TAMBANG ULANG, KORANBANJAR.NET – Di balik maraknya keberadaan warung jablai (istilah warga Kalsel menyebut warung remang-remang, red) di sepanjang Jalan Pulau Sari, Desa Pulau Sari, Kecamatan Tambang Ulang, Kabupaten Tanah Laut (Tala), diduga ada praktik prostitusi terselubung di dalamnya.
Hal ini membuat tim koranbanjar.net menelusuri kebenaran dugaan praktik prostiutsi ini ke salah satu warung remang-remang yang berada di Jalan Pulau Sari tersebut.
Dalam wawancara tersembunyi yang dilakukan tim koranbanjar.net, Senin (10/12/2018), kepada pemilik warung, Putri (24) –bukan nama sebenarnya–, ia mengaku menawarkan penjaga warungnya, Dara (19) –bukan nama sebenarnya–, secara diam-diam ke para lelaki pengunjung warung dengan tarif kencan seharga Rp 350 ribu.
Putri menceritakan, dari bayaran Rp 350 ribu per sekali main yang diterima Dara, ia mendapat bagian uang Rp 75 ribu.
“Saya punya satu cewek yang bisa diboking (Dara, red). Ia baru berusia 19 tahun. Tarifnya Rp 350 ribu per sekali main. Dari tarif tersebut, saya mendapat bagian cuman Rp 75 ribu,” ungkap Putri yang merupakan warga Desa Pulau Sari ini.
Putri yang pada saat itu berada di warungnya, membeberkan, dari sekian banyak warung jablai di Jalan Pulau Sari, ia mengetahui ada empat warung yang penjaga warungnya bisa diboking.
Di waktu yang sama, Dara membenarkan kepada koranbanjar.net bahwa apa yang telah diceritakan Putri itu memang benar adanya.
Bahkan, menurut Dara, dalam menjajakan tubuhnya, ia tidak mempunyai tempat khusus.
Setelah tarif kencan disepakati, maka sang pelanggan bebas memilih tempat kencan dimana saja.
“Biasanya saya dibawa ke hotel yang ada di Pelaihari. Namun ada juga pelanggan saya yang sudah ‘kebelet’, lalu mintanya di kamar warung sini saja. Itu jika pengunjung warung sedang sepi. Kamar warung ini adalah kamar tidur saya yang disediakan pemilik warung,” bebernya.
Meskipun tempat yang dipilih biasanya adalah hotel di Pelaihari, namun Dara mencertiakan, tak jarang ada lelaki hidung belang yang memilih tempat untuk menikmati tubuhnya di semak-semak belakang warung.
Dara mengaku sudah dua tahun menjadi PSK, namun bekerja di warung remang-remang milik Putri sekaligus menjadi PSK, ia kerjakan baru empat bulan ini.
Ia mengisahkan, terpaksa melakukan pekerjaan sebagai penjaja cinta bagi para lelaki hidung belang lantaran tuntutan ekonomi serta latar belakang orangtuanya yang kurang harmonis dan meninggalkannya setelah keduanya bercerai.
“Sebenarnya saya sangat terpaksa bekerja seperti ini. Namun karena faktor ekonomi dan tidak ada kasih sayang dari orang tua saya yang telah lama bercerai, lalu saya terjerumus menjadi seperti saat ini,” tutur remaja berambut panjang ini.
Saat dimintai tanggapan oleh tim koranbanjar.net, salah satu warga Jalan Pulau Sari yang namanya tidak ingin dikorankan, mengaku tidak tahu tentang adanya dugaan praktik prostitusi di warung jablai yang berada di dekat rumahnya itu.
“Saya sama sekali tidak tahu. Saya kira cuma warung jablai biasa aja. Selama ini warung-warung di sini sering dirazia polisi dan Satpol PP, tapi tidak pernah ditemukan apa-apa, paling cuman dapat minuma keras. Batas buka warung-warung di situ cuma sampai jam 12 malam aja,” ujar pria berusia 45 tahun itu.
Selaku warga Desa Pulau Sari, dirinya mengatakan, apabila dugaan praktik prostitusi ini benar, maka ia berharap petugas hukum terkait bisa segera mengungkap dan menertibkannya.
“Agar kami selaku warga di sini tidak terjerumus ke dunia prostitusi itu,” katanya.
Dari pantauan langsung tim koranbanjar.net, tak kurang ada 20 warung jablai berjejeran sepanjang sekitar 200 meter di Jalan Pulau Sari. Jarak rata-rata antara satu warung ke warung lainnya pun cukup berdekatan. (mj-031/dny)