Tindak lanjut kasus perseteruan PT. AGM dan PT. TCT yang berbuntut terhadap penutupan jalan hauling di Km 101 Tapin, berupa Rapat Dengar Pendapat (RDP) di DPRD Kalsel, (4/01/2022) berlangsung panas.
BANJARMASIN, koranbanjar.net – Dalam penyampaikan dengar pendapat, PT. TCT terkesan berbelit. Akibatnya, memicu reaksi para peserta rapat, terutama dari kalangan yang didominasi anggota LSM.
Bahkan, saat perwakilan PT. TCT beberapa kali menanggapi persoalan kerap diteriaki para peserta rapat, karena terkesan berbelat-belit.
Kesempatan untuk memberi tanggapan diberikan kesempatan oleh Ketua DPRD Kalsel, Supian HK kepada perwakilan PT. AGM.
Direktur PT AGM, Widada mengatakan, persoalan ini sangat berpengaruh tehadap masyarakat angkutan jasa angkutan.
“Dalam 10 tahun terakhir berjalan lancar. Dengan adanya penutupan jalan, sangat berpengaruh terhadap hajat orang banyak,” kata Widada.
Setelah 1 bulan terakhir ini banyak pekerja istirahat, sehingga banyak sekali dampak terhadap keluarga mereka. “Kita harus fokus, segera pecahkan persoalan,” ucapnya.
Menurut dia, sengketa PT. AGM dan PT. TCT berproses di pengadilan. “Yang perlu kita pikirkan bagaimana keadaan masyarakat yang sudah menjalin kontrak. Kita sedang berproses hukum dan perdata,” tuturnya.
“Inilah jeritan hati masyarakat Kalsel, agar kelangsungan usaha mereka pulih,” harapnya
Sementara itu, Ketua DPRD Kalsel, Supian HK berharap agar persoalan antara kedua pihak dapat diselesaikan di luar pengadilan. “Yang penting membantu urang banyak,” katanya.
Sementara salah satu Direktur PT.TCT, Anto menanggapi, dia menyambut baik agenda RDP. Kemudian dia menerangkan sebab dan dampak penutupan jalan hauling.
“Kami hanya ingin memberitahukan, bahwa kami adalah pemilik objek tanah (lokasi jalan) yang sah. Namun saat membeli objek, banyak dokumen tanah yang bermasalah, sehingga kami harus membayar lagi,” paparnya.
“Kami ingin menunjukkan ini hak kami, ini tanah kami. Kami adalah pemilik secara sah,,” imbuhnya.
Menyikapi pekerja yang tidak bisa beroperasi, Anto memberikan sinyal, bahwa pihaknya memiliki pelabuhan. Dan bisa dimanfaatkan jasa angkutan.
“Kami juga ingin survive, kami juga punya karyawan, kami juga investasi, kami juga punya tanggungan di bank. Ini yang harus dipahami. Kami ingin diselesaikan bisnis to bisnis,” katanya.
Menanggapi hal tersebut, pihak PT. AGM meminta PT. TCT dapat menyebutkan penyelesaian yang dimaksud bisnis to bisnis. “Silakan sampaikan, apa yang diinginkan pihak PT TCT, supaya kita bisa memutuskan penyelesaian masalah ini,” kata Widada.
Hal demikian juga diminta Ketua DPRD Kalsel serta para peserta RPD lainnya. Namun lagi-lagi pihak PT. TCT tidak menyampaikan secara terbuka, sehingga sempat menimbulkan reaksi para peserta LSM dan meneriaki perwakilan PT. TCT berkali-kali agar dapat menyampaikan secara terbuka.
Akan tetapi keinginan tersebut tidak diterima PT. TCT, sampai akhirnya Ketua DPRD Kalsel menawarkan rapat “setengah kamar” khusus melibatkan perwakilan kedua perusahaan dan pihak berwenang.
Di tempat yang sama, Kuasa Hukum Sopir Angkutan, Supiansyah Darham, SE,SH menanggapi secara singkat dan padat.
“Silakan TCT dan AGM bernegosiasi, terpenting segera buka police line, agar masyarakat bisa bekerja kembali. Dan silakan TCT dan AGM selesaikan secara perdata di pengadilan,” tutupnya.(sir)