Masih Ingat Rumah Makan(RM)Pulau Pinang Indah? saat ini nasibnya sungguh menyedihkan. Bagaimana tidak ? Rumah Makan persinggahan berbagai transportasi penumpang mudik maupun balik ini tidak terlihat satupun bis, maupun kendaraan lainnya terparkir disana, layaknya sama sekali tak berpenghuni.
Semua pintu, jendela beberapa bangunan yang berdiri di halaman selebar 100 meter dan panjang 200 meter tersebut dalam 00keadaan tertutup. Papan nama yang terpampang di pinggir jalan, tulisannya hampir hilang, begitu pula hampir seluruh bangunannya tertutup debu jalanan sehingga terlihat redup.
TAPIN, Minggu 22 September 2020
Pada hari dan tanggal itu, pukul 12.00 Wita, jurnalis koranbanjar.net, mencoba mengorek dan mencari tahu sebab musabab tutupnya rumah makan yang terletak di Desa Pulau Pinang, Binuang Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan ini.
“Asalamualaikum, permisi,” ucap jurnalis saat berdiri di depan pintu sebuah rumah paling pojok belakang bangunan Rumah Makan Pulau Pinang.
“Waalaikumsalam,” sahut suara lelaki tua dari dalam rumah
Berselang 5 menit, keluarlah seorang laki-laki yang diperkirakan berusia 50 tahun dengan mengenakan baju kaos lengan pendek berkerah, sembari menatap jurnalis dengan raut muka penuh tanda tanya.
“Ada apa ya? dari mana?,” tanyanya.
Setelah jurnalis memperkenalkan diri dan mengutarakan maksudnya, lelaki itu mempersilahkan duduk. “silahkan duduk,” suruhnya.
Lelaki tersebut diketahui bernama Fazrianoor, tidak lain adalah pengelola sekaligus pemilik Rumah Makan Pulau Pinang Indah.
Dalam wawancara berdurasi cukup panjang itu, Fazri biasa ia dipanggil menuturkan, rumah makan ini sudah lama tutup sejak wabah Corona(Covid-19) melanda di Bumi Lambung Mangkurat.
“Kami tutup sejak mulai Corona terjadi, kalau tidak salah mulai maret sampai sekarang, mungkin 6 bulan lebih,” ujarnya sembari tersenyum menutupi kesedihan.
Sejak bulan itu, lanjut Fazri. Tidak ada omset penjualan yang masuk, artinya pemasukan selama tidak berjualan hilang ratusan juta rupiah bahkan bisa dikatakan lebih.
Lantas, biaya darimana untuk menutupi kebutuhan makan sehari-hari ditambah biaya listrik penerang bangunan di tanah 80 buah kendaraan memenuhi halaman rumah makan ini.
“Makan dari tabungan yang ada, termasuk biaya listrik dan air, semuanya diambil dari simpanan,” ucapnya.
Lebih jauh dirinya bercerita, dahulu sebelum terjadi pandemi Corona, satu hari kurang lebih 50 bis singgah di RM. Pulau Pinang, belum lagi ditambah kendaraan lainnya.
Namun sekarang, seiring waktu berjalan. Orang sudah banyak memiliki motor sendiri, tidak lagi menggunakan bis maupun taksi untuk transportasi mudik atau dari luar provinsi menuju Banjarmasin.
“Sekarang paling banyak 7 buah bis yang mampir, mobil pribadi paling banyak cuma 3 buah,” keluh Fazri.
Ketika melihat tidak ada kepastian kapan berakhirnya wabah Corona ini, ditanya apakah dirinya nekad buka kembali rumah makan.
Fazri mengaku belum berani berspekulasi, alasannya pelanggan saat ini hanya tinggal bis, kendaraan lainya sangat jarang. Dan menurutnya, kalau sekali buka harus mengeluarkan modal yang tidak sedikit, termasuk membayar tenaga pelayan.
“Saat ini kan bis jalur provinsi masih belum bisa beroperasi, nanti kecuali bis jalan, kemungkinan kami buka kembali, ” janjinya.
Dulu, ungkap Fazri, pelayan Rumah Makan Pulau Pinang berjumlah 30 orang. Sekarang hanya 7 orang. Karena tidak bisa menggaji, akhirnya dipulangkan ke kampung asal mereka.
Dirinya berharap keadaan segera normal kembali seperti semula, dan Rumah Makan Pulau Pinang Indah bisa buka lagi.
“Mudah-mudahan wabah ini lekas berlalu, agar kami dapat berjualan lagi,” harapnya sembari mengatakan tidak ingin buka usaha lain dengan alasan tidak memiliki keahlian selain di bidang kuliner.
Sejarah Singkat Rumah Makan Pulau Pinang Indah
Berawal dari rumah bekas warung berukuran 4×5 dengan kontrak 1 juta selama 3 tahun. Fazrianoor bersama istrinya Auliya Rahmawati saat ini berusia 45 tahun, mulai merintis usaha jualan makanan ringan seperti dodol, permen dan lain sebagainya beralaskan di atas meja yang dirapatkan di depan rumah.
“Mulai usah di bidang jualan makanan itu tahun 1985. Rumah kami kala itu sangat kecil hanya berukuran 4×5, disitu tempat makan, disitu pula tempat tidur. Terus kalau sudah mau tutup, mejanya diangkat dibawa masuk, besok kalau mau jualan gelar lagi,” kenangnya.
Diganggu Makhluk Halus
Selama 6 bulan berjalan, Fazri mengisahkan usahanya selalu diganggu makhluk halus. Hampir setiap malam jumat salah satu pelayannya kesurupan.
“Kadang menangis, kadang berjoget, dan selama 6 bulan itu pula, modal usaha selalu habis, keuntungannya tidak ada, malah rugi terus,” akunya.
Berbagai upaya dilakukan baik dengan cara logis maupun di luar akal nalar untuk menghilangkan gangguan bangsa Jin tersebut.
Akhirnya semua teratasi, kejadian itu tidak pernah muncul lagi. Dan sejak saat itu usaha anak Haji Tabri pedagang partai konfeksi di Pasar Ujung Murung ini mulai meningkat.
Memasuki tahun ke dua dan ke tiga, 1987. Fazri menambah bidang usahanya, selain jualan makanan ringan, dirinya mulai membuka warung makan, dinamai Warung Makan Ruhui Rahayu.
Melihat larisnya jualan Fazri bersama istrinya, sang pemilik bangunan dan tanah minta sewanya dinaikan. Merasa tidak sanggup, akhirnya Fazri berpikir ingin mencari tempat lain.
Singkat kata, tahun 1987 dengan modal pinjam di Bank, Fazri membangun rumah makan di atas tanah berukuran 100 meter ×200 meter yang dibelinya.
Hingga sekarang bangunan tempat tinggal dan rumah makan itu ditempati bersama anak istrinya. Rumah makan ini Ia beri nama Pulau Pinang Indah.
Pulau Pinang diambil dari nama desa setempat, yakn Desa Pulau Pinang, Binuang Kecamatan Tapin.
“Agar orang mudah mengingat dan memanggilnya,” demikian penuturan singkat Fazrianoor kepada koranbanjar.net.
Abdurrahman Leonsyah
Jurnalis koranbanjar.net