Oknum Guru Honorer di Kabupaten Banjar masuk sel tahanan (Bui) Polda Kalimantan Selatan, akibat perbuatan asusila terhadap anak di bawah umur.
BANJARMASIN, koranbanjar.net – Kasus ini digelar oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dit Reskrimsus) Polda Kalsel, lewat konferensi pers, Selasa (20/6/2023) di Ruang Rapat Dit Reskrimsus Polda Kalsel Banjarmasin.
Dir Reskrimsus Polda Kalsel Kombes Pol Suhasto dihadapan awak media menerangkan, terungkapnya kasus ini berawal dari adanya laporan oleh seorang warga berinisial DL, pada tanggal 6 Juni 2023 lalu bahwa anaknya menjadi korban pencabulan, oleh seorang laki-laki berinisial MPH (28) warga Banjarmasin.
Berdasarkan laporan tersebut, petugas dari Dit Reskrimsus Polda Kalsel bergerak cepat dan mengamankan tersangka pada Rabu 14 Juni 2023.
“Tersangka merupakan oknum tenaga pendidik atau guru honorer, dimama melakukan aksinya itu sejak bulan Agustus 2022 hingga Mei 2023,” ungkap Kombes Pol Suhasto.
Ada dua lokasi berbeda tempat melakukan aksi bejatnya itu. Dalam kurun waktu tersebut lanjutnya, berdasarkan pengakuan tersangka sudah ada 6 anak di bawah umur menjadi korban perbuatan sex menyimpang itu.
“Melalui video asusila yang dibuat oleh korban atas perintah tersangka sebanyak 30 buah video,” bebernya.
Modusnya adalah, tersangka MPH menyewa jasa Prank, dengan akun bernama JASMINE didapat dari media sosial Telegram untuk melakukan Video Call Sex (VCS) dengan Korban.
Setelah aktivitas VCS korban tersebut direkam dan dikirimkan ke pelaku oleh jasa Prank, kemudian video rekaman itu digunakan oleh tersangka untuk mengelabui dan melakukan tipu muslihat kepada korban.
Tersangka kemudian berbohong kepada korban dengan mengatakan bahwa ada akun Instagram @loveyourloveeer. Akun itu ternyata milik MPH sendiri, dan akan menyebarkan rekaman VCS yang dilakukan oleh korban.
“Karena takut tersebar, korban lalu mau disuruh oleh tersangka MPH untuk menghubungi akun Instagram tersebut, dan kemudian diminta untuk menuruti apa saja yang diinginkan oleh akun Instagram itu,” terangnya.
Setelah membuat beberapa video asusila dan direkam oleh tersangka, kemudian hasil rekaman dikirimkan ke group WhatsApp bernama Pokmay, anggotanya hanya beberapa orang.
Masih menurut Suhasto, tersangka MPH sudah mengalami orientasi sex menyimpang sejak duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP). Tersangka melakukan aktifitas asusila kepada anak dibawah umur ini, karena lebih banyak bersosialisasi dengan anak-anak.
Terlebih profesi tersangka sebagai seorang guru, dan membuka bimbingan belajar tingkat SD dan SMP.
“Sehingga memudahkan tersangka mengendalikan anak-anak dan dimanipulasi pikirannya, hingga membuat tersangka memiliki kepuasan tersendiri,” ungkapnya lagi.
Atas perbuatannya, tersangka dijerat Pasal 82 ayat (1) dan (2) Jo Pasal 76E Undang-undang nomor 17 tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang nomor 1 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak dan/atau Pasal 45 Ayat (1) Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
(yon/rth)