Scroll ke bawah untuk melanjutkan
Koran Banjar
Koran Banjar
Religi

Bakeuda Kalsel Kesal Banyak Perusahaan Tidak Bayar Pajak Alat Berat

Avatar
502
×

Bakeuda Kalsel Kesal Banyak Perusahaan Tidak Bayar Pajak Alat Berat

Sebarkan artikel ini

BANJARBARU, KORANBANJAR.NET – Pihak Badan Keuangan Daerah (Bakeuda) tampak dibuat kesal. Pasalnya, diakatakan Kepala Bidang (Kabid) Pendapatan Pajak Daerah Bakeuda Kalsel, Rustamaji, Pajak Kendaraan Bermotor Alat Berat (PKB AB) milik perusahaan banyak yang menunggak alias belum dibayar. Padahal, menurutnya pendapatan asli daerah (PAD) terhadap pungutan pajak alat berat tersebut sudah ditargetkan senilai Rp 12 miliar.

Kabid Pendapatan Pajak Daerah Bakeuda Kalsel, Rustamaji. (foto: yuli kusuma/koranbanjar.net)

Itu bukan tanpa sebab, saat ditemui koranbanjar.net di kantornya, Kamis (20/6/2019), Rustamaji menjelaskan hal tersebut karena adanya putusan dari Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 15/PUU-XV/2017, tertanggal 10 Oktober 2017 lalu.

Advertisement
Koran Banjar
Scroll ke bawah untuk melanjutkan

Peraturan memutuskan semua definisi kendaraan bermotor disinkronkan dalam UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD), dengan tidak lagi memasukkan alat berat dalam definisi kendaraan bermotor, seperti halnya definisi kendaraan bermotor dalam UU Lalu Lintas.

Rustamaji menyebut perusahaan yang belum membayar pajak alat beratnya setelah putusan MK adalah sejumlah perusahaan pertambangan besar yang ada di Kalsel.

Padahal, disebutkan Rustamaji, berdasarkan UU Nomor  28 Tahun 2009 tentang PDRD, sebenarnya pungutan pajak alat berat masih bisa dipungut dalam jangka tiga tahun setelah putusan dari MK tersebut pada 2017 lalu.

“Karena UU Nomor 28 2009 tentang PDRD belum direvisi (menyesuaikan putusan MK), maka ada diberi jangka waktu tiga tahun untuk merevisi UU tersebut, sehingga sampai 2020 pajak alat berat masih bisa dipungut,” ujarnya.

Akan tetapi, menurutnya, tetap saja pihak perusahaan tersebut tidak mau membayar pajak alat berat dengan dalih berdasar pada putusan MK tersebut.

“Sudah ada pembicaraan dengan pemerintah pusat dan dengan perusahaan terkait, bahkan sudah ada pertemuan, hanya saja hasilnya tidak signifikan. Pihak perusahaan tetap tidak mau membayar pajak,” ucapnya.

Dilanjutkan Rustamaji, hal tersebut mengakibatkan diturunkannya target pendapatan pajak menjadi Rp 6 miliar. “Pendapatan pajak alat berat yang ditargetkan dari tahun 2015-2019 sebesar 12 milyar tidak terealisasi, karena sampai hari ini pendapatan pajak alat berat belum sampai 10 persen. Jadi target tersebut diturunkan menjadi Rp 6 miliar, atau turun menjadi 50% pada tahun 2020,” jelasnya.

Dia menambahkan, sepengetahuan pihaknya, perusahaan yang belum bayar pajak setelah putusan MK lebih percaya dengan program CSR atau semacamnya dibandingkan pajak yang dananya juga dikembalikan ke kas daerah maupun negara. “Kami sudah menagih tapi ya mereka selalu berdalih itu (putusan MK),” tandasanya. (ykw/dny)

Tim redaksi sengaja tidak menyebut nama-nama perusahaan pada berita ini karena kami masih belum mendapat hasil konfirmasi dari perusahaan bersangkutan.

Protes RUU Anggota Parlemen Menari Perang Prabowo Ajak Puasa 5 Tahun KPK Lelang Barang Koruptor Gus Miftah Meminta Maaf Gus Miftah Ejek Penjual Es Teh