Rekening Manajer Keuangan PD Baramarta Diduga Mengalirkan Dana Kepada Mantan Bupati Banjar

Situasi sidang Kasus Dugaan Korupsi PD Baramarta di Pengadilan Tipikor Banjarmasin. (foto: ist)

Kasus dugaan korupsi di tubuh PD Baramarta semakin menarik, apalagi ada fakta baru terungkap, rekening milik Manajer Keuangan PD Baramarta, Sri Sardewi diduga mengalirkan dana ke kantong mantan Bupati Banjar, KH Khalilurrahman.

BANJARMASIN, koranbanjar.net – Keterangan ini diungkap oleh Badrul Ain Sanusi Al Afif sebagai Penasehat Hukum(PH) Teguh Imanullah selaku terdakwa kasus dugaan korupsi PD Baramarta, Selasa (15/6/2021) tadi kepada media ini di Banjarmasin.

“Melalui rekening inilah kami duga kuat mengalirkan dana ke kantong mantan Bupati Banjar, KH Khalilurrahman,” ungkapnya.

Namun, lanjut Badrul terbukanya rekening Manager Keuangan Sri Sardewi ini dibantah oleh Sri Sardewi sendiri yang tidak mengakui kalau rekening tersebut miliknya saat ditanya sebagai saksi dalam sidang digelar di Pengadilan Tipikor Banjarmasin, Senin lalu.

Akan tetapi ketika Badrul Ain Al Afif Cs mencecar pertanyaan ke arah saksi lainnya yakni Bendahara Rutin PD Baramarta bernama Budiansyah.

Dari situlah terungkap, Budi mengaku kalau dirinya yang menyetor dana di Bank ditujukan ke nomor rekening Sri Sardewi.

“Setelah disetor sekitar 30 juta, Budi kemudian memberitahukan kepada pemilik rekening kalau dana sudah dikirim,” kata Badrul.

Menariknya, saat PH memegang nomor rekening yang sama persis dengan nomor rekening tujuan transfer dari Budiansyah, pemilik nomor rekening tersebut(Sri Sardewi) malah tidak mengakui kalau rekening itu miliknya.

“Ia (Sri Sardewi) malah mengatakan itu rekening itu bukan miliknya, dan dirinya hanya memiliki satu nomor rekening yang berbeda,” bebernya.

Diungkapkan Badrul, entah mengapa atau merasa sudah ketahuan, akhirnya rekening milik Sri Sardewi tiba – tiba ditutup (blokir) sehingga tidak dapat lagi diakses, namun namanya masih keluar di Mobile Banking.

Adapun total jumlah dana secara keseluruhan yang pernah di transfer melalui rekening Manager Keuangan ini berkisar Rp1,8 M.

“Disitulah munculnya angka yang bengkak, dan nanti kita minta Majelis Hakim memprint out, kita tidak bisa memprint out karena bukan atas nama kita,” tukasnya.

Sebelumnya dalam fakta persidangan Budiansyah mengaku selama menjabat telah mencairkan ratusan nota dalam atas perintah direktur utama yakni terdakwa Teguh Imanullah, namun untuk apa penggunaannya, saksi mengaku tidak tahu.

Menurutnya sebagai bawahan tidak etis untuk bertanya untuk apa dana-dana yang dicairkan tersebut.

“Tugas saya cuma mencairkan,” ujar Budi pada kesaksiannya dihadapan majelis hakim yang diketuai Sutisna Sarasti SH.

Dari rincian yang disampaikan JPU yang dikomandoi M Irwan SH, terdapat 53 kuitansi kas bon pada tahun 2017, kemudian 82 kuitansi pada tahun 2018, dan 92 kuitansi pada tahun 2019 serta 14 kuitansi pada tahun 2020.

Mekanisme nota dalam dari direktur diserahkan kepada manajer keuangan, setelah mendapat disposisi baru diteruskan ke Kabag Keuangan, dan selanjutkan baru terakhir diserahkan ke bendahara rutin.

“Setelah saya cairkan, uang biasanya langsung saya serahkan ke direktur dengan sebelumnya dibuatkan tanda terima berupa kuitansi,” papar saksi.

Ditanya M Irwan apakah ada aturan yang mengatur soal kas bon? Saksi mengatakan tidak ada.

Menyinggung audit, saksi menambahkan kalau audit dilakukan setahun sekali oleh akuntan publik yang ditunjuk terdakwa.

“Bagaimana biasanya hasil audit,” cecer anggota JPU lainnya Gusti Anom yang juga Kasi Pidsus Kejari Martapura.

Saksi menjawab kalau dia tidak pernah dilibatkan, termasuk saat audit yang dilakukan auditor, dirinya tidak pernah diperiksa. Sama seperti saksi sebelumnya.

Budi juga mengaku kalau terdakwa selalu menutupi piutangnya di perusahaan sebelum audit dilakukan. Baru setelah audit selesai, uang kembali ditarik terdakwa.

Diakuinya selama menjabat telah mencairkan ratusan nota dalam atas perintah Dirut yakni terdakwa Teguh Imanullah, namun untuk apa penggunaannya, saksi mengaku tidak tahu.

Menurutnya sebagai bawahan tidak etis bertanya untuk apa dana-dana yang dicairkan.

“Tugas saya cuma mencairkan,” ujar Budi pada kesaksiannya dihadapan majelis hakim yang diketuai Sutisna Sarasti SH. (tim)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *