Mantri Kupedes BRI dan Nasabah Dituntut di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Kuasa Hukum: Kok Bisa?

Joy Morris Siagian,SH.MM.MH.CIL Kuasa Hukum Terdakwa Saat Wawancara Usai Persidangan. (Foto: Rth/Koranbanjar.net)
Joy Morris Siagian,SH.MM.MH.CIL Kuasa Hukum Terdakwa Saat Wawancara Usai Persidangan. (Foto: Rth/Koranbanjar.net)

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Banjarmasin pada Rabu (29/11/2023) menggelar sidang dengan agenda pembacaan tuntutan, terhadap dua orang terdakwa yang dituntut secara terpisah atau satu persatu, dalam kasus perkara yang sama, yakni kasus pinjaman dana program Kupedes tahun 2019 pada kantor BRI Unit Guntung Payung, Cabang Martapura.

BANJARMASIN, koranbanjar.netDi hadapan Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi yang diketuai oleh Fidiawan, Jaksa Penuntut Umum Ridho dan Febri dari Kejaksaan Negeri Banjarbaru membacakan tuntutan terhadap terdakwa Richard Wylson Takaendengan, selaku Mantri Kupedes pada kantor BRI Unit Guntung Payung Cabang Martapura.

Dalam tuntutan tersebut terdakwa Richard Wylson dituntut enam tahun pidana penjara dipotong masa tahanan, dan perintah tetap ditahan, serta denda Rp200 juta, apabila tidak dibayar maka diganti dengan kurungan selama enam bulan. Selain itu JPU juga menuntut terdakwa membayar uang pengganti sebesar Rp.67 Juta, jika tidak dapat mengembalikan maka akan diganti dengan pidana penjara selama dua tahun.

Usai persidangan, kuasa hukum terdakwa Isai Panantulu Nyapil menuding, tuntutan tersebut tidak sesuai, karena tidak termuat dalam persidangan, salah satunya terkait yang menikmati hasil uangnya itu.

Isai Panantulu Nyapil Kuasa Hukum Richard Wylson Takaendengan, selaku Mantri Kupedes pada kantor BRI Unit Guntung Payung Cabang Martapura. (Foto : Rth/Koranbanjar.net)
Isai Panantulu Nyapil Kuasa Hukum Richard Wylson Takaendengan, selaku Mantri Kupedes pada kantor BRI Unit Guntung Payung Cabang Martapura. (Foto : Rth/Koranbanjar.net)

“Janggalnya lagi disini tidak disebutkan, cuma sebagian. pelaku utama yang menerima uang dan membuat topengan dan tampilan siapa, yang membuat dokumen paslu itu siapa membuat, padahal dalam persidangan kan sudah disebutkan, dia tidak menerima apapun, semacam dibuat-buat ada dugaan rekayasa ini, apakah ini dari pihak BRI atau penyidik untuk mengalihkan pelaku utama, sehingga diseret di Pengadilan Tipikor,” tudingnya.

Sementara dalam kasus perkara yang sama namun menjalani sidang secara terpisah, terdakwa Etna Agustiany sebagai nasabah dituntut lebih tinggi satu tahun, yakni enam tahun pidana penjara dan denda Rp200 juta, jika tidak mampu diganti kurungan 6 bulan, serta membayar uang pengganti sebesar Rp1 miliar lebih. Jika tidak mampu bembayar maka akan diganti dengan pidana penjara selama Dua tahun Sembilan bulan.

Menanggapi hal itu, tim kuasa hukum terdakwa Joy Morris Siagian,SH.MM.MH.CIL, Budi Prayitno, SH.MH, Muhamad Agung Wicaksono, SH menyebut kasus ini menurutnya sangat unik.

Sebab dari sudut pandangnya, perkara ini adalah merupakan permasalahan intern perseroan, sehingga atas kerugian keuangan tidak lebih hanya sebuah resiko bisnis.

Jika pun memang harus diadili menurutnya bukan kompetensi Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang dapat mengadili perkara tersebut, namun adalah pengadilan umum dalam tindak pidana khusus perbankan, sebab kapasitas terdakwa hanya sebatas nasabah dan orang yang merekomendasikan (me-refferalkan) pengajuan kredit KUR dan KUPEDES kepada nasabah lainnya sebanyak enam orang, jika terkait macetnya pembayaran angsuran maka harus diselesaikan secara keperdataan di Badan Peradilan Umum.

Selain itu menurutnya juga Bank Rakyat Indonesia sudah berubah bentuk menjadi perseroan, sesuai dengan Undang-undang No 7 Tahun 1992 tentang perbankan kemudian dikuatkan dengan Peraturan Pemerintah No 21 tahun 1992 yang dalam peraturan perundangan tersebut Bank Rakyat Indonesia telah berubah bentuk menjadi perseroan, dan pada tahun 2003 Bank Rakyat Indonesia menjual sahamnya sebesar 30 % kepada Masyarakat umum.

Berdasarkan hal tersebutlah menurutnya membuktikan bahwa BRI merupakan badan hukum Perseroan yang sudah terbuka (Tbk), yang mana seharusnya tunduk pada Undang-undang perbankan, yang mengawasi OJK dan BI kenapa sampai BPKP yang turun mengawasi, disatu sisi selama ini yang mengawasi kegiatan keuangan secara internal adalah URC dan BRC dari audit internal Bank Rakyat Indonesia.

“Terkait jumlah kerugian negara Rp2,7 Miliar itu dibebankan kepada terdakwa atau klien kami itu tidak benar, karena yang menentukan atau men-declare kerugian keuangan negara itukan hanya BPK. Hal tersebut di kuatkan berdasarkan pasal 10 ayat 1 dan ayat 2 Undang-undang 15 nomor tahun 2006 tentang BPK dan Surat Edaran Mahkamah Agung nomor 4 tahun 2016, namun dalam perkara ini BPKP yang menentukan kerugian keuangan negara. Selain itu klien kami selama ini menjadi nasabah KUPEDES dengan pinjaman Rp100 juta kemudian top up Rp100 juta,” ungkapnya.

Selain itu dirinya juga menambahkan ini ada kaitannya dengan sengeketa hak, sesuai dengan keterangan saksi-saksi pada sidang sebelumnya.

“Ini ada kaitannya dengan sengeketa hak dan ini masalah perbankan bukan tipikor, faktanya di persidangan terungkap pihak-pihak dalam hal ini, sebab saksi-saksi dari Bank Rakyat Indonesia baik dari unit guntung payung maupun dari kantor cabang tidak pernah diperiksa BPKP maupun inspektorat selaku pengawas internal di Pemerintahan apalagi BPK, artinya apa, ini murni badan hukum, harusnya diadili dalam undang-undang perbankan,” tambahnya.

Kasus perkara ini mencuat setelah adanya pengajuan pinjaman dana pada Bank BRI dalam program kredit KUPEDES tahun 2019 di kantor BRI Unit Guntung Payung, Cabang Martapura.

Namun dalam perjalanannya terjadi keterlambatan dalam pelunasan, serta ditemukannya adanya dugaan agunan atau jaminan palsu dokumen kemacetan berupa sporadik yang sampai dengan saat ini masih bergulir di persidangan tindak pidana korupsi.

(rth)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *