HULU SUNGAI SELATAN, KORANBANJAR.NET – Dalam masyarakat Dayak Meratus di Kecamatan Lokasdo, setiap dusun atau kampung adat dipimpin oleh seorang pengulu adat atau kepala kampung adat.
Setiap pengulu adat di kampung adat dipilih langsung dalam musyawarah masyarakat yang dilaksanakan di balai adat yang ada di setiap dusun.
Tokoh dusun yang terpilih menjadi pengulu adat atau kepala kampung adat berperan langsung menjadi pemimpin di kampungnya. Selain itu pengulu adat juga memunyai kewajiban memimpin acara aruh adat (ritual syukuran atas hasil panen) serta mengawinkan atau memutuskan perceraian hubungan suami istri warganya secara adat.
Di Kampung Kadayang misalnya, kampung adat yang secara admindistratif termasuk dalam Desa Haratai RT 3 Kecamatan Loksado, Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS) itu, dipimpin oleh seorang pengulu adatnya, Noliono alias Innul.
Pengulu adat setengah baya itu menceritakan kriteria pengulu adat di Kampung Adat Dayak Meratus biasanya adalah tokoh adat yang memiliki keahlian spiritual dalam mengobati suatu penyakit dengan ritual tertentu. Selain itu pengulu adat juga harus memiliki jiwa pemimpin dan bisa mejadi seorang balian dalam sebuah upacara adat Dayak Meratus.
“Memang banyak masyarakat yang bisa melakukan ritualnya, tapi secara adat mereka tidak boleh melakukannya karena harus pengulu adat yang melakukan,” ujar Innul yang sehari-harinya bekerja sebagai petani itu, saat ditemui koranbanjar.net, akhir April lalu.
Menurut Awat (Kakek), panggilan akrab Innul, dirinya sudah dua puluh tahunan menjabat sebagai pengulu adat di Kampung Kadayang.
“Jabatan pengulu adat tidak terbatas waktu, kecuali sudah meninggal baru akan diganti dengan memilih kembali pemimpin baru,” katanya.
Pria penganut kaharingan (animisme) itu mengisahkan pemilihan pengulu adat yang diadakan di balai adat tidak dilakukan warga secara tertutup melalui pemungutan suara, melainkan dengan terbuka melalui musyarawah warga yang apabila sudah menemui kesepakatan, maka pengulu adat ditunjuk langsung dalam musyawarah pemilihan pengulu adat tersebut.
Meski mempunyai pemimpin di kampung adatnya masing-masing, tak terdengar kisah dari Innul ada warganya di Kampung Kadayang yang saat ini berjumlah dua ratusan orang dengan mayoritasnya bertani padi gunung itu bergesekan dengan Ketua RT setempat atau Kepala Desa Haratai karena berbeda pendapat atau kehendak.
Setiap Ketua RT di kampung adat masyarakat Dayak Meratus tak ada bedanya dengan Ketua RT pada umumnya. Mereka tetap bekerja mengatur, mengurus, dan melayani kepentingan serta kebutuhan administratif masyarakat dalam membantu pemerintahan desa. Sama halnya dengan kepala desa di Desa Haratai dan di desa-desa yang berada di wilayah Loksado lainnya, mereka tetap bekerja sebagaimana fungsinya menjadi kepala desa.
Sementara pengulu adat atau wakil damang di setiap kampung adat masyarakat Dayak Meratus hanya merupakan kepanjangan tangan dari damang suku Dayak Meratus yang berkewajiban memimpin warganya secara adat. (*)