Tawuran remaja yang melibatkan anak di bawah umur pada Minggu, (26/9/20210 di kawasan Jl Piere Tendean, Wisata Siring Bakantan, Kota Banjarmasin juga diduga terinspirasi video animasi Tokyo Ravenggers yang menceritakan perseteruan antar geng Tokyo.
BANJARMASIN, koranbanjar.net – Dugaan tentang inpirasi dari video perseteruan antar geng Tokyo yang memicu tawuran di Banjarmasin itu diungkapkan Direktur Borneo Law Firm (BLF) Kalimantan Selatan, Muhammad Fazri kepada media ini, Senin(27/9/2021) di Banjarmasin.
Direktur BLF Pazri menyebutkan, tawuran remaja kostum putih dan hitam, kuat dugaan terinspirasi film atau video animasi seperti Tokyo Revenggers yang menceritakan dua geng Tokyo Manji berkostum hitam dan Geng Valhalla berkostum putih.
“Berawal saling olok, sehingg berakhir dengan aksi saling melukai antar kelompok yang berseteru, hal itu juga perlu ditelusuri sebagai bahan kajian dan masukan dalam pencegahan semua pihak,” terangnya.
Apalagi lanjutnya, pada kelompok tersebut melibatkan anak-anak di bawah umur yang masih dalam masa pencarian jati diri. Sehingga memerlukan kelompok yang menguatkan eksistensi mereka.
“Memang selama ini kita melihat pencegahan tawuran di daerah lain hanya dilakukan melalui imbauan, pembinaan dan penyuluhan, selama itu pula tawuran akan bisa terulang lagi. Menurut saya, tawuran merupakan bentuk kekerasan khas karena para pelakunya tidak bertindak atas dasar politik atau ekonomi, tetapi untuk identitas kebanggaan,” katanya.
Ada dugaan seperti mencari perhatian dengan memviralkan adegan kekerasan yang mereka lakukan. Jelas hal tersebut tidak bagus untuk tumbuh kembang remaja Indonesia.
“Pengamatan saya, dari dua video sebelumnya yang viral tawuran di banjarmasin menunjukkan merek dan contoh buruk bagi remaja lain,” cetusnya.
Aneh sebut Pazri, kasus tawuran antar anak di bawah umur kian marak di Banjarmasin dalam beberapa bulan terakhir, menurutnya seperti di Jakarta.
Pada intinya sambung Pazri, masyarakat semua pihak berperan dalam upaya intervensi untuk mencegah tindak kejahatan tawuran yang melibatkan anak di lingkungannya.
“Jangan dianggap sepele, menurut saya perlu antisipasi cepat sebagai bentuk pencegahan agar tidak terulang lagi, diawali dengan mengidentifikasi potensinya,” jelasnya.
Tidak menutup kemungkinan memang sangat diperlukan solusi praktis preventif jangka pendek dengan mengamankan para remaja yang terlibat tawuran supaya jadi efek jera dan edukasi pembinaan.
Solusi praktis juga harus diikuti solusi jangka panjang yang didukung oleh semua pihak, mulai dari para pemuda sekolah atau yang putus sekolah, siswa sendiri, orangtua, sekolah, peran pemerintah hingga aparat keamanan, terangnya.
Dalam penegakkan hukum perlu kita dorong untuk memastikan proses hukum yang berlaku saat ini, agar memberikan efek jera pada anak-anak remaja lainnya dengan memanggil keluarga dan orang tuannya, sehingga menjadi salah satu identifikasi potensi tersebut sedini mungkin, paparnya.
Dia tak memungkiri, pelaku tawuran antar anak di bawah umur sulit ditindak dengan pasal-pasal pidana, pelaku tawuran hanya bisa dijerat hukum pidana jika tawuran itu menimbulkan korban luka ataupun sampai meninggal dunia.
“Sehingga yang bisa ditindak jika ada tindak pidana, misalnya dari aksi membawa kayu, sajam sampai pengeroyokan dan penganiayaan berakibat korban luka atau meninggal, apabila tidak ada korban, ya cuma bisa dilakukan peringatan dan pembinaan,” urainya.
Selama ini imbuhnya, pelaku tawuran yang tertangkap hanya diberi peringatan dan nasihat, lalu kemudian diserahkan ke orang tuanya.
“Kalau alasan di bawah umur, apabila ada unsur pidananya bisa mereka dikenakan pidana dan ditempatkan di tahanan anak atau melalui penyelesaian diversi,” tegasnya.
Walaupun modus tawuran di Jl Piere Tendean, Wisata Siring Bakantan, Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan, akhirnya terungkap. Pengakuan para remaja yang diamankan Polisi ternyata, peristiwa tawuran ini dipicu aksi pemalakan, sehingga menimbulkan aksi tawuran.
Ironisnya, tawuruan melibatkan anak-anak di bawah umur yang berasal dari tiga kampung di Banjarmasin.
Saya berharap semua pihak perlu melihat sisi lain, menggali fakta-fakta secara menyeluruh dari sebuah tindakan tawuran para remaja, dari unsur objektif/physical yaitu actus reus (perbuatan yang melanggar undang-undang).
“Selain itu unsur subjektif/mental yaitu mens rea (sikap batin pelaku ketika melakukan tindak pidana) sehingga perlu preventif pencegahan secara komprehansif sejak saat ini untuk generasi banua yang lebih baik,” tukasnya.(yon/sir)