Scroll ke bawah untuk melanjutkan
Koran Banjar
Koran Banjar

Mengintip Aruh Adat Meratus, Pemujaan Roh dan Dewa (tamat)

Avatar
711
×

Mengintip Aruh Adat Meratus, Pemujaan Roh dan Dewa (tamat)

Sebarkan artikel ini

Baca: Mengintip Aruh Adat Meratus (1), Proses Menanam Padi dan Warisan Leluhur

Baca: Mengintip Aruh Adat Meratus (2), Para Balian Membaca Mantra

LOKSADO, koranbanjar.net Pengulu Adat kemudian memimpin para Balian memulai tarian Batandik. Sambal mengelilingi lalaya, Balian tetap mengucapkan mantra pemujaan kepada leluhur dan roh-roh gaib. Kadang-kadang pukulan gemelan semakin cepat, kadang menurun.

Adakalanya para balian kembali duduk mengelilingi lalaya di waktu tertentu. Memasuki pukul 02.00 dinihari, para Balian terus melakukan hal demikian sambil membawa karangan bunga dan daun aren muda; kadang dikibaskan ke arah perempuan pemukul gemelan.

Advertisement
Koran Banjar
Scroll ke bawah untuk melanjutkan

Ritual dinyatakan selesai ketika matahari terbit. Disudahinya acara pada satu malam ditandai dengan mencampur beras semua milik warga. Caranya beras dimasukkan pada bakul-bakul yang diletakkan berkeliling. Tiap bakul diisi sekitar beberapa genggang oleh kaum perempuan sampai semua tercampur.

Sabtu (22/6/2019) pukul 08.00 selesai, kemudian nasi dengan berbagai lauk dihidangkan, acara malam pertama tersebut dimaknai untuk mahanyari baras atau menggunakan beras panen untuk pertama kali, sebab sebelum melakukan Aruh Bawanang beras hasil panen tidak boleh dijual maupun dikonsumsi.

Hari kedua aruh adat dilakukan siang pukul 14.00 hingga sore, sehingga para balian belum tidur lebih dari 24 jam. Acara hari kedua dinamai dengan ritual Mamutus Janji dimana saat menanam padi masyarakat melakukan janji tertentu agar lahan berhasil dipanen sempurna.

Kadayang, Kampung Keramat

Malam ketiga atau Minggu (23/6) malam dilakukan ritual pemujaan terhadap roh para pangeran dan dewa-dewa yang menghuni Gunung Halau-halau. Pada malam tersebut dihidangkan kue-kue tradisional dan diwarnai dengan Tarian Babangsai.

Tarian Babangsai mirip seperti Bakanjar, tetapi Babangsai dilakukan oleh kaum perempuan. Kedua tangan diayunkan di bawah berjalan dengan lembut sesuai gendangnya.

Risda, cucu dari pengulu adat Kadayang Innul menjelaskan acara itu dilakukan untuk memuja dewa supaya membantu bila ada orang-orang yang jahat atau berniat tidak baik, serta jika ada kerusuhan yang melibatkan warga dayak bisa dipanggil dan para dewa tersebut bisa menolong.

“Memang setiap tahun seperti ini, kampung kami di sini kan berkeramat bukan sembarangan kampung,” ujar Risda.

Maka dari itu ia menambahkan, kampungnya tersebut tidak bisa terlalu bebas, harus ada izin saat ingin melakukan sesuatu.

Acara aruh adat tersebut dilaksanakan selama 6 malam dengan ritual dan pemujaan yang berbeda-beda setiap malamnya.

Semua ritual dilakukan di Balai Adat sampai penutupan, sesudah selesai aruh selama 6 malam tersebut baru diperbolehkan pulang ke rumah untuk bekerja kembali seperti berdagang, berburu maupun berkebun

Kepala Desa Haratai, Marto mewakili Pengulu Adat Kadayang mengatakan, ritual seperti ini harus diperkuat oleh generasi pemuda yang akan datang agar tidak punah. (TAMAT)

 

Penulis: Muhammad Hidayat
Editor: Hendra Lianor

Protes RUU Anggota Parlemen Menari Perang Prabowo Ajak Puasa 5 Tahun KPK Lelang Barang Koruptor Gus Miftah Meminta Maaf Gus Miftah Ejek Penjual Es Teh