Budaya untuk menghabiskan uang rakyat yang dibalut dengan kunjungan kerja ke luar daerah diduga masih terjadi, tidak terkecuali di DPRD Kabupaten Banjar. Tahun Anggaran 2025 mendatang, alokasi anggaran untuk kunjungan kerja anggota DPRD Kabupaten Banjar diperkirakan tidak kurang mencapai antara Rp30 sampai dengan Rp35 miliar per tahun. Itu artinya jika anggota DPRD Banjar menjabat selama 5 tahun dengan jumlah anggaran yang sama, maka total anggaran diduga akan mencapai Rp150 miliar untuk selama 5 tahun. Sungguh angka yang fantastis!
BANJAR, koranbanjar.net – Penelusuran koranbanjar.net dalam sepekan terakhir, beredar dugaan bahwa anggaran kunjungan kerja untuk 45 anggota DPRD Banjar diberlakukan dengan cara real cost (biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan barang dan jasa), berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya yang diberlakukan dengan sistem lumpsum (bembayaran atau jumlah uang yang dibayarkan sekaligus, tidak diangsur).
Masih dari sumber yang dapat dipercaya, setiap anggota DPRD Banjar mendapatkan uang saku di luar biaya transportasi dan hotel, masing-masing berkisar antara Rp1.000.000 hingga Rp2.500.000, tergantung jumlah hari kunjungan kerja dan jarak tempat kunjungan kerja. Kalau kunjungan kerja ke luar daerah rata-rata mendapatkan uang saku antara Rp300.000 sampai dengan Rp500.000 per hari. Ditambah dengan biaya hotel dan transportasi.
Jika kunjungan kerja dilakukan ke luar daerah, seperti ke Jakarta, Surabaya dan kota-kota besar lainnya, maka biaya uang saku ditambah dengan biaya hotel dan transportasi berkisar antara Rp4 juta sampai dengan Rp4,5 juta per orang. Berbeda dengan biaya kunjungan kerja ke daerah yang masih satu daratan, seperti Kalimantan Tengah, maka anggaran biaya lebih rendah. Setiap anggota DPRD Banjar mendapatkan alokasi anggaran sekitar Rp2,5 juta per orang, mencakup uang saku, biaya hotel dan transportasi.
Ironisnya, menurut sumber koranbanjar.net, kunjungan kerja yang resmi hanya dilakukan 1 hari, selebihnya digunakan hanya untuk jalan-jalan. Sedangkan kunjungan kerja rata-rata dilakukan minimal selama 3 hari. Bahkan diduga, kunjungan hanya bentuk formalitas, pertemuan sebentar kemudian dilakukan sesi foto, setelahnya selesai. Bahkan diduga pula, kalau kunjungan kerja yang dekat, seperti ke Pulang Pisau atau Kuala Kapuas Kalimantan Tengah, ada saja oknum DPRD Banjar yang mengikuti kunker pada hari pertemuan, karena jarak tempuh lokasi kunker sangat dekat, tanpa harus menginap. Sementara biaya hotel dipertanyakan, apakah tetap dibayarkan atau tidak? “Kita harus menyelamatkan uang rakyat, minimal mengurangi,” ujarnya.
Nah menanggapi dugaan-dugaan tersebut, Sekretaris DPRD Banjar, Aslam ketika dikonfirmasi pada Rabu, (11/12/2024) mengakui bahwa anggaran kunjungan kerja untuk anggota DPRD Banjar pada tahun anggaran 2025 antara Rp30 miliar sampai dengan Rp35 miliar.
“Saya lupa anggaran pada tahun 2025 ini, sekitar antara Rp30 sampai Rp35 miliar,” ucapnya.
Sedangkan untuk jadwal kunjungan kerja yang dilakukan anggota DPRD Banjar yang sebelumnya diduga sebanyak minimal 4 kali dalam sebulan, Aslam, membantah. “Berangkat kunjungan kerja tergantung jadwal bulanan. Ada yang dijadwalkan 4 kali dalam sebulan, namun ada yang tidak berangkat sebanyak itu,” katanya.
Aslam juga membenarkan bahwa sistem penggunaan anggaran adalah real cost, kalau sebelumnya menggunakan sistem lumpsum. Begitu pula untuk uang saku diakui antara Rp2 juta sampai dengan Rp2,5 juta per orang, tergantung jarak kunjungan kerja.
Dugaan soal adanya oknum DPRD Banjar yang tidak menggunakan fasilitas menginap pada kunjungan kerja dengan tujuan dekat, Aslam menyebutkan itu tidak mungkin. “Sulit mengakali itu, karena pembuktian kuitansi hotel dan lainnya harus lengkap,” ucapnya.
“Sistem yang sekarang berbeda dengan dulu. Kalau dulu bisa dilaksanakan dengan perjokian, kalau sekarang tidak. Anggota dewan juga harus melengkapi absen atau daftar hadir kunjungan,” ujar dia.
Aslam menegaskan, dirinya dari pihak sekretariat hanya memfasilitasi kunjungan kerja, kalau di luar hal-hal lain dia tidak tahu. “Bukti-bukti kunjungan kerja harus lengkap, tidak bisa sembarangan. Apalagi sekarang ada tiga lembaga yang melakukan pemeriksaan, mulai dari inspektorat kabupaten, provinsi, bahkan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan),” pungkasnya. (sir)