Edukasi dan Pelatihan tentang gizi stunting dan pengolahan PMT berbahan pangan lokal di Desa Teluk Selong wilayah kerja Puskesmas Martapura Barat Kabupaten Banjar.
Oleh: Rosihan Anwar, S.Gz, MPH, Rijanti Abdurrachim, DCN, M.Kes, Aprianti, S.Pd.,M.Pd
STUNTING yaitu kondisi di mana balita memiliki panjang atau tinggi badan yang kurang jika dibandingkan dengan umur.
ondisi ini diukur dengan panjang atau tinggi badan yang lebih dari minus dua standar deviasi median standar pertumbuhan anak dari WHO.
Balita stunting termasuk masalah gizi kronik yang disebabkan oleh banyak faktor seperti kondisi sosial ekonomi, gizi ibu saat hamil, kesakitan pada bayi, dan kurangnya asupan gizi pada bayi (Pusdatin Kemenkes RI, 2018)
Stunting masih menjadi masalah kesehatan serius yang di hadapi Indonesia. Berdasarkan data Survei Status Gizi Nasional (SSGI) tahun 2022, prevalensi stunting di Indonesia di angka 21,6%.
Jumlah ini menurun dibandingkan tahun sebelumnya yaitu 24,4%. Walaupun menurun, angka tersebut masih tinggi, mengingat target prevalensi stunting di tahun 2024 sebesar 14% dan standard WHO di bawah 20%.
Berdasarkan data Survei Diet Total (SDT) tahun 2014 diketahui bahwa lebih dari separuh balita (55,7%) mempunyai asupan energi yang kurang dari Angka Kecukupan Energi (AKE) yang dianjurkan.
Hasil pengumpula data dasar (baseline data) mahasiswa Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Banjarmasin di Desa Teluk Selong adalah status gizi TB/U di Desa Teluk Selong pada tahun 2021 diketahui bahwa balita dengan Tinggi 1 orang (2,5%), Normal 29 orang (72,5%), Pendek 4 orang (10%), dan 6 orang Sangat pendek (15%).
Sedangkan data terakhir yang didapat di Desa Teluk Selong Jumlah Balita Stunting per Oktober 2024 adalah 25 orang.
Metode kegiatan pengabdian masyarakat dalam bentuk Edukasi dan Pelatihan Pada Ibu Balita yang mempunyai anak Balita stunting tentang gizi stunting dan pengolahan PMT berbahan Pangan Lokal di Desa Teluk Selong Wilayah Kerja Puskesmas Martapura Barat Kabupaten Banjar.
Tujuan kegiatan Pengabmas ini adalah agar ibu balita yang mempunyai anak balita stunting bertambah pengetahuan tentang gizi stunting serta bisa membuat makanan untuk anak stunting dengan berbahan makanan lokal.
Pelatihan Pembuatan Makanan untuk Anak Stunting pada Kelompok Ibu Balita Stunting di Desa Telok Selung Kecamatan Martapura Barat Kabupaten Banjar yang diikuti oleh ibu balita yang mempunyai anak stunting berjumlah 15 orang.
Kegiatan dilaksanakan pada tanggal 21 Oktober 2024 di Aula Desa Telok Selong Kecamatan Martapura Barat Kabupaten Banjar.
Kegiatan ini dilakukan oleh Dosen Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Banjarmasin dan mahasiswa serta kader dan dibantu aparat Desa Teluk Selong Kabupaten Banjar.
Luaran kegiatan pegabmas ini adalah diterbitkannya pada publikasi jurnal pengabdian masyarakat dan video kegiatan di youtube serta inormasi kegiatan di koran.
Desa Teluk Selong adalah salah satu Desa dari 13 (tiga belas) Desa di Kecamatan Martapura Barat Kabupaten Banjar Provinsi Kalimantan Selatan yang terletak di pertengahan Kecamatan Martapura Barat.
Luas Desa Teluk Selong adalah 2,25 Km² atau 225 ha, merupakan Desa di daerah dataran rendah bersifat agraris dengan klasifikasi Desa Swasembada.
Jarak dari ibukota kecamatan sekitar ± 7 km, dari ibukota kabupaten sekitar ± 3 km dan dari ibukota provinsi (Banjarmasin) sekitar ± 40km. Desa Teluk Selong dapat dicapai dengan kendaraan umum; baik roda 2 maupun roda 4 melalui Jl. Martapura Lama dari arah Martapura maupun dari arah Banjarmasin.
Ketersediaan sarana angkutan untuk menuju Desa Teluk Selong dinilai cukup memadai dan sangat mudah dijangkau.
Kegiatan pengabdian masyarakat ini dilaksanakan di Desa Teluk Selong pada hari Senin Tanggal 21 Oktober 2024.
Jumlah responden dalam kegiatan ini sebanyak 15 orang dan diikuti juga oleh para kader serta perangkat desa. Responden yang digunakan adalah ibu balita yang mempunyai anak balita stunting.
Kegiatan ini diawali dengan melakukan pre-test melalui pengisian kuisioner untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan ibu mengenai gizi stunting. Setelah itu, dilakukan penyuluhan mengenai gizi stunting.
Pada penyuluhan tersebut, responden diberikan edukasi berupa penyuluhan terkait gizi stunting mulai dari pengertian hingga pencegahan stunting kegiatan diakhiri dengan pemberian post-test untuk mengetahui tingkat pengetahuan ibu setelah dilakukan penyuluhan.
Setelah dilaksanakan rangkaian kegiatan penyuluhan pencegahan stunting, hasil pre-test dan post-test dianalisis untuk mengetahui apakah terjadi perubahan pengetahuan peserta mengenai pencegahan stunting.
Berdasarkan nilai tersebut, terlihat adanya peningkatan terkait pengetahuan ibu mengenai gizi stunting pada anak di Desa Teluk Selong pada kegiatan penyuluhan dengan selisih antara pre-test dan post-test sebesar 30%.
Hasil penyuluhan ini sejalan dengan penelitian Wahyuni et al (2022) yang melaporkan bahwa terdapat perbedaan rata-rata nilai yang signifikan antara pengetahuan responden sebelum dan sesudah dilakukan penyuluhan stunting.
Dalam penelitian tersebut didapatkan bahwa nilai rata-rata (mean) pengetahuan responden lebih baik pada saat dilakukan pengukuran sesudah penyuluhan (72.7) dibandingkan dengan sebelum melakukan penyuluhan (40.7).
Pengetahuan yang ada pada manusia tergantung pada tingkat pendidikan yang diperoleh baik formal maupun informal, dimana tingkat pengetahuan akan mempengaruhi cara seseorang memahami pengetahuan tentang gizi dan kesehatan, tingkat pengetahuan gizi seseorang mempengaruhi sikap dan perilaku dalam memilih makanan yang pada akhirnya mempengaruhi keadaan gizi seseorang, semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang maka diharapkan keadaan gizinya akan semakin baik (Rahmayanti et al., 2020).
Pengetahuan orang tua tentang gizi membantu memperbaiki status gizi pada anak untuk mencapai kematangan pertumbuhan. Pada anak dengan stunting mudah timbul masalah kesehatan baik fisik maupun psikis.
Oleh karena itu, tidak semua anak dapat bertumbuh dan berkembang sesuai dengan usianya, ada anak yang mengalami hambatan dan kelainan (Saragih et al., 2013).
Setelah diberikan penyuluhan, tim pengabmas terdiri dari dosen dan mahasiswa dibantu kader bersiap-siap untuk melanjutkan ke sesi berikutnya yaitu demonstrasi pembuatan makanan PMT Lokal.
Tim pengabmas menyediakan bahan- bahan seperti daging ayam, telor puyuh, sayur, bumbu dan lain-lain. Proses memasak memakan waktu kurang lebih sekitar 45 menit. Menu masakan yang dimasak yaitu nasi, sop ayam, telor puyuh, tempe goreng dan buah.
Selama pelaksanaan demonstrasi pembuatan PMT lokal melibatkan juga sebagian peserta, disamping itu dilakukan diskusi dan tanya jawab antara pemateri dengan peserta.
Dari pelaksanaan demonstrasi dan diskusi terlihat bahwa peserta lebih mudah memahami dan mengerti cara pembuatan makanan tambahan dimana bahan bakunya berasal dari bahan pangan yang tersedia di daerah tempat tinggal mereka. Bahan mudah didapat dan makanan sangat disukai oleh anak-anak karena rasa dan berkuah serta enak.
Hasil kegiatan ini menunjukkan ketercapaian tujuan pelaksanaan pengabdian masyarakat berdasarkan informasi yang disampaikan pada peserta praktik pemberian makanan tambahan pada ibu balita yang mempunyai anak stunting dengan antusias mengikuti kegiatan serta banyaknya pertanyaan yang diajukan menunjukan ketertarikan kegiatan ini.
Selama ini pemberian makanan pada balita sering kali tidak diperhatikan, terutama tentang kepadatan nilai gizinya dan juga bahan baku yang ada mereka lebih terbiasa membeli makanan tambahan yang instan bisa dibeli di toko/warung sekitar tempat tinggalnya.
Hal tersebut terjadi karena masih rendahnya tingkat pengetahuan dan ketrampilan ibu-ibu dalam membuat dan memanfaatkan pangan lokal yang pada gizi, dengan harga yang relatif terjangkau untuk pembuatan PMT (Ni’mah & Nadhiroh, 2015).
Beberapa dampak positif, antara lain ibu balita lebih mudah memahami dan lebih terampil dalam pembuatan makanan tambahan lokal dengan bahan baku yang mudah didapat di sekitar tempat tinggalnya, sehingga diharapkan ibu-ibu dapat melanjutkan pemberian PMT lokal secara mandiri, yang pada akhirnya akan dapat mencegah kejadian stunting (Satriawan, 2018).
Selain itu, pelatihan dan simulasi yang diberikan dalam pembuatan MP-ASI dapat meningkatkan keterampilan kader dan ibu balita dalam menyiapkan MP-ASI lokal pada balita (Nurbaya et al., 2022).
Pemberian Makanan Tambahan (PMT) adalah upaya memberikan tambahan makanan untuk menambah asupan gizi untuk mencukupi kebutuhan gizi agar tercapainya status gizi yang baik (Permenkes Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2016).
Adapun hasil yang lain selain pengetahuan dan keterampilan ibu balita yang mempunyai anak stunting juga diperoleh hasil dari kegiatan pengabdian ini adalah terjalinnya kerja sama antara Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Banjarmasin dengan pemerintah Desa Teluk Selong dalam rangka pelaksanaan pelatihan.
Praktek pemberian MP-ASI dimasyarakat yang berkembang adalah MP-ASI dini karena alasan ASI tidak cukup menambah berat badan bayi dan makanan pantangan berupa tidak memberikan pisang susu (Dwi Erma Kusumawati, Ansar, Bahja, & Fahmi Hafid, 2020)
Hasil pelaksanaan kegiatan pengabdian kepada masyarakat secara garis besar dapat dilihat berdasarkan komponen sebagai berikut yaitu keberhasilan target jumlah peserta pelatihan sesuai dengan yang direncanakan, keberhasilan target jumlah peserta pelatihan dapat dikatakan sangat baik. (dya)