Tadinya masyarakat Kota Martapura maupun Kalsel, hampir tidak mengetahui, apalagi mengenal siapa gerangan Datu Bagul yang belakangan diketahui bernama Syekh Aminullah. Riwayat seorang wali Allah yang bermakam di Desa Tungkaran, Kota Martapura ini akhirnya terungkap, setelah Tokoh Ulama Kharismatik yang menjadi panutan warga Kalsel yakni, Syekh Muhammad Zaini bin Abdul Ghani atau Guru Sekumpul, menjelaskan tentang sosok wali Allah tersebut.
Dulu Desa Tungkaran hanya kawasan hutan yang berdataran tinggi, daerah yang bebas banjir ketimbang kawasan langganan banjir lain seperti Tunggul Irang, Pingaran, Astambul, Dalam Pagar dan lain-lain di pesisir Sungai Martapura.
Berdasarkan kisah yang pernah dituturkan Syekh Muhammad Zaini bin Abdul Ghani atau Guru Sekumpul, Datu Bagul sebenarnya bernama asli Syekh Aminullah, berasal dari Persia, Timur Tengah.
“Guru Sekumpul mengetahui nama asli beliau, ketika Guru Sekumpul sering berkhalwat di makam ini puluhan tahun lalu. Bahkan, Datu Bagul sendiri yang memberitahukan nama asli beliau kepada Guru Sekumpul, di mana ketika itu, Guru Sekumpul secara kasyaf bisa bertemu bahkan berangkulan dengan Syekh Aminullah sebagai sesama waliullah,” beber penjaga makam Datu Bagul.
Datu Bagul menurut Guru Sekumpul adalah seorang habib, atau masih keturunan Rasulullah SAW.
BACA JUGA ; KISAH WALI ALLAH AHMAD JAMALUDDIN WAFAT DIANIAYA
“Menurut Guru Sekumpul, beliau sangat alim. Bahkan, sejarahnya tak banyak dikisahkan Guru Sekumpul. Kata Guru Sekumpul, Datu Bagul itu hanya gelar dari penduduk setempat, yang sebenarnya nama asli beliau adalah Syekh Aminullah, berasal dari Persia dan masih keturunan Rasulullah SAW,” ungkapnya.
Syekh Aminullah datang ke Tanah Banjar untuk menyiarkan agama Islam.
“Beliau datang semata-mata untuk mensyiarkan agama Islam. Konon, beliau menggunakan sebuah kapal yang cukup besar, lengkap dengan barang-barang dagangannya. Selain berdagang, beliau memberikan pengajaran agama Islam kepada penduduk Banjar,” jelasnya.
Syekh Aminullah menetap di Desa Tungkaran untuk melakukan khalwat. Kapal dagangnya pun disandarkan di tepi bukit. “Di sebelah belakang makam ini, dulunya adalah danau yang luas dan dalam, sehingga kapal bisa masuk dari arah Sungai Martapura. Menurut para ulama yang kasyaf, memang di kawasan ini banyak khazanah-khazanah di dalam perut buminya, baik berupa intan maupun emas batangan, wallahu a’lam,” kisahnya.
Hanya saja, khazanah itu masih ghaib, dan suatu masa kelak, khazanah itu akan keluar dengan sendirinya ke permukaan. “Menurut para tetuha, intan akan keluar dari perut bumi, layaknya batu-batu kerikil. Meski banyak ditemukan, namun intan sudah tak terlalu berharga. Di zaman itu, semua orang kaya-kaya,” beber penjaga makam.
BACA JUGA ; Makam-makam Wali Allah di Martapura Ini Tidak Terdampak Banjir
Hanya saja, memang ada yang berdasarkan petunjuk Datu Bagul, mendulang intan di kawasan seputar makam itu, dan memang ada ditemukan beberapa butir intan.
Memang sebelum tahun 1975, untuk ke Tungkaran, warga Pekauman, Dalam Pagar atau Kampung Kramat, dan juga Keraton, mesti naik jukung (perahu).
Barulah setelah itu ada jalan rintisan seiring program ABRI Masuk Desa. Bahkan, dahulu, Guru Sekumpul hobi berburu burung ke kawasan ini, sehingga untuk menuju Tungkaran yang dulunya dikenal Karang Tengah, Guru Sekumpul naik perahu.
Setelah sekian lama berkhalwat di tengah hutan di dalam pondokannya, Datu Bagul wafat. Oleh penduduk setempat, beliau dimakamkan di halaman pondokan beliau sendiri. Lokasi makam ini dulunya bernama Murung Binjai atau Murung Nangka. “Jadi, makam beliau sekarang ini, dulunya halaman pondok beliau. Beliau tak memiliki istri dan juga anak,” ungkapnya.
Kubah Duta Bagul ditangani Guru Sekumpul sejak tahun 1980-an, sementara mushala di lokasi tersebut menurut cerita H Harun, seorang sudagar asal Pesayangan, Martapura. Bahkan, kebun karet yang ada sekarang, dimiliki beliau yang kemudian diwariskan kepada anaknya, H Ijai.
“Dikisahkan, H Harun sempat khawatir, bangunan mushala di samping makam yang dibangunnya mubazir, karena memang jauh dari pemukiman penduduk. Lalu beliau meminta Guru Idris untuk menanyakan soal tersebut ke Guru Sekumpul.
BACA JUGA ; Mengenang Kai Jabuk, Wali Allah Berusia 125 Tahun (Video)
Belum lagi Guru Idris berkata, Guru Sekumpul sudah mengatakan bahwa mushala tersebut kelak akan berguna. Guru Sekumpul berkata, ‘Belum lagi atap mushala itu ada, aku sudah sembahyang di situ,” kisahnya.(*)
Sumber; Fb Kumpulan Cerita Rakyat Banjarmasin