PENGARON – Siapa yang tidak mengenal kopi asal Pengaron, Kecamatan Pengaron, Kabupaten Banjar. Selain memiliki rasa yang khas, gurih juga berbeda dengan rasa kopi-kopi lainnya.
Pengaron adalah daerah yang dulunya termasuk penghasil kopi terbanyak pada masanya, bahkan menjadi primadona.
Tim Exort Kopi Banjarbaru melakukan survey langsung ke ladang kopi di Desa Pengaron, milik H. Ahmad Basuni. Untuk mengembangkan kopi Pengaron, ke depan komunitas ini akan ingin membawa kopi khas dari Kalimantan ke Jogjakarta.
“Kami tadi hanya melakukann survey dengan hanya melihat buah yang ada di pohon, tetapi untuk mengetahui kopi yang baik harus melewati serangkaian proses, dari penjemuran hingga rosting, sampai disajikan di hadapan dalam bentuk minuman baru. Setelah itu bisa dinilai kopi itu nikmat atau tidak, jadi kami belum bisa memastikan kopi Pengaron itu seperti apa respon konsumen luar,” tutur Brewir Exort Kopi, Muhammad Elfan Al Gifari S.Pd.
Pengaron yang jenis arabica juga membingungkan mereka, karena Pengaron yang tidak begitu tinggi bisa ada kopi dengan jenis Arabica, seharusnya tanaman kopi dengan jenis tersebut hanya ada di lahan yang memiliki ketinggian 1.000 MDPL.
Kebun kopi yang ada di Desa Pengaron sekarang kebanyakannya sudah tidak terawat, pasalnya sudah tergeser dengan pohon karet dan lebih buruknya karena limbah tambang batubara.
“Dulu di Desa Pengaron ini banyak tanaman kopi, namun karena banjir yang mengakibatkan pohon kopi di Pengaron banyak mati, di antaranya ada dari pertambangan batubara yang membuat pohon-pohon kopi di sini banyak yang mati,” tutur pemasok kopi Desa Pengaron, Idar (45).
Menurut Bhayangkara Karisma Bintara Putra Katamsi untuk kopi Pengaron harusnya bisa bersaing dengan kopi-kopi lain, dan harus dinikmati masyarakat di seluruh Indonesia dan bahkan dunia.
“Poin plusnya dari kopi yang ada di Kalimantan lebih tepatnya di Desa Pengaron, karena kopinya Pengaron dengan kopi kualitas lain sangat bisa bersaing dalam segi rasa. Oh iya, terkait dengan kualitasnya , para petani harusnya dapat harga yang pantas untuk biji kopi mereka,” tutur Chris.
Menurut Tim Exort kopi, petani kopi yang ada di Pengaron sempat berhenti menjadi petani dikarenakan kurangnya edukasi dan support, untuk segi harga kopi Pengaron kembali mereka tegaskan, harusnya bisa mereka dapatkan dengan harga yang pantas.
“Untuk ke depan kami akan membawa kopi Pengaron ke Jogja untuk diperkenalkan, dan setelah itu saya berniat untuk mengangkat para petani kopi dengan cara membeli kopi-kopi mereka mungkin dari sedikit dulu sekitar dua puluh kilo sebulan,” tambah Owner Exort Kopi, Chris.
Bisnis kopi di Kalimantan terlebih di Pengaron menurut dari survey Tim Exort Kopi tidak seimbang, dari segi ekonomi. Fakta yang terjadi di lapangan adalah cuma pemilik kedai kopi dan roastery (orang yang memasak kopi, red) yang ekonominya sejahtera, sedangkan si-Penghasil kopi ekonominya sangat di bawah rata-rata, padahal ketiga pihak tersebut bergelut di bidang yang sama.
“Kebanyakan orang hanya menulis di media sosial, terimakasih petani kopi. Sebenarnya petani kopi tidak membutuhkan pujian dari kita, tetapi mereka perlu ekonominya sejahtera, karena tidak menutup kemungkinan kalau mereka tidak sejahtera, maka para petani akan berhenti menjadi petani kopi. Otomatis para roastery dan juga pemilik kedai, tidak menutup kemungkinan akan ikut gulung tikar,” pungkas Bhayangkara Karisma Bintara Putra Katamsi.(sen)