Tidak Menggugat, Warga Terdampak Banjir Tetap Diganti Rugi

Walaupun warga tidak menggugat karena terdampak banjir, warga tetap mendapatkan ganti rugi dari pemerintah, berdasarkan pendapat saksi ahli Prof Dr HM Hadin Muhjad, dosen Fakultas Hukum ULM Banjarmasin dalam sidang gugatan korban banjir di PTUN Banjarmasin, Rabu (1/9/2021).

BANJARMASIN, koranbanjar.net – Menurutnya, berkaitan dengan gugatan perbuatan melawan hukum oleh penguasa (onrechtmatigeoverheiddsdaad), apabila ada ganti kerugian secara konteks hukum administrasi maka warga yang tidak ikut menggugat juga mendapatkan hak nantinya apabila ada ganti rugi (asas ergaomnes).

“Apabila nantinya ada ganti rugi, maka warga yang tak ikut menggugat juga mendapatkan hak ganti rugi,”  ujar Hadin.

Penilaian lainnya adalah, mengenai perbuatan melawan hukum oleh pemerintah mengenai kejadian banjir adalah kewenangan Pengadilan TUN.

“Berkaitan dengan kewenangan saat terjadi bencana kalau peristiwa bencananya lintas kabupaten atau kota maka menjadi kewenangan pemerintah daerah provinsi,” terangnya.

Adapun saksi ahli lainnya, Dr  Eng Akbar Rahman, lulusan Negeri Sakura menjabarkan, menaksir kerugian yang dialami oleh warga Kalsel dihitung atas kehilangan rumah tempat tinggal, harta benda dan surat-surat berharga.

Kerugian lainnya, rusaknya infrastruktur daerah tempat mereka tinggali, seperti jalan, jembatan, sekolah, tempat ibadah, jalur pedestrian, drainase, system utilitas seperti air bersih dan air kotor serta, telekomunikasi dan penerangan.

Kerugian setiap kepala keluarga ditaksir sebagai berikut,
a. Rumah hilang : Rp100 juta
b. Rumah rusak parah : Rp75 juta
c. Rumah rusak ringan : Rp40 juta
d. Rumah terendam : Rp20 juta

Direktur Borneo Law Firm, Muhammad Pazri selaku koordinator PH Korban Banjir, mengatakan dihitung berdasarkan estimasi biaya bangunan Rp3 juta/m2 mengacu pada harga satuan pokok kegiatan provinsi Kalimantan Selatan tahun 2021

“Idealnya tata ruang Kalsel harus menjaga kondisi alam tetap stabil dan seimbang yaitu menjaga Pegunungan Meratus dari segala aktivitas yang dapat merusak lingkungan alam Pegunungan Meratus, sehingga Meratus tetap lestari,” paparnya.

Kalau terjadi bencana, kata Pazri harusnya sikap Pemrov tanggap dan cepat dalam membantu menyalurkan bantuan ke korban banjir.

Kemudian dengan cepat juga melakukan studi/kajian bekerjasama dengan pihak akademisi/pakar serta melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kondisi bencana. Lalu kemudian mengimplematasikan dalam program kerja.

Dirinya berpendapat, untuk meminimalisir akibat terjadinya bencana seperti di Jepang pemberitahuan dini yang dikoneksikan ke ruang publik agar masyarakat tahu bahwa akan terjadi bencana.

Seharusnya tambah Pazri, pada saat dan pasca terjadinya bencana harus ada dilakukan kajian – kajian untuk dievaluasi.

“Namun nyatanya belum ada kajian atas kejadian banjir tersebut,”  tukasnya. (yon/dya)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *