Scroll ke bawah untuk melanjutkan
Koran Banjar
Koran Banjar
Religi

Datanglah Jika Ingin, Pergilah Selagi Mungkin

Avatar
1005
×

Datanglah Jika Ingin, Pergilah Selagi Mungkin

Sebarkan artikel ini

“Panggil saja, Ben,” ucapku saat ia mulai siuman. Kuceritakan semua yang terjadi dan meminta maaf karena terpaksa membopongnya masuk ke dalam rumah.

“Terimakasih,” ucapnya berusaha bangun sambil mengusapkan telapak tangannya di kepala.

Advertisement
Koran Banjar
Scroll ke bawah untuk melanjutkan

Aku menduga kepalanya sakit gara-gara terbentur lantai. “Apa perlu kuantar ke rumah sakit?”

“Jangan, tidak usah. Sebentar lagi juga membaik,” cegahnya menolak. “Jadi kamu melihat apa yang kulakukan ketika menangis tadi?”

“Tenang saja, aku tidak akan menceritakannya kepada siapa pun,” jawabku agar membuatnya merasa nyaman. Aku yakin baginya itu sangat memalukan, apalagi di hadapan seorang lelaki yang tak ia kenal sebelumnya.

“Kamu pasti heran kenapa aku bisa sampai seperti itu?”

“Tidak perlu kamu ceritakan sekarang. Sebaiknya istirahat saja dulu,” pintaku meski dugaannya memang benar. Siapa pun pasti penasaran jika dihadapkan dengan peristiwa tadi. Kesedihan semacam apa yang bisa membuat perempuan itu hingga jatuh pingsan? Apakah perempuan itu menyimpan penyakit kronis di dalam tubuhnya?

“Boleh aku melihat kuku jari tanganmu?”

Deg..! Sontak tatapanku menabrak wajah perempuan itu. Ada percikan ingatan yang semula mengendap kembali meruap. Akh, tidak mungkin, pikirku!

“Maksudmu?”

“Mmm…coba kulihat?” pintanya sedikit memaksa agar aku menunjukan jari tangan.

“Bagaimana kalau aku bantu memotongnya supaya bersih?”

Astaga, pikirku. Jangan-jangan…Aku segera menepis semua ingatan tentang percakapanku sore tadi.

“Tidak usah. Aku bisa melakukannya sendiri,” tolakku.

Ia lantas terdiam dan menutup wajahnya dengan kedua belah telapak tangan. Suara isak tangisnya membuatku terkejut.

“Kenapa menangis lagi?”

Ia menggelengkan kepala pelan, mengusap air matanya dengan jari-jari tangan. “Sekali lagi, bolehkah aku memotong kukumu?” ucapnya penuh harap sehingga membuatku sulit menolak.

Aku menyerah. Ia tolehkan wajahnya ke kanan dan kiri mencari sesuatu. Setelah memastikan apa yang sedang dicarinya, aku bergegas mengambil alat pemotong kuku di antara pot-pot bunga yang tadi sempat kurapikan.

“Seharusnya ini tidak perlu,” ucapku pelan saat menyerahkan alat pemotong kuku. Ia seperti tak peduli.

Sesekali kuperhatikan wajahnya saat memotong kuku jari tanganku. Wajah muram yang masih menyisakan kesedihan berangsur hilang. Ya, serupa matahari pagi yang perlahan berseri. Ada kegembiraan di wajahnya.

“Kupikir ini bisa menjadi peluang usaha baru?” Meski tidak lucu, dia menanggapinya dengan tersenyum. Darahku pun mendesir. Senyum yang teramat manis pujiku dalam hati.

“Sudah selesai!” ucapnya ringan.

Kali ini aku tak bisa mengelak lagi. Ya. Benar! Dia adalah perempuan pemotong kuku yang dibicarakan orang-orang. Aku tersenyum melihat hanya kuku jempol jari tanganku saja yang ia potong. Itu pun hanya satu jempol.

“Yakin tidak dipotong semuanya?” selidikku.

Ia tersenyum sekali lagi, namun jauh lebih indah dari sebelumnya. Sebuah senyuman yang tampak tulus dan membuatku merasa nyaman. Akh, jangan-jangan karena senyumnya itu orang-orang rela menunggu?

“Kamu boleh datang lagi besok jika ingin dilanjutkan,” jawabnya beralasan.

Benar kata mereka sore tadi. Aku bisa memahami kenapa mereka penasaran. Seandainya malam tak semakin larut, aku ingin sekali mengulur waktu untuk mencari tahu alasannya.

“Baiklah, besok aku akan datang lagi kemari. Sebelum pamit, sekali lagi aku memastikan ia bakal baik-baik saja. Bagaimana pun, aku menaruh cemas akibat kejadian tadi.

“Aku baik-baik saja, bahkan jauh lebih baik sebelum kamu datang tadi.”

Jika ada apa-apa tolong kabari aku segera,” pintaku mengeluarkan kartu nama dari dalam dompet.

Ia pandangi kartu nama itu. “Benny Saputra,” gumamnya sambil menarik napas dalam. “Ben..!” panggilnya.

“Ya…!”

“Besok, datanglah jika kau ingin, pergilah selagi mungkin,” ucapnya tanpa penjelasan dan akhirnya aku pun harus segera pulang.


(Bersambung ke BAB 2: Luka di Lipatan Rindu)

Judul: Perempuan Pemotong Kuku

Karya: Harie Insani Putra

Pantau Updatenya di halaman daftar isi.

 

Protes RUU Anggota Parlemen Menari Perang Prabowo Ajak Puasa 5 Tahun KPK Lelang Barang Koruptor Gus Miftah Meminta Maaf Gus Miftah Ejek Penjual Es Teh