MARTAPURA – Apakah anda mengenal alat penangkap ikan yang disebut Lukah atau Tampirai? Nah, di Kota Martapura, Kabupaten Banjar, tepatnya di Desa Tambak Baru Ilir, masih tersisa pengrajin pembuat 2 alat penangkap ikan tersebut. Menariknya, pengrajin ini telah melakoni profesinya sudah selama 30 tahun.
Adalah sepasang suami istri, Asfar (65) dan Safiyah (50) warga RT 4, Desa Tambak Baru Ilir, telah melakukan pekerjaan sebagai pembuat Lukah dan Tampirai, semasa masing-masing masih bujangan. Atau sejak keduanya belum diikat tali pernikahan hingga sekarang sudah memiliki cucu. Untuk hidup sehari-hari, mereka hanya mengandalkan hasil dari penjualan Lukah dan Tampirai.
Proses pembuatan lukah tidak-lah begitu rumit, atau bahkan tidak memerlukan keterampilan khusus. Seperti membuat anyaman yang berbentuk roket, dan memiliki dua buah nadut (untuk menahan ikan yang masuk ke dalam Lukah agar tidak keluar, red), yang terletak di bagian dalam. “Sehari saja saya bisa membuat lima lukah,” tutur Asfar.
Selain itu bahan baku untuk membuatnya juga sangat mudah untuk didapatkan, seperti bambu dan rotan yang didatangkan dari Pengaron.
“Rotan dan bambu, bahan dasar pembuatan Lukah dan juga Tampirai ini kami datangkan dari Pengaron, biasanya kami dikirimi penjual lewat sungai. Penjualnya membawa bambu dan rotan dengan cara dilarutkan di sungai hingga sampai ke Martapura. Bambu dan rotan yang dilarutkan ditumpangi, begitu ada pembeli, penjual tinggal memilah bambu atau rotan yang diminta,” tambah istrinya Safiyah.
Harga yang dikenakan untuk satu buah Lukah dan Tampirai senilai Rp20 ribu per buah, tetapi tergantung dengan ukuran dan kerumitan yang diminta pembeli. Harga paling mahal mereka patok bisa mecapai Rp90 ribu.
Biasanya para pengrajin alat tangkap ikan ini memasarkan barang jualannya ke pasar Martapura, setiap Selasa dan Rabu. Biasanya mereka membawa 150 sampai 200 buah, menjual dari pagi buta hingga sore hari.
Mereka bisa membawa pulang uang sebanyak Rp400 ribu sehabis menjual ke pasar.(sen)