Tidak lama lagi 17 Agustus bertepatan dengan hari lahir kemerdekaan bangsa Indonesia, biasanya warga Indonesia memasang bendera sang saka merah putih di depan rumah masing-masing untuk memperingati hari bersejarah itu. Para penjual bendera pun biasanya berjejer di pinggiran jalan dan pembeli juga ramai. Namun itu dulu, sebelum pagebluk Covid-19 ini melanda Indonesia, tak terkecuali kota Banjarbaru, penjual bendera merah putih di Banjarbaru pun merasa tahun ini sangat sepi pembeli.
BANJARBARU, koranbanjar.net – Memang, Corona Virus Disease-2019 (Covid-19) yang menyerang hampir seluruh penjuru dunia ini, sangat merubah pola kehidupan manusia. Bagaimana tidak, virus ini berhasil membuat orang-orang tidak dibolehkan berkumpul- kumpul apalagi membuat acara yang sangat meriah. Tempat suci, tempat manusia mendekatkan diri kepada Tuhannya bagi orang beragama, sempat ditutup.
Apalagi yang hanya sekedar berjalan ke sana kemari untuk sekedar nongkrong dengan teman-teman. Bekerja dibatasi, pariwisata ditutup, anggaran daerah dipangkas, pendapatan daerah merosot lantak.
Beberapa daerah di Indonesia mengatakan, kondisi ini seperti simalakama. Diacuhkan mematikan, ditangani namun belum ada solusi yang efektif, Inilah yang kita hadapi sekarang, inilah yang kita alami sekarang.
Jika kalangan atas banyak merasakan dampak dari Covid yang membingungkan banyak pihak ini, maka Iwan warga kabupaten Garut, provinsi Jawa Barat yang melakoni profesi penjual bendera merah putih di kota Banjarbaru ini juga tak luput dari dampak yang dialami sejumlah kalangan elit.
Ia merasa penjualan bendera di tahun ini sangat berbeda dari tahun sebelumnya. Jika di tahun sebelum pukulan Covid-19 menerpa negara yang katanya kaya sumber daya alamnya ini, Iwan dapat menghasilkan uang hingga 600 ribu rupiah dari hasil berjualan bendera merah putihnya dalam satu hari. Namun kali ini penghasilannya bisa dikatakan ‘tinggi langit tak terjangkau bumi’ dalam pepetah, yang artinya sangat jauh berbeda.
Saat ini, lelaki 47 tahun itu hanya mampu menjual 1 hingga 2 bendera dari pukul 8 pagi hingga azan magrib berkumandang. Iwan membandrol harga bendera dengan ukuran paling kecil seharga 35 ribu rupiah satu lembarnya. Artinya, jika hanya laku 2 lembar, maka uang yang didapatnya 70 ribu rupiah saja. Itupun harus dibagi dengan yang dia sebut bos, atau yang punya barang jualannya.
“Bendera jualan saya ini milik bos juga, jadi nanti berapa hasil seleruh dari penjualan harus dibagi dengannya. yang paling kecil harganya 35 ribu, tapi masih bisa ditawar, masih bisa kurang,” ucapnya dengan sedikit logat khas Sundanya saat tim temui di pinggiran jalan Ahmad Yani Km 33,5 Banjarbaru, Jumat (7/8/2020) sore.
Maklum, lelaki paruh baya itu baru beberapa bulan menjajaki bumi Lambung Mangkurat, meski pernah jualan yang sama di Tarakan, Kalimantan Timur. Namun di sana, warga kebanyakan tidak menggunakan bahasa Banjar seperti di Banjarbaru.
“Kemarin pas waktu saya baru-baru di sini, saya mangkal jualan di Cempaka, beberapa hari itu tidak ada yang beli sama sekali, tidak laku satu bendera pun,” keluhnya tertunduk.
Lelaki berdarah Sunda itu mengaku, dirinya telah mengeluti profesi berjualan bendera yang melambangkan merah darah dan putih tulang ini sudah kurang lebih 5 tahun, namun baru kali ini di Kalsel dari 27 Juli 2020 kemarin.
Nah, bagi pembaca sekalian, khususnya warga Banjarbaru yang belum memiliki bendera untuk dipasang di depan rumah, maupun kantor tempatnya bekerja atau benderanya sudah mulai kusam maupun luntur, bisa membeli bendera merah putihnya di jalan A Yani Km 33,5 Banjarbaru, di samping Bank BNI. (san/maf)