Tuan Guru Muhammad Nur bin Syekh Ibrohim Khaurani asal Desa Takisung, Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan, adalah seorang ahli thoriqat serta ahli dzikir yang keras membimbing murid-muridnya dalam upaya mendekatkan diri kepada Allah Swt, juga memiliki pendirian yang teguh dan kuat. Konon, dalam ijtihadnya melazimkan dzikrullah untuk bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah Swt, dia pernah menjalani khalwat selama 41 hari dan malam, hanya mengerjakan berbagai ibadah, tanpa makan dan minum.
Menjadi seorang ahli dzikir yang senantiasa bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada Sang Khalik dijalani Tuan Guru Muhammad Nur dengan proses yang tidak mudah. Tetapi dia senantiasa melazimkan dzikrullah dalam setiap ibadah sholatnya dengan jumlah hitungan yang sangat banyak. Bukan hanya itu, dalam perjalanan melazimkan thoriqat (jalan) mendekatkan diri kepada Allah dia juga menempuh khalwat (mengasingkan diri) di sebuah gua gunung Lasung yang berada di wilayah Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan.
BACA JUGA ; Ribuan Jemaah Padati Haul ke 25 Syekh Muhammad Nur Takisung, Dzuriat Sampaikan Pesan Ini…
Menurut khadam (pelayan) yang sering membantu di kediaman Tuan Guru Muhammad Nur, yakni Hajjah Hairiyah saat diwawancarai koranbanjar.net beberapa waktu lalu, dia pernah mendengar cerita dari istri Tuan Guru Muhammad Nur, bahwa Tuan Guru Muhammad Nur pernah melewati khalwat (mengasingkan diri) di gua Lasung, Kotabaru selama 41 hari / malam, tanpa makan dan minum.
Konon selama menjalani masa khalwat, yang diisi dengan ibadah-ibadah sholat serta dzikrullah, Tuan Guru Muhammad Nur tidak merasakan lapar dan haus, sehingga dapat dilewati tanpa makan dan minum.
“Menurut kisah, Guru Muhammad Nur berkhalwat sendirian saja selama 41 hari. Sebelumnya, beliau pernah gagal menyelesaikan khalwat, tapi diulang hingga bisa selesai. Yang pertama khalwat hanya berjalan 20 hari, kemudian diulang dengan khalwat yang kedua selama 41 hari,” ungkapnya.
Dalam pengasingan diri di waktu yang berbeda, Tuan Guru Muhammad Nur juga pernah melakukan sebuah amaliah yang teramat sulit dapat dilakukan orang lain. Sebuah amaliah untuk meneguhkan hati dan keimanan. Dia telah memandangi matahari sejak terbit hingga tenggelam tanpa harus mengedipkan mata dalam keadaan berpuasa.
“Abah itu (Tuan Guru Muhammad Nur), pernah mengerjakan amaliah, memandangi matahari mulai terbit sampai terbenam. Sidin mengerjakan di daerah pegunungan yang cukup tinggi, supaya tidak menghalangi pandangan beliau. Bayangkan saja, kita tidak usah memandang matahari, memandangi lampu dalam waktu satu jam saja, pandangan kita sudah pasti gelap. Apalagi memandangi matahari,” ungkap salah satu murid Tuan Guru Muhammad Nur yang bermukim di Kabupaten Tanah Bumbu.
Sementara itu, cerita lain tentang sosok Tuan Guru Muhammad Nur Takisung yang sangat keras membimbing para muridnya, pernah di sampaikan KH. Anang Sya’rani asal Tanjung Rema, Gang Baru, Kota Martapura, semasa masih hidup.
Menurut mendiang Guru Anang Sya’rani –demikian beliau akrab disebut, red –, ketika dia menuntut ilmu thoriqat di kediaman Tuan Guru Muhammad Nur di Takisung, pernah satu malam disuguhi bakul berisi penuh dengan kacang ijo.
BACA JUGA ; Ahli Thoriqat Asal Takisung, Tuan Guru Muhammad Nur (3); Berhaji Ke Makkah, Malam Hari Ada Di Rumah
Tuan Guru Muhammad Nur mengajarkan tata cara istiqomah dalam membaca dan melazimkan kalimah dzikir “Laa ilaa ha illallah..” Setiap kali menyebut satu kali kalimah dizikir tersebut, baru boleh mengambil satu biji kacang ijo yang dipindahkan ke tempat lain. Cara itu dilakukan terus menerus, hingga kacang ijo yang berisi di dalam bakul tersebut tidak tersisa atau habis.(sir)