Kasus meninggalnya Almarhum Sri Herawaty Saragih salah satu pasien RSUD Ulin Banjarmasin pada 20 Maret 2024 lalu yang diduga mengidap penyakit miom (tumor) berbuntut panjang.
BANJARMASIN, koranbanjar.net – Pasalnya, Lando Simatupang (suami korban) didampingi Kuasa Hukum Risma Situmorang membuat gugatan terhadap Dirut RSUD Ulin Banjarmasin, selaku tergugat, ke Pengadilan Negeri (PN) Banjarmasin, Senin (8/7/2024).
Adapun dalam gugatan ini, lantaran pihaknya merasa dirugikan dan meminta agar pihak tergugat, yaitu Dirut RSUD Ulin Banjarmasin membayar ganti rugi materil sebesar Rp851 juta.
Tidak hanya itu, karena istri dari kliennya telah meninggal, pihaknya menuangkan dalam kerugian immateril sebesar Rp100 miliar.
”Atas adanya dugaan malpraktik oleh pihak RSUD Ulin Banjarmasin, kami menggugat untuk materil sebesar Rp851 juta dan immateril sebesar Rp100 miliar rupiah,” tegasnya.
Risma Situmorang membeberkan bahwa dugaan malpraktik ini terjadi bermula saat almarhum Sri Herawati Saragih melakukan pengobatan di RSUD Ulin Banjarmasin dan ditangani oleh seorang dokter kandungan berinisial STW.
Setelah diperiksa oleh sang dokter, dijelaskan bahwa ditemukan ada miom pada rahim almarhum, hingga kemudian dilakukan tindakan biopsi pada 18 Maret 2024.
Namun setelah dilakukan tindakan l tersebut, almarhum yang awalnya masih dalam kondisi normal, justru merasakan sakit yang luar biasa.
Bahkan pada Rabu (20/3/2024) sekitar pukul 04.15 Wita, korban yang merupakan ibu dari dua anak ini menghembuskan nafas terakhirnya.
Keluarga korban pun kemudian mendatangi sang dokter, namun karena tidak puas dengan jawaban dokter, akhirnya meminta bertemu dengan pihak RSUD Ulin Banjarmasin.
Dari pertemuan dengan manajemen RSUD Ulin Banjarmasin, dijanjikan permasalahan ini akan dibicarakan dengan pimpinan.
“Namun setelah pertemuan dengan pihak RSUD Ulin Banjarmasin tidak ada respon hingga sekarang, sehingga pada hari ini kami pun mendaftarkan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Banjarmasin dengan dugaan perbuatan melanggar hukum, yaitu berupa malpraktik,” tuturnya.
Dibeberkan juga oleh Risma Situmorang bahwa pihaknya sendiri sejak awal sudah berupaya menyelesaikan dugaan malpraktik ini secara kekeluargaan.
“Tapi karena tidak ada respon, makanya kami daftarkan gugatan ini. Dan tidak menutup kemungkinan juga kami akan melaporkan dugaan tindak pidananya,” jelasnya.
Lanjut dikatakannya, perkara ini juga sudah dibawa atau dilaporkan ke Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) Pusat di Jakarta.
“Sudah kami laporkan ke MKDKI pusat, dan hari ini tadi sudah dilakukan pemeriksaan juga oleh Komisioner MKDKI di kantor Dinkes Provinsi Kalsel di Banjarmasin,” terangnya.
Suami almarhum Sri Herawaty Saragih, yakni Lando Situmorang menambahkan bahwa awalnya sang istri dalam kondisi baik-baik saja.
Menurut Lando, istrinya hanya mengeluhkan terkait haid yang kurang nyaman dan molor, serta lebih banyak dari kondisi normal.
Sang istri pun masih bisa beraktivitas bahkan bekerja dengan normal, hingga kemudian melakukan pemeriksaan dengan dokter kandungan dan disebut ada miom.
Dokter pun menawarkan kepada almarhum bahwa ada dua tindakan yang bisa dilakukan, yakni dengan cara dikuret secara manual atau dengan menggunakan alat.
Kemudian dokter memberikan gambaran bahwa apabila dilakukan menggunakan alat, maka tindakan dilakukan diperkirakan hanya diperlukan sekitar 30 menit saja. Dan rasa sakit atau nyeri setelah dilakukan tindakan hanya sekitar 2-3 jam saja setelah reaksi obat bius selesai.
“Tapi ternyata setelah dilakukan tindakan, almarhum istri saya merasakan sakit yang luar biasa dan terus menerus. Bahkan juga diberi morfin tanpa sepengetahuan keluarga untuk menahan rasa sakitnya, kemudian reaksinya hilang kembali kesakitan. Bahkan sampai ngelantur hingga akhirnya meninggal,” ujarnya.
Sementara itu, Kasi Humas RSUD Ulin Banjarmasin Yan Setiawan ketika dikonfirmasi terkait hal ini mengatakan akan mempelajarinya terlebih dahulu.
“Kalau ada gugatannya kami akan pelajari dahulu,” katanya singkat. (bay)