Lebaran kurban bisa dikatakan sebagai momen silaturahmi politik. Bahkan jika bukan karena hari raya tak ada alasan untuk menyapa warga.
BANJARMASIN, koranbanjar.net – Kalimat ini dituturkan oleh Budayawan Bahasa Banjar, Noorhalis Majid dalam tulisannya lewat media ini, Jumat (30/6/2023) di Banjarmasin.
Dipaparkan Noorhalis, membangun silaturrahmi, bahkan terhadap orang yang berseberangan, tentu sangat baik. Dan lebaran menjadi momentum tepat untuk merajut silaturrahmi tersebut.
Kalau pada hari lain saling menghindar dan cendrung tidak saling bertegur sapa, maka lebaran dapat mencairkan suasana seperti itu.
“Kalau bukan karena lebaran kurban, tidak ada alasan menyapa warga dan merajut silaturrahmi melalui hewan kurban yang dikirmkan,” tuturnya.
Menurutnya, warga sering kali dibuat bingung melihat pemimpinnya tidak menunjukkan kedewasaan. Ditandai dengan saling menjaga jarak satu sama lainnya.
Soal-soal terkait persaingan dan pertarungan politik kekuasaan, melahirkan dendam dan memutus hubungan silaturrahmi.
Warga tentu percaya dengan bunyi paribasa, “sapuluh batang batindih, bilungka jua nang linyaknya”.
Artinya terang Noorhalis, bahwa, kalau para petinggi atau pemimpin bertengkar, bahkan sekedar tidak bertegur sapa, maka yang rugi dan kena akibatnya justru warga.
“Pemimpinnya sendiri tidak akan terkena dampak apapun. Warga yang tidak tahu menahu, justru dirugikan.,”ucapnya
Lebih lanjut, tenggangnya hubungan para petinggi, pasti akan mengganggu kebijakan. Dan kebijakan tersebut memberi pengaruh pada kehidupan warga.
“Jadi, jangan anggap sederhana ketidakharmonisan hubungan antar para pemimpin. Apalagi ketidakharmonisan antar lembaga pemerintahan,” ujarnya.
Termasuk hubungan pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota. Hubungan Gubernur dengan Walikota atau Bupati.
Silaturrahmi harus terus dibangun. Misal, kenapa setiap lebaran kurban, Presiden menyerahkan hewan kurbannya kepada masjid raya di seluruh Indonesia.
Mungkin hal yang sama dilakukan Gubernur, menyerahkan hewan kurban ke seluruh masjid raya di kabupaten/kota. Atau mungkin pula dilanjutkan Walikota dan Bupati, juga menyerahkan hewan kurban ke masjid di setiap kecamatan.
Dalam sebuah forum diskusi, Alissa Wahid bercerita tentang Gus Dur, ayahnya yang gemar melakukan silaturrahmi politik ke sejumlah tokoh dalam setiap lebaran.
Bahkan kata Alissa, Gus Dur mendatangi tokoh-tokoh, termasuk Mantan Presiden Soeharto, padahal tokoh ini yang paling dikritik beliau.
“Tujuannya agar terbangun silaturrahmi. Sebab momentum lebaran, sangat strategis membangun silaturrahmi,” tutupnya,”
(yon/rth)