Scroll ke bawah untuk melanjutkan
Koran Banjar
Religi

BPJS Naik: Penguasa Dinilai Beratkan Rakyat Kecil dan Menambah Masalah

Avatar
557
×

BPJS Naik: Penguasa Dinilai Beratkan Rakyat Kecil dan Menambah Masalah

Sebarkan artikel ini

KORANBANJAR.NETRencana pemerintah menaikkan iuran BPJS Kesehatan secara serentak dinilai memberatkan masyarakat, khususnya bagi warga yang ekonominya menengah ke bawah. Lebih dari itu, justru berpotensi menambah masalah yang ada.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengusulkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan saat rapat bersama Komisi IX dan Komisi XI DPR di Jakarta, Selasa (27/8/2019.

Advertisement
Koran Banjar
Scroll ke bawah untuk melanjutkan

Kenaikan ini oleh Menkeu, rencananya bakal diberlakukan awal 2020. Namun Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Puan Maharani menyebut kenaikan tarif berlaku 1 September 2019.

Tak tanggung-tanggung, kenaikan iuran yang diusulkan mencapai 100 persen. Secara rinci, berikut kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang akan disetujui Presiden Jokowi pada pekan ini.

  • BPJS Kesehatan Kelas I naik 2 kali lipat, dari semula Rp80.000 menjadi Rp160.000.
  • BPJS Kesehatan Kelas II naik dari Rp51.000 menjadi Rp110.000.
  • BPJS Kesehatan Kelas III naik dari Rp25.500 menjadi Rp42.000.

Seperti banyak diwartawakan oleh media-media, kenaikan iuran BPJS Kesehatan dilatarbelakangi jumlah defisit yang meningkat tiap tahunnya. Bahkan sekarang ini sudah diperkirakan mencapai 32,8 triliun.

Sri Mulyani mengungkapkan, dari temuan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), defisit terjadi karena masih banyak badan usaha atau perusahaan yang belum mendaftar BPJS Kesehatan.

Selain belum terdaftar, ada juga badan usaha yang dengan sengaja mengurangi jumlah karyawan untuk mengurangi pembayaran kewajiban terhadap negara.

Sementara Direktur Keuangan BPJS Kesehatan, Kemal Imam Santoso menjelaskan, defisit ini terjadi karena banyaknya masyarakat yang menunggak. Saat ini saja, seperti dikutip dari liputan6.com, dari 224 juta peserta JKN per Jumat (23/8/2019), peserta yang paling banyak menunggak iuran dari jenis Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) atau Mandiri.

“Ada sekitar 15 juta peserta jaminan kesehatan menunggak pembayaran iuran. Estimasi kita pada current running seperti ini Rp 28,5 triliun. Ini carried dari tahun lalu Rp 9,1 triliun plus yang ada tahun ini kan Rp 19 triliun,” kata Kemal.

Menambah Masalah

Namun, apakah dengan menaikkan iuran bisa menutup defisit yang diakibatkan banyaknya iuran menunggak? Secara matemateka mungkin benar,  namun di sisi lain, tentu memberatkan bagi masyarakat yang perekonomiannya menengah ke bawah yang justru membuka peluang lebih banyak penunggakkan iuran. Ringkasnya, yang murah saja masih menunggak apalagi mahal.

Seperti diungkapkan Isnawati (35 tahun) warga Desa Sungai Tabuk Keramat, Kecamatan Sungai Tabuk, Kabupaten Banjar. Menurutnya, dengan menaikkan iuran BPJS Kesehatan tentu memberatkan warga yang ekonominya rendah.

Hal ini lanjutnya, berpotensi menambah masalah karena akan lebih banyak yang enggan bayar iuran BPJS Kesehatan.

“Andai yang dinaikkan itu khusus untuk kelas 1 dan 2 saja mungkin tidak begitu masalah, karena mereka kan lebih banyak penghasilan. Coba bagi warga yang hanya berpenghasilan 50 ribu perhari misalnya, untuk biaya anak bini saja belum tentu cukup, apalagi beban membayar BPJS yang makin membengkak,” jelasnya kepada koranbanjar.net, Jumat (30/8/2019).

Hal ini terbukti dengan pengakuan Azizah (23 tahun) warga Kelurahan Pesayangan, Kecamatan Martapura Kota, Kabupaten Banjar. Ibu satu anak ini mengaku masih bingung apakah BPJS-nya yang golongan 3 sekarang ini bakal dilanjutkan atau tidak.

Pasalnya, untuk biaya hidup keluarga saja ujarnya, sudah pas-pasan dengan penghasilan bersih sang suami 1,8 juta rupiah.

Aziah mengakui, untuk membayar BPJS yang jumlahnya Rp 25.500 saja sudah memberatkan keluarganya, bahkan akunya, sempat setahun menunggak BPJS.

“Bagi saya, saya tidak setuju dengan kenaikkan iuran BPJS ini karena sangat memberatkan. Coba bayangkan, 42.000 dikali 3 orang: Rp126.00. Yang 25 ribu saja kita menunggak. Saya masih bingung apakah diteruskan (BPJS) atau tidak, nanti diskusikan dulu sama suami,” tuturnya kepada koranbanjar.net.

Selain berpotensi makin banyak yang menunggak iuran BPJS, juga ada potensi minat masyarakat menurun untuk berbagung menjadi anggota penerima bantuan iuran (PBI) BPJS Kesehatan. Terlebih di mata masyarakat, khususnya di Kalsel; pengguna BPJS sudah terkenal dinomorduakan soal pelayanan oleh pihak rumah sakit.

Seperti yang diungkapkan Muhammad, warga Tambak Anyar, Kecamatan Martapura Timur, Kabupaten Banjar, dirinya mengaku tambah tidak tertarik dengan BPJS. Alasannya, selain beban iuran yang makin memberatkan, juga pelayanan pihak rumah sakit yang menurutnya mengecewakan.

Masalah lain juga ia ungkapkan, ketika hanya mampu di golongan 3 BPJS, namun jika suatu ketika penyakit yang diderita memerlukan penanganan dan mau tidak mau harus naik kelas ke VIP.

“Jika dalam keadaan demikian maka BPJS akan sia-sia. Sebab ketika ingin naik kelas pelayanan karena sudah mendesak; BPJS tidak berpihak kepada kita, seakan-akan masyarakat bawah tidak boleh mendapat fasilitas yang lebih layak. Memang saya tahu seperti itu aturannya, tapi apakah kebijakan seperti ini berpihak kepada rakyat kecil?” terang Muhammad.

Dirinya mengaku hingga saat ini masih enggan menggunakan BPJS karena tidak ingin dikecewakan dengan pelayanan pihak rumah sakit. Hal itu ia ungkapkan, sesuai pengalaman pribadinya saat ikut merawat mertuanya di rumah sakit yang merupakan anggota PBI BPJS golongan 3 beberapa waktu lalu. terlebih tambahnya lagi, iuran BPJS mencapai 100 persen kenaikan, dirinya mengaku makin mantap tidak menggunakan BPJS.

Eko Ari Wijaksono (32 tahun), warga Sungai Sipai, Kecamatan Martapura Kota, Kabupaten Banjar menjelaskan, pun ia mengaku tidak setuju dengan rencana kenaikan BPJS Kesehatan, namun dirinya belum terbesit untuk meninggalkan BPJS.

Ia memberikan catatan, akan setuju dengan kenaikan iuran BPJS jika perekonomian semakin membaik, dalam artian pendapatan masyarakat akan seimbang dengan pengeluaran, dan hal ini yang harus dicarikan solusi oleh penguasa.

Selain itu, ia juga menginginkan pelayanan yang maksimal bagi pengguna BPJS. “Contohnya seperti kekosongan obat di Depo BPJS. Hal ini pernah saya alami dan mau tidak mau harus membeli obat di luar. Selain itu pernah juga pihak PMI enggan memberikan darah, padahal saat itu sangat memerlukan darah, alasan mereka pihak rumah sakit menunggak utang dengan PMI, lantarab BPJS juga menunggak utang sama pihak rumah sakit,” tandas Eko yang juga pemilik golongan 3.

BPJS Watch: Masyarakat Bawah Terbebani

Koordinator BPJS Watch Timboel Siregar menyebut dampak kenaikan iuran BPJS Kesehatan akan dirasakan kepada peserta mandiri atau non PBI yang harus membayar iuran sendiri. Hal ini berkaitan dengan tunggakan iuran BPJS Kesehatan bisa makin besar.

Ia menjelaskan, kenaikan iuran BPJS Kesehatan sudah ada ketentuannya pada pasal 38 ayat (1) Perpres Nomor 82 Tahun 2018. Kendati demikian, tetap harus dipikirkan lagi seberapa besar jumlah kenaikan agar tidak terlalu besar naiknya,” jelas Timboel, Kamis (29/8/2019), dinukil dari liputan6.com.

“Yang dikhawatirkan nanti, tunggakan iuran BPJS Kesehatan makin besar. Per 30 Juni 2019 saja tunggakannya Rp 2,4 triliun. Itu baru iuran satu bulan, lantas bagaimana 11 bulan lainnya. Selain itu, jumlah peserta non-aktifnya juga 50,9 persen, sedangkan yang aktif 49,1 persen. Tipis sekali perbedaannya. Tentunya, tunggakan akan makin besar,” Timboel menerangkan.

Timboel memprediksi, kenaikan iuran ini bakal membebani peserta JKN dari kalangan bawah.

“Apalagi masyarakat dari kalangan bawah. Untuk kebutuhan sehari-hari saja sulit, lantas bagaimana bila iuran BPJS Kesehatan naik. Contohnya, bisa saja mereka nantinya lebih mengutamakan bayar listrik dibanding bayar iuran BPJS Kesehatan,” Timboel menerangkan.

Dampak kemungkinan lain, “Adanya BPJS Kesehatan ini kan bagus ya supaya masyarakat lebih aware (perhatian) terhadap kesehatan. Ketika sakit, mereka punya kesadaran pergi ke faskes terdekat. Intinya lebih berani berobat,” papar Timboel.

Kembali Ke Obat Warung

Lebih lanjut ia mengatakan, kemungkinan menggunakan layanan BPJS Kesehatan turun bisa terjadi. “Masyarakat mungkin akan memilih menahan sakit daripada berobat ke faskes. Ya, sudahlah sakit sedikit ini, ditahan-tahan saja.’ Pilihan lain, mereka mungkin lebih memilih menggunakan ‘obat warungan’ (obat yang dibeli di warung) buat diminum,” ucapnya.

Iuran BPJS Kesehatan yang naik pun kemungkinan berdampak pada kejadian perpindahan kelas. Hal ini bisa terjadi pada peserta kelas I yang bisa pindah kelas II.

Ada juga kemungkinan mereka menggunakan layanan BPJS Kesehatan tatkala sangat membutuhkan. Pindah kelas ini juga memengaruhi jumlah total iuran yang masuk. Artinya, total target pemasukan iuran pada masing-masing kelas bisa berkurang dan makin defisit.

“Kita kan sedang bermasalah juga dengan defisit BPJS Kesehatan. Adanya kenaikan iuran ini bukannya memperbaiki anggaran, tapi bisa membuat BPJS Kesehatan makin defisit,” ujar Timboel.

Menaikkan Pajak Rokok Jadi Solusi

Pengamat Asuransi Irvan Rahardjo dan Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi keduanya sepakat untuk tidak membebani rakyat kecil, pemerintah menarik lebih banyak anggaran dari hasil cukai rokok untuk menekan defisit BPJS Kesehatan.

Namun demikian, solusi ini juga akan menimbulkan dampak lain yaitu akan menjadi kampanye positif bagi konsumsi rokok.

“Cukai juga menjadi solusi tapi belum diterapkan saat ini. Cukai solusi baik, tapi menjadi kampanye positif merokok karena menjadi penyumbang BPJS,” tandas Raharjo.

Tulus Abadi menambahkan, sebaiknnya pemerintah juga melakukan relokasi subsidi energi selain menaikkan cukai rokok.

“Sebagian dari subsidi energi yang masih mencapai Rp 157 triliun, sebagiannya bisa direlokasikan menjadi subsidi BPJS Kesehatan atau yang urgen adalah dengan menaikkan cukai rokok secara signifikan,” ucapnya di Jakarta, Kamis (29/8/2019). (dra)

Protes RUU Anggota Parlemen Menari Perang Prabowo Ajak Puasa 5 Tahun KPK Lelang Barang Koruptor Gus Miftah Meminta Maaf Gus Miftah Ejek Penjual Es Teh