Warga Palm Tanggul dari RT 05 dan 06, Kelurahan Palm, geruduk kantor perusahaan tambang intan PT Galuh Cempaka, karena selama kurang lebih 4 tahun atau semenjak berdirimya perusahaan tersebut, melarang warga 2 RT disana mengambil limbah hasil galian intan.
BANJARBARU, koranbanjar.net – Dari pantauan media ini, Senin (18/9/2023) sedikitnya ada 50 lebih warga Palm Tanggul memenuhi jalan Tambak Jariah Kelurahan, Palam, Cempaka, Kota Banjarbaru melakukan unjuk rasa tepat di depan kantor perusahaan milik pengusaha lokal terkenal, H Norhin ini.
Aksi itu dalam pengawalan puluhan personel kepolisian baik dari Polsek setempat, maupun Polres Banjarbaru tak lupa petugas Koramil disana, turut menjaga ketertiban jalannya aksi unjuk rasa hingga upaya mediasi di dalam ruangan kantor perusahaan.
Dalam mediasi antara pihak warga diwakili ketua RT masing-masing wilayah dan pihak perusahaan yang dihadiri Direktur Teknik Tambang PT Galuh Cempaka Amin Sitepu, didampingi HRGA Legal DP Prabowo Suprihadi, beserta aparat kepolisian dan petugas Koramil sempat berlangsung alot.
Pihak warga menginginkan agar perusahaan tambang intan itu mengabulkan permintaan mereka segera untuk diizinkan, mengambil limbah produksi dari hasil penggalian pasir di danau milik perusahaan.
Namun pihak perusahaan belum bisa menyetujuinya dengan alasan tuntutan warga harus disampaikan ke manajemen perusahaan, disampimg mencarikan solusi bagaimana permintaan warga dapat dipenuhi akan tetapi tidak melanggar regulasi atau aturan yang ditentukan pemerintah.
Pihak perusahaan menilai sikap warga dalam menyampaikan tuntutannya seakan memaksa.
“Kami hadir di forum ini mendengarkan apa yang kalian ingjnkan tapi jangan memaksa, itu namanya memaksa mendesak harus segera dikabulkan,” ucap Direktur Teknik Tambang PT Galuh Cempaka Amin Sitepu.
Pihak perusahaan meminta tempo paling lama 1 bulan untuk menanggapi permintaan warga, sebab harus dibicarakan secara internal di manajemen perusahaan
“Saya mesti harus menyampaikan ke pimpinan di waktu yang tepat, khawatirnya keputusannya tidak sesuai harapan warga. Jangan sampai nanti pimpinan itu ngomongnya “emang perushaan punya siapa, emang punya mereka” jangan sampai seperti itu,” tutur Amin.
Usai mediasi, HRGA Legal DP Prabowo Suprihadi dalam wawancaranya kepada awak media menyampaikan sebelum melakukan aksi, warga memberikan surat yang isinya berupa tuntutan warga untuk dibuka kembali akses mengambil limbah.
“Kita memang harus menampung aspirasi mereka dan memfasilitasinya cuman hanya persoalan waktu saja,” ujar Prabowo.
Dia mengatakan, limbah yang diminta warga belum bisa dipenuhi karena limbahnya memang belum ada. Namun pada intinya apa pun permintaan warga pihak perusahan akan berusaha memenuhinya.
“Kalau limbah masih ada di dalam wilayah perushaan ini artinya masih dipakai, bukan yang dibuang kerena masih dikelola dan bernilai ekonomis,” terangnya.
Permasalahan ini lanjutnya bukan hal pertama terjadi. Menurutnya persoalan permintaan limbah dari warga sudah bertahun-tahun semenjak PT Galuh Cempaka pertama kali beroprasi.
Sementara Ketua RT 05, Yansyah didampingi Ketua RT 06 Satriansyah, mengaku sangat keberatan dengan tempo yang diberikan perusahaan.
“Kami sangat keberatan sebab menurut kami itu terlalu lama karena ini urusan perut,” ucap Ketua RT 06 Satriansyah.
Selama rentang waktu yang ditentukan perusahaan tersebut bagiamana nasib kehidupan keluarga mereka.
“Bagaimana biaya anak sekolah, makan dan kebutuhan sehari-hari kami,” tambah Ketua RT 05, Yansyah.
Terkait tuntutan warga, lanjut Yansyah pihaknya sudah beberapa kali menyampaikan secara lisan kepada perusahaan. Namun baru kali ini menyampaikan aspirasi warga lewat surat.
“Sudah sekitar empat tahun semenjak perusahaan galuh beroperasi kami tidak diperbolehkan mengambil limbah,” ungkapnya.
Untuk diketahui, limbah yang diinginkan warga adalah limbah hasil penggalian intan di danau-danau milik PT Galuh Cempaka.
Yansyah mengatakan, hasil penyaringan limbah yang didadapat oleh warga terdapat masih sisa-sisa intan masih mentah belum dikupas.
“Hasilnya kami jual ke pembeli, orang dalam wilayah sini juga. Kami tidak pernah menjual kepada pembeli luar,” ucapnya.
Adapun dari hasil penjualan hanya memperoleh keuntungan antara 50 ribu sampai 70 ribu.
“Tidak banyak untungnya, cukup buat makan, uang saku anak sekolah alhamdulilah,” tutur Yansyah..
Sebelumnya PT Galuh Cempaka sempat tutup pada masa Gubernur H Rudi Ariffin tahun 2009, karena diduga telah menimbulkan dampak pencemaran lingkungan, menyebabkan tingkat keasaman air sungai mencapai ph 2,27. Hal itu melanggar peraturan Pemerintah Daerah Kalimantan Selatan.
Selain itu, sebab lainnya, menurut warga Kelurahan Palm, Slamet, akibat limbah PT Galuh Cempaka, masyarakat sekitar tidak bisa lagi bercocok tanam, dan sering menyebabkan banjir.
“Waktu masih beroperasi, tambang intan PT Galuh Cempaka, kami kada kawa lagi bahuma lawan jua rancak banar Banjir(tidak bisa lagi bertanam padi dan sering banjir),” ucap Slamet.
Beroperasinya kembali PT Galuh Cempaka sempat membuat masyarakat sekitar masih trauma, akan dampak pembuangan limbah dari eksploitasi pertambangan.
Hal serupa juga disampaikan Hasan (56), warga Kelurahan Palm. Menurutnya kalau misal beroperasi lagi PT Galuh Cempaka tidak mengapa, asalkan tidak mengganggu usaha masyarakat seperti dulu.
Disinggung apakah di area tambang ini masih banyak tersimpan banyak intan, Hasan sangat yakin bahwa masih banyak intan-intan di dalamnya terutama di Danau Caramin dan Danau Galuh.
(yon/rth)