Direktur PT Mediasi Delta Alfa Jadi Terdakwa Penipuan Puluhan Miliar Bisnis Kerjasama Alkes Fiktif

Terdakwa Arianto Direktur PT Mediasi Delta Alfa Asal Bandung Jalani Sidang Secara Online di PN Banjarmasin. (Foto : Koranbanjar.net)

Pengadilan Negeri Banjarmasin menggelar sidang lanjutan dugaan penipuan dan penggelapan, dalam bisnis pengadaan alat kesehatan fiktif, hingga mengakibatan kerugian kepada korban sekitar Rp.23 miliar rupiah.

BANJARMASIN, koranbanjar.net – Pada sidang lanjutan yang diketuai oleh Majelis Hakim Indra Meinantha Vidi digelar secara online pada Senin (22/4/2024) pukul 14.00 wita.

Dalam agenda pembacaan eksepsi tersebut, terdakwa Arianto melalui tim kuasa hukumnya juga mengajukan permohonan untuk pengobatan terhadap terdakwa yang dianggap mengindap sakit TBC.

Sebelumnya terdakwa Arianto yang merupakan Direktur PT. Mediasi Delta Alfa asal Bandung tersebut, diduga telah melakukan penipuan dan perbutan penggelapan terhadap kerjasama atau bisnis fiktif alat Kesehatan pada tahun 2021.

Pengadaan alat kesehatan tersebut berupa baju hazmat (APD) ke Universitas Padjadjaran, Bandung sebanyak 500.000 (lima ratus ribu) pcs, dan ke Dinas Kesehatan Surabaya sebanyak 30.000.000 (tiga puluh juta) pcs yang harus dipenuhi setiap minggu dikirim sebanyak 10.000 (sepuluh ribu) pcs, setelah setuju dengan penawaran tersebut, sekitar bulan Juni tahun 2021, terdakwa menemui korban H-I, untuk membicarakan bisnis batubara.

Kemudian terdakwa mengajak korban mengerjakan proyek pengadaan alat kesehatan, meliputi pengadaan baju hazmat APD dari Universitas Padjadjaran, Bandung, pengadaan baju hazmat APD dari Dinas Kesehatan Surabaya.

Selain itu terdapat juga pengadaan alat swab rapid test kit dari RS Islam Faisal Makassar, pengadaan alat swab rapid test kit dari RS Budi Mulia Bitung dan pengadaan alat ventilator dari RS Undata Palu dengan persyaratan korban harus mengirimkan modal berupa uang ke PT. Mediasi Delta Alfa sebesar Rp.1.000.000.000,- (satu miliar rupiah).

Dari semua kerjasama tersebut korban dijanjikan dalam waktu 45 hari kerja setiap invoice akan cair sebesar Rp.1.500.000.000,- (satu miliar lima ratus juta rupiah) dengan keuntungan sebesar Rp.500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).

Dimana keuntungan tersebut nantinya dibagi untuk korban akan menerima fee sebesar Rp.350.000.000,- (tiga ratus lima puluh juta rupiah), terdakwa akan menerima fee sebesar Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) dan saksi M. Haerudin akan menerima fee sebesar Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah).

Kemudian terdakwa menerima pesan dari Sdr. Rizal (DPO) berupa Surat Pemesanan Barang ataupun Invoice dari Universitas Padjadjaran, Bandung, Surat Pemesanan Barang ataupun Invoice dari Universitas Padjadjaran dalam bentuk pdf serta foto-foto/video pengiriman alat kesehatan ke Universitas Padjadjaran, Bandung, yang selanjutnya diteruskan kepada korban.

Atas dasar tersebut korban menerima ajakan, sehingga terjadilah kerjasama antara terdakwa dan korban H-I dalam pengadaan alat kesehatan secara lisan tanpa dibuat perjanjian tertulis, lalu korban mengirimkan dana untuk memenuhi pemesanan alat kesehatan tersebut secara bertahap ke rekening Mandiri Nomor Rek 1560.0157.4826.4 atas nama PT. Mediasi Delta Alfa sejak bulan Juli tahun 2021 sampai dengan bulan Februari tahun 2022 hingga total pengiriman uang oleh korban sebesar Rp.53.375.000.000,- (lima puluh tiga miliar tiga ratus tujuh puluh lima juta rupiah).

Pada tanggal 11 Oktober 2021, terdakwa mengetahui bahwa proyek pengadaan alat kesehatan tersebut palsu dari pihak Universitas Padjadjaran, Bandung karena untuk proyek pengadaan baju hazmat pemenang tender bukanlah dari PT.Mediasi Delta Alfa, lalu terdakwa mengubungi Rizal (DPO) untuk meminta klarifikasi, dan membenarkan jika proyek pengadaan alat kesehatan tersebut fiktif dan menyarankan terdakwa agar uang yang telah diterima dari korban kepada PT. Mediasi Delta Alfa (PT. MDA) untuk dikirimkan ke sdr. Rizal (DPO) untuk diputar terlebih dahulu, baru dikembalikan kembali ke korban.

Terdakwa menyetujuinya kemudian melanjutkan proyek pengadaan kesehatan tersebut tanpa memberi tahu korban jika proyek tersebut fiktif, hingga sekitar bulan Desember tahun 2021, korban merasa curiga karena terdakwa tidak dapat dihubungi dan proyek pengadaan alat kesehatan tersebut tidak berjalan, lalu korban berulang kali mendatangi PT. Mediasi Delta Alfa (PT. MDA) namun terdakwa menyuruh seseorang menemui korban IRH di sebuah hotel di Jakarta, untuk mengatakan bahwa perusahaan sedang bermasalah karena satu karyawan menggelapkan uang, pada bulan Januari 2022.

Korban pun akhirnya mendatangi kantor PT.Mediasi Delta Alfa di Bekasi namun sesampai di lokasi, kantor tersebut sudah kosong, dan terdakwa tetap tidak dapat dihubungi, hingga sekitar bulan Maret tahun 2022, korban setiap meminta bertemu terdakwa di Jakarta namun terdakwa berulang kali beralasan sakit.

Kemudian pada sekitar antara bulan Maret dan April tahun 2022, korban melalui kuasa hukumnya meminta klarifikasi pihak fakultas kedokteran Universitas Padjadjaran dengan cara mengirimkan surat klarifikasi lalu pada tanggal 19 September tahun 2022, pihak Universitas Padjadjaran membalas surat tersebut menyatakan tidak terdapat pengadaan alat kesehatan berupa baju hazmat (APD).

Dikarenakan perbuatan terdakwa tersebut, korban mengalami kerugian kurang lebih sebesar Rp.23.179.000.000,- (dua puluh tiga miliar seratus tujuh puluh sembilan juta rupiah).

Dan didakwa oleh Jaksa Penuntut Umum Kejati Kalsel, di Pengadilan Negeri Banjarmasin melanggar Pasal 372 KUHP tentang Peniuan dan Penggelapan.

Pihak korban yang dikuasakan kepada Bernard Doni mengatakan, kliennya mengalami kerugian puluhan miliar akibat perbuatan terdakwa, dan diduga dilakukan tidak sendirian.

“Kerugian sekitar Rp 23 Miliar, dan terdakwa tidak ada itikad baik untuk mengembalikan kerugian tersebut,”

“ini yang harus menjadi perhatian serius Majelis Hakim PN Banjarmasin bahwa Terdakwa ini sangat licin dan berbahaya karena perbuatannya bersama komplotannya berani memalsukan kop surat, purchase order (PO), surat jalan, tanda terima barang, nama pejabat, tanda tangan dan stempel dari 5 instansi,” tambahnya.

Kuasa Korban juga menanggapi permohonan berobat dari terdakwa menyatakan.

“itu memang kewenangan dari Majelis Hakim dalam memberikan pertimbangan, namun kami sebagai perwakilan korban mohon kiranya Majelis Hakim cermat dan berhati-hati, sebab setau kami terdakwa sebelumnya pada sidang dakwaan juga telah minta berobat dan diberikan ijin berobat dirawat sampai sembuh, dan ternyata setelah 5 hari di rumah sakit Terdakwa telah dikembalikan ke LP, sehingga menurut hemat kami Terdakwa dinyatakan telah sembuh oleh rumah sakit yang merawat, nah saat ini terdakwa mengajukan berobat kembali ini juga menjadi pertanyaan bagi kami,” katanya.

Doni pun mengapresiasi jajaran Ditreskrimum Polda Kalsel yang berhasil menangkap pelaku yang bersembunyi hampir dua tahun.

“Terdakwa sering berpindah tempat tinggal bahkan ke luar negeri serta menghilangkan barang bukti sebelum akhirnya ditangkap oleh Subdit IV Unit 2 Ditreskrimum Polda Kalsel,” katanya.

(rth)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *