MARTAPURA – Keberadaan pertambangan di tengah masyarakat menjadi polemik tersendiri bagi masyarakat yang kemudian terjadi konflik sengketa lahan.
Terakhir yang cukup meresahkan masyarakat Kalsel khususnya Kabupaten Hulu Sungai Tengah adalah mencuatnya Surat Keputusan Nomor 441.K/30/DJB/2017 tentang Penyesuaian Tahap Kegiatan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara oleh kementrian ESDM.
Salah satu anggota Cipayung Plus Kalsel, Yogi Adyatma mengatakan kepada koranbanjar.net banyak sekali sengketa-sengketa di lahan warga antara pengusaha tambang, hal itu menjadi titik poin Cipayung Plus untuk melakukan seminar guna menyatukan pemahaman dan kemudian melakukan gerakan-gerakan kongkrit bersama.
“Gagasan itu dalam bentuk seminar ini dulu, setelah pemahaman dan perespsi sama kemudian melakukan pergerakan,” ujar Yogi usai seminar Antisipasi Sengketa Batas Wilayah di Islmamic Center Martapura, Sabtu (24/2) kemaren.
“Nanti kami akan turun ke lapangan melihat keadaan di daerah bersama teman-teman WALHI juga kerjasama dengan Kapolda, Masyarakat, kemudian melakukan advokasi hukum dengan pihak terkait wabil khusus sengketa lahan tambang saat ini,” ungkap Ketum DPD IMM ini.
Ia membeberkan, berdasarkan informasi dari WALHI terdapat 38 kasus sengketa lahan di tengah masyarakat saat ini.
“38 sengketa inilah yang kita kritisi saat ini. Ini tidak hanya sekedar gerakan yang kita buat tapi ada advokasi hukum dengan pihak terkait,” tambahnya lagi.
“Harapannya kita mampu mensolidkan gerakan Cipayung Plus Kalsel dari IMM, PMII, HMI, KAMMI dan GMNI agar satu arus dalam gelombang yang sama untuk kesejahteraan masyarakat melihat keadaan masyarat kita saat ini sudah cukup mendesak,” tutupnya. (Sai/Hen)