Terungkap, 3 saksi sidang kasus OTT PUPR Pemerintah Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU) yang menyeret dua kontraktor yakni, Direktur Kalpataru Fachriadi dan Direktur CV Hanamas Marhaini telah beberkan permintaan fee proyek dari Bupati non aktif, Abdul Wahid (AW).
BANJARMASIN, koranbanjar.net – Berdasarkan fakta persidangan di Pengadilan Tipikor, Jalan Pramuka Banjarmasin, Rabu (29/12/2021), ketiga saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK dari PUPRP dan kontraktor (pemborong) mengupas tentang permintaan fee dari Abdul Wahid bagi kontraktor yang ingin mendapatkan proyek.
Salah satu saksi dari kontraktor yang juga seorang ASN, Taufikurrahman mengungkapkan, bahwa untuk mendapat proyek berdasarkan komitmen harus bayar fee sekitar 10 sampai 15 persen.
“Kalau tidak, bakalan tidak mendapatkan proyek, dan hal ini bukan rahasia umum lagi di kalangan kontraktor,” ungkapnya.
Taufikurrahman melanjutkan, biasanya fee diminta setelah mereka jadi pemenang lelang dan permintaan disampaikan Plt PUPR Kabupaten HSU, Maliki.
“Konsekuensi kalau tidak memberikan fee, maka untuk selanjutnya kita tidak akan mendapatkan pekerjaan lagi,” ujarnya sembari mengaku meneruskan perusahaan kakaknya yang sudah almarhum yakni, CV Yarni Swarga.
Saksi juga mengatakan kalau fee dia serahkan kepada Arif atau Muji yang merupakan suruhan Bupati.
Sementara dua saksi lainnya dari PUPRP, yakni Kabid Bina Marga RH dan Kasi Jembatan MR, membenarkan adanya fee setiap pekerjaan itu memang diminta Abdul Wahid.
Kedua terdakwa tersebut menurut dakwaan JPU KPK mengadakan pertemuan dengan Plt Kepala PUPRP (Pekerjan Umum Peruumahan Rakyat dan Pertanahan) HSU, Maliki.
Dalam pertemuan disepakati kalau kedua terdakwa masing-masing akan memperoleh proyek, tetapi menurut Maliki, Bupati minta fee sebesar 15 persen dari nilai proyek.
Usai persidangan, JPU KPK Tito Zailani kepada awak media, mengiyakan pihaknya telah menghadirkan tiga saksi dua, di antara dari kalangan pejabat PUPRP Kabupaten HSU dan seorang pemborong.
“Kedua saksi yang hadir mudah-mudahan merupakan saksi terakhir dari kedua terdakwa,’’ ucapTito.
Dikatakan, dengan dihadirkan saksi dari unsur Dinas PUPRP yang berlainan bidang, ternyata dapat ditarik benang merah kalau semua proyek atau pekerjaan di instansi tersebut harus membayar fee dikisaran 10 sampai 15 persen.
“Makanya kami menghadirkan Bidang Bina Marga yang ternyata dari kesaksian hari ini, yakni Kabid Bibna Marga dan Kasi Jembatan, semua untuk mendapatkan proyek harus membayar fee dikisaran 15 persen, semuanya atas permintaan Abdul Wahid,” tukasnya.
Proyek yang akan dikerjakan tahun 2021 itu, di antaranya ada pekerjaan rehabilitas jaringan irigasi daerah irigasi rawa (DIR) Desa Kayakah Kecamatan Amuntai Selatan dengan nilai pagu Rp2 miliar.
Untuk menggolkan proyek tersebut, atas persetujuan Abdul Wahid akhirnya perusahaan terdakwa CV Kalpataru ditunjuk sebagai pemenang pekerjaan dengan nilai pekerjaan sebesar Rp1.555.503.400. (yon/sir)