Harga bawang merah dan daging ayam di Kalimantan Selatan melonjak dalam beberapa pekan terakhir. Kenaikan harga itu disebabkan minimnya ketersediaan kedua barang tersebut.
BANJARMASIN, Koranbanjar.net – Dari pantauan Dinas Perdagangan (Disdag) Kalsel di Pasar Kayumanis, harga bawang merah saat ini mencapai Rp 52 ribu per kilogram. Tingginya harga bawang merah di salah satu pasar agen bawang di Banjarmasin itu kemudian berpengaruh pada harga eceran di pasaran, seperti Kalindo Antasari, Pasar Lama, dan berbagai pasar lainnya.

“Harga bawang di daerah bahkan berkisar dari Rp 60 ribu sampai Rp 70 ribu per kilogram. Memang harga modalnya sudah tinggi, yakni Rp 50 ribu sampai Rp 60 ribu per kilogram,” kata Kepala Disdag Kalsel Birhasani, Rabu (10/6/2020).
Itupun masih harga bawang merah kotor. Jika dibersihkan, maka beratnya akan menurun dan harganya meningkat menjadi Rp 70 ribu.
Selain disebabkan terbatasnya ketersediaan, kenaikan harga bawang merah saat ini juga disebabkan karena berbagai daerah pemasok bawang belum memasuki musim panen.
“Tapi sekarang sudah bulan Juni, diperkirakan seminggu ke depan daerah seperti Nusa Tenggara Barat, Jawa Timur, maupun Sulawesi sudah banyak yang panen, tapi sampai ke Banjarmasin diperhitungkan pada akhir Juni,” terangnya.
Menurut Birhasani, Disdag Kalsel sudah mengonfirmasi Kementerian Perdagangan agar stok bawang merah bisa disuplai merata secara nasional.
“Informasinya dari kementerian belinya saja sudah mahal. Harga beli produksi sekitar Rp 45 ribu per kilogram, belum lagi biaya membawa ke Kalsel. Jadi pantas saja kalau sampai ke tempat kita harga grosirannya mencapai Rp 50 ribuan per kilogram,” ungkapnya.
Birhasani mengabarkan, meski stok terbatas, namun pemerintah pusat tidak tidak akan mengimpor bawang merah. “Karena sebagian daerah sudah mulai panen, tapi tentunya stok masih terbatas. Insya Allah akhir Juni panennya sudah lebih besar lagi, sehingga harga bawang merah akan lebih turun,” ujarnya.
Sementara harga bawang putih, justru sebaliknya. Saat ini harganya turun antara Rp 28 sampai 30 ribu per kilogram dari sebelumnya Rp 45 ribu per kilogram. “Walaupun impor tapi karena barang banyak maka harga akan turun,” ujarnya.
Sedangkan harga daging ayam yang berasal dari Kalsel sendiri saat ini harganya meningkat menjadi Rp 40 ribu per kilogram. Harga tersebut melampaui harga eceran tertinggi (HET) yang seharusnya hanya Rp 35 ribu per kilogram.
Menurut perhitungan Birhasani, seharusnya jika pemerintah menetapkan HET daging ayam dari pedagang ke konsumen Rp 35 ribu, maka HET ayam hidup semestinya Rp 19 ribu atau Rp 20 ribu per kilogram.
“Tapi nyatanya harga ayam hidup yang kita beli dari para peterrnak itu sekarang berkisar dari Rp 28 ribu sampai Rp 29 ribu per kilogram. Itu ada kenaikan sampai 9 ribu,” tuturnya.
Terkait kenaikan harga tersebut, Birhasani mengaku Disdag Kalsel juga sudah mengonfirmasi pihak dinas peternakan. Pihaknya mengingatkan apabila ingin menekan harga ayam di pasaran, maka turunkan terlebih dahulu harga belinya di dari para peternak.
“Kita konfirmasi juga para peternak kemarin, terutama harga anak ayam. Ternyata harga bibitnya sudah ada kenaikan juga menurut perhimpunan perunggasan. Jadi, kemungkinan juga ini para peternak kota mau mengembalikan modal karena ayam sebelum bulan puasa sampai menjelang Idulfitri sangat murah, waktu itu harganya Rp 20 ribu sampai 23 ribu,” bebernya.
Harga murah sebelumnya, sambung dia, karena memang pihak peternak kelebihan produksi.
“Sampai 3 bulan mereka mengalami kerugian karena perhitungan mereka lepas. Mereka mengira menjelang bulan puasa sampai Idulfitri harga ayam mahal karena biasanya keperluan masyarakat tinggi. Kenyataanya malah sebaliknya karena ada musibah Covid-19, maka tidak ada bukber, acara besar, tidak ada acara perkwawinan, rapat,” paparnya.
“Akhirnya hukum dagang lagi yang berlaku, kurang barang berarti harganya akan naik. ini yang terjadi penyebabnya masalah harga ayam,” tambahnya.
Dia mengharapkan kenaikan harga ayam seperti saat ini segera normal kembali. “Tadi rugi, hari ini harus mencari untung yang sebenarnya. Kalau konsumen mengurangi pembelian ayam dan pindah ke ikan, kan nanti peternak juga yang kasian,” tutupnya. (ags/dny)