. Sedangkan modal bibit, pakan serta keramba hingga panen sekitar Rp17 juta (1 keramba). Isi ikan dalam satu keramba yang normal, tidak ada penyusutan dan lainnya menghasilkan satu ton,” jelas Etet.

Nah kalau hasil bersih dari 1 ton ikan, setelah dipangkas penyusutan dan lainnya senilai Rp20 juta. “Hasil 20 juta dipotong modal Rp17 juta, itu artinya untung cuma Rp3 juta. Menunggu hasil itu minimal selama tiga bulan. Berarti satu bulan cuma Rp1 juta. Kira-kira hasil Rp1 juta per bulan itu cukup atau tidak hidup satu keluarga?” paparnya.

Makanya, imbuh dia, masyarakat lebih memilih istirahat menjadi petani ikan. Berbeda saat ekonomi normal, harga ikan menembus antara Rp28.000 hingga Rp40.000 perkilogram.

BACA JUGA

Oleh sebab itu, dia berharap, keadaan ini menjadi perhatian pemerintah daerah. “Tolonglah aparat pemerintah, khususnya kepala daerah, lihat langsung kondisi kami di sini,” pungkasnya.(sir)

Protes RUU Anggota Parlemen Menari Perang Prabowo Ajak Puasa 5 Tahun KPK Lelang Barang Koruptor Gus Miftah Meminta Maaf Gus Miftah Ejek Penjual Es Teh