Seorang warga Desa Mantaas, Kecamatan Labuan Amas Utara, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Mahyuni, bernasib nahas. Hanya gara-gara menjaga hak pribadi, mempertahankan ruas jalan yang menghubungkan halaman rumah untuk mengeluarkan kendaraan roda empat yang akan terkena proyek siring pembangunan jalan, malah diciduk polisi. Diduga, penangkapan terhadap Mahyuni tidak sesuai prosedur.
HULU SUNGAI TENGAH, koranbanjar.net – Peristiwa penangkapan terhadap Mahyuni terjadi pada Selasa, (3/10/2023).
Menurut Sekretaris Desa Mantaas, Norefansyah, S. Sos, MAP yang dihubungi koranbanjar.net, Senin (27/11/2023), di desanya sedang berlangsung proyek dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Dirjen Bina Marga Balai Pelaksanaan Jalan Nasional Kalimantan Selatan, berupa penanganan ruas jalan Sungai Buluh – Mantaas.
Nilai kontrak pekerjaan Rp36.525.799.000 dengan waktu pelaksanaan selama 131 hari terhitung sejak 22 Agustus 2023. Proyek ini dikerjakan PT Gelora Megah Sejahtera.
Diceritakan, pada Selasa, (3/10/2023), Mahyuni terlibat cekcok dengan pengawas proyek pembangunan jalan ruas. Kala itu, pengawas proyek didampingi oknum Polisi Polres HST.
Kronologisnya, jalan di depan rumah Mahyuni, tepatnya di depan pintu memasuki halaman rumah Mahyuni, pekerja proyek mau memasang siring jalan. Karena Mahyuni mempunyai kendaraan roda 4 dan 2 yang masih parkir di halaman rumah, Mahyuni meminta waktu untuk mengeluarkan mobilnya terlebih dulu.
Namun ternyata, satu hari kemudian di depan rumah Mahyuni sudah dipasang siring pasangan batu, sehingga menutup akses kendaraan memasuki halaman rumah Mahyuni.
Nah, dilatarbelakangi hal itu, Mahyuni emosi dan cekcok mulut dengan pengawas proyek. Lantas, sejumlah warga memanggil anggota kepolisian setempat. Tetapi anggota kepolisian tidak langsung ke rumah Mahyuni, melainkan kumpul dengan warga dulu terlebih dulu. Berikutnya, sama-sama mendatangi rumah Mahyuni.
Mahyuni masih terlibat cekcok mulut dengan pengawas proyek. Terlebih menyaksikan adanya anggota kepolisian yang menyertai warga. Lalu, Mahyuni mengantisipasi terjadinya hal-hal tidak diinginkan yang akan menimpa dirinya, kemudian nekat mengambil sebilah parang. Namun parang itu belum sempat dicabut dari kumpangnya, melainkan hanya dipegang.
Tanpa banyak bicara, anggota kepolisian yang berada di lokasi langsung meringkus dan menggiring Mahyuni ke Polres HST.
“Jadi, sampai sekarang Mahyuni sudah ditahan selama 52 hari. Informasi terakhir yang kami dengar, berkas Mahyuni sudah P21 dan mau dilimpahkan ke kejaksaan. Yang kami sesalkan, pekerja proyek itu menyiring bagian depan rumah Mahyuni di saat Mahyuni tidak berada di rumah.
Terkait dengan kejadian tersebut, pihak keluarga Mahyuni meminta keadilan dari penegak hukum, kemudian mengadukan persoalan ini kepada Wakil Ketua Komisi III DPR RI yang membidangi masalah hukum dan HAM, Pangeran Khairul Saleh.
Terpisah, Wakil Ketua Komisi III, Pangeran Khairul Saleh menanggapi kasus tersebut dengan serius. Dia mempertanyakan proses penangkapan pihak kepolisian terhadap Mahyuni.
“Saya menduga penangkapan terhadap saudara Mahyuni tidak memenuhi semua unsur yang sesuai prosedur. Selain itu saya juga menduga, penangkapan terhadap Mahyuni memiliki hubungan erat dengan proyek ruas jalan itu,” ucap dia.
Mestinya, pihak kepolisian tidak langsung melakukan penangkapan. Tetapi bisa memfasilitasi perdamaian terlebih dulu, agar persoalan dapat selesai di tempat.
“Untuk memenuhi rasa keadilan terhadap masyarakat, saya meminta kepada Propam Polda Kalsel agar melakukan pemeriksaan terhadap oknum polisi yang melakukan penangkapan terhadap saudara Mahyuni. Apalagi sekarang ini, saudara Mahyuni sudah ditahan selama 52 hari. Saya mempertanyakan proses penangkapan itu, apakah memang sudah sesuai prosedur?” tutupnya. (yon/sir)