4 Mei 2020
Dalam mengarungi bahtera pernikahan, pasangan suami istri pasti mengalami berbagai persoalan. Tak jarang terjadi perselisihan pendapat di antara mereka.
BANJARMASIN, KoranBanjar.net – Salah satu faktor penyebab perselisihan tersebut adalah sikap nusyuz dari pihak istri.
Secara gamblang, nusyuz bisa diartikan sebagai sikap durhaka yang ditampakkan oleh istri di hadapan suaminya. Dampak dari sikap ini, selain mendapatkan dosa besar, juga hilangnya hak mendapatkan nafkah.
Tindakan yang bisa dilakukan pihak suami bila istri kedapatan nusyuz, yang dijelaskan dalam Al-Qur’an:
وَاللَّاتِيْ تَخَافُوْنَ نُشُوْزَهُنَّ فَعِظُوْهُنَّ وَاهْجُرُوْهُنَّ فِيْ الـمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوْهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوْا عَلَيْهِنَّ سَبِيْلًا إِنَّ اللهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيْرًا
“Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar” (Q.S. An-Nisa:34)
Ada beberapa sikap dan perbuatan istri yang tergolong sebagai nusyuz. Salah satunya adalah menolak ajakan hubungan intim dari suami, berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh sayyidina Abu Hurairah:
إِذَا دَعَا الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ فَأَبَتْ فَبَاتَ غَضْبَانَ لَعَنَتْهَا الـمَلَائِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ
“Apabila suamu mengajak istri berhubungan badan,lalu istri enggan melayaninya, dan karenanya suami marah, maka malaikat melaknatnya sampai pagi hari”
Namun ulama menggarisbawahi bahwa bila ada uzur yang dibenarkan syariat, maka istri boleh menolak ajakan suaminya untuk berhubungan intim, seperti haid, menjalankan puasa wajib, atau sakit yang tidak memungkinkannya untuk memenuhi hajat suami.
Imam Ibnu Hajar dalam kitabnya al-Fatawa al-Fiqhiyyah al-Kubra (4/173) juga menyatakan bahwa menolak ajakan suaminya yang dalam keadaan kotor tidak dikategorikan sebagai tindakan nusyuz.
Beliau juga menjelaskan bahwa kewajiban menghilangkan segala sesuatu yang membuat risih tidak hanya berlaku bagi istri, pun suami juga wajib untuk melakukannya.
Dengan demikian, bila seorang suami sedang dalam keadaan kotor atau bau, maka ia wajib membersihkan diri atau mandi agar bisa memenuhi hajatnya dengan sang istri.
Wallahu a’lam
(Afif Thohir Furqoni/BincangSyariah.Com)