Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Banjarmasin, kembali menggelar sidang lanjutan kasus dugaan tindak pidana korupsi pembangunan RS Kelua, Tanjung, Kabupaten Tabalong pada Rabu (21/8/2024).
BANJARMASIN, koranbanjar.net – Dalam sidang Majelis Hakim masing-masing mendudukkan para terdakwa secara terpisah, yakni Taufiqurrahman Hamdie selaku Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Tabalong non aktif, Yudhi Santo selaku Pelaksana Pekerjaan Pembangunan.
Kemudian Daryanto selaku Direktur Utama PT. Alam Indah Anugerah, serta Imam Wachyudi selaku Team Leader Pengawasan CV. Akmalindo. Keduanya membacakan nota pembelaan di depan majelis hakim yang dibacakan oleh kedua penasehat hukumnya Exy Setyawati dan Candra Saputra Jaya.
Usai persidangan Exy Setyawati mengemukakan perihal nota pembelaan yang ia sampaikan dalam persidangan, diantaranya bahwa kedua terdakwa tersebut telah mengembalikan kerugian keuangan negara.
“Pointya kami minta putusan yang seadil-adilnya dan putusan seringan-ringannya, karena sebagai tulang punggung keluarga serta terdakwa sangat koperatif, termasuk telah mengembalikan keuangan negara masing-masing 100 juta rupiah dan 50 juta rupiah,” katannya.
Sementara terdakwa Taufiqurrahman Hamdie, selaku Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Tabalong non aktif, menyatakan belum siap menyampaikan nota pembelaannya di hadapan majelis hakim, dan meminta waktu pekan depan atau satu minggu untuk menyampaikan kembali.
Sedangkan terdakwa Yudhi Santo selaku pelaksana pekerjaan pembangunan, pada sidang sebelumnya sudah menyampaikan nota pembelaan. Sehingga Jaksa Penutut Umum langsung menanggapi Pledoi tersebut dan tetap mengacu pada tuntutan sebelumnya.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, empat orang terdakwa dugaan kasus tindak pidana korupsi pembangunan RS Kelua tahun anggaran 2020, Tanjung, Kabupaten Tabalong ini, menggunakan dana Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) tahun 2020 sebesar Rp3,2 miliar, dengan target rampung pada 2020.
Namun dalam pelaksanaannya ditemukan adanya dugaan penurunan kualitas bangunan, dan kelebihan pembayaran terhadap konsultan, sehingga setelah dilakukan audit oleh BPKP ternyata memang ditemukan kelebihan pembayaran.
Akibat perbuatan tersebut, menyebabkan terjadinya kerugian negara kurang lebih sebesar Rp 400 juta.
(rth)