Terungkap, ada prosedur yang nyeleneh “menghadap ke gudang” terkait kejanggalan kebijakan pengangkatan Kepala Sekolah SMA/SMK dan SLB se Kalimantan Selatan.
BANJARMASIN, koranbanjar.net – Hal tersebut diungkap oleh Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat, yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan Pendidikan Kalimantan Selatan, Profesor Dr Hadin Muhjad dalam wawancaranya kepada media ini, Sabtu (16/7/2022) di Banjarmasin.
“Dalam pengumpulan fakta ditemukan ada prosedur diluar peraturan menteri, salah satu bunyi prosedur yaitu menghadap ke gudang,” sebut Profesor Hadin.
Ditanya apa yang dimaksud “menghadap ke gudang”? Hadin tak ingin mengungkap secara terang. Namun kata Pakar Bidang Hukum dan Tata Negara ini hanya menyambung kalimat bunyi prosedur itu.
“Apabila bagi yang menghadap ke gudang mereka (Kepala Sekolah) akan diangkat, bagi yang tidak menghadap maka tidak diangkat atau digeser,” sambungnya.
Masih dalam kaitannya “menghadap ke gudang”, hadin menganalisa mekanisme pengangkatan kepala sekolah hanya dilakukan oleh dua orang saja, bukan melalui Tim Pertimbangan.
Dua orang yang dimaksud Hadin adalah Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Kalimantan Selatan, Muhammadun dan salah satu stafnya.
Karena menurutnya, kalau mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 40 tahun 2021, pengangkatan kepala sekolah harus mendapat rekomendasi dari Tim Pertimbangan.
“Itu imperatif, tidak bisa dikesampingkan,” ucapnya.
Lanjut, kalau ada Tim Pertimbangan yang bekerja maka akan ada berkas, namun dokumen yang diketahui pihaknya menunjukan adanya interaksi antara Kadisdik dengan staf bawahannya.
“Sepertinya antara Madun (Muhammadun) dengan stafnya saja yang merumuskan siapa yang menjadi kepala sekolah,” tegasnya lagi.
Jika melalui proses dan tahapan Tim Pertimbangan, ungkapnya akan ada data-data lengkap, orang ini memiliki persyaratan apa saja, pengalamannya dimana, posisi dimana dan berapa tahun lamanya semua lengkap pasti dibahas.
“Ini yang kita temukan tertulis, ini titipan, titipan si A, titipan si B, titipan kadis, kemudian kepala sekolah lama dijadikan guru. Artinya dia kan tidak mematuhi prosedur,” sebutnya.
Kemudian, lebih jauh Hadin memaparkan fakta lainnya terkait kejanggalan kebijakan ini bukan hanya sekedar prediksi akan tetapi berdasarkan penelusuran dari pengumpul fakta di lapangan, dan dari hasil diskusi dengan Komisi ASN.
Terkait klaim Kadisdik Provinsi Kalsel perumusan melalui Tim Pertimbangan di dalamnya ada Dewan Pendidikan, ternyata ungkap Hadin, orang yang dilibatkan dalam perumusan itu adalah orang yang selama ini tidak aktif selama empat tahun berjalan.
“Buktinya apa? dalam dokumentasi foto-foto, dan daftar hadir orang tersebut tidak ada, tiba-tiba hadir terkait perumusan pengangkatan kepala sekolah mengatasnamakan dewan pendidikan, nah ini kan janggal,” bebernya.
Kemudian, yang bersangkutan sudah berhenti dari keanggotaan Dewan Pendidikan atas ucapannya sendiri ingin minta diganti, kata Hadin penggantinya sudah ada dan aktif sampai sekarang.
“Hanya saja belum di SK-kan, itu saja,” ucapnya.
Disampimg itu fakta lainnya, perumusan pengangkatan kepala sekolah mengapa harus dirumuskan di anggota, padahal ada ketua, wakil, sektretaris dan bendahara. Kalau tidak ada ketua kerena meninggal, kan ada wakil dan seterusnya.
“Jadi pernyataan kadisdik itu mengada-ngada,” cetus Pembantu Rektor I bidang akademik Universitas Lambung Mangkurat ini.
Lantas apa yang akan terjadi jika hal mekanisme pengangkatan kepala sekolah yang dinilai cacat hukum ini dibiarkan, Hadin mengutip dari pernyataan Direktur Kepala Sekolah, Pengawas Sekolah, Tenaga Kependidikan Kemendikbudristek, Dr Praptono dari hasil konsultasi Kepala Balai Guru Penggerak Provinsi Kalsel.
Bahwa kepala SMA/SMK bila ada guru yang diangkat jadi kepsek tetapi tidak memiliki sertifikat calon kepala sekolah (cakep) atau sertifikat sertifikat guru penggerak. Sedangkan, di Kalsel (lintas kabupaten dan guru) atau guru yang bersertifikat guru penggerak tetap tidak diangkat, otomatis di Dapodik (dalam sistem) kepsek yang bersangkutan tidak diakui.
“Konsekuensinya, maka SMA.SMK yang bersangkutan tidak diberi kewenangan menerbitkan ijazah atau tidak diberi dana BOS, walau sudah dikuatkan dengan surat keputusan (SK) Gubernur Kalsel,” terangnya.
Untuk diketahui, Dapodik atau Data Pokok Pendidikan adalah sistem pendataan skala nasional terpadu yang merupakan sumber data pendidikan nasional.
Sebelumnya Kepala Disdikbud Kalsel, Muhamadun usai menghadiri rapat kerja dengan Komisi IV DPRD Provinsi Kalsel Rabu (13/7/2022) lalu di Gedung DPRD Kalsel Banjarmasin mengklaim pihaknya sudah membuat Tim Pertimbangan dan pertama kali di Kalsel.
Katanya, Tim Pertimbangan ini diisi unsur Dinas Pendidikan Kalsel, pengawas, Sekdaprov Kalsel serta Dewan Pendidikan.
Disinggung tidak dilibatkannya seorang profesor di tim pertimbangan itu dibenarkan Madun, karena pihaknya menilai yang bersangkutan tidak peduli dengan dunia pendidikan.
“Kami melibatkan orang-orang yang peduli dunia pendidikan, seperti saudara Rizal Akbar. Yang bersangkutan atas nama pribadi bukan dewan pendidikan,” tegasnya kala itu.
Menurutnya, polemik ini karena kesalahpahaman semata.
“Terkait polemik itu, ini klarifikasi saya,” ucapnya.
Dia mengungkapkan, pengangkatan para kepala sekolah itu sudah sesuai prosedur dengan berbagai pertimbangan.
“Sudah ada rapat, kemudian ada pendapat-pendapat kalangan Dinas Pendidikan serta ada evaluasi dan monitoring,” terangnya.
Sehingga imbuhnya, siapa-siapa yang ditunjuk sebagai kepala sekolah, maka itu sesuai dengan persyaratan dan pertimbangan dari anggota tim.
“Kalau ada yang tidak diangkat, mungkin karena masih berusia muda dan tidak mengusulkan diri untuk diangkat. Jadi untuk sementara belum diangkat sebagai kepala sekolah,” tandasnya.
Persoalan ini mencuat ketika beredar surat diduga dari Kadisdikbud Provinsi Kalsel, Muhammadun ditujukan kepada seluruh Kepala Sekolah SMA, SMK, SLB, guru, tenaga kependidikan, ASN, PTT di lingkungan Disdikbud Provinsi Kalsel dan UPTD.
Dikutip dari jejakrekam.com, dalam surat tanpa kop dan cap stempel basah itu, Muhammadun yang akrab disapa Madun ini meminta dukungan kepada segenap elemen kependidikan.
Ada dua poin yang disampaikannya dalam surat tersebut, yakni soal penerimaan dirinya secara ikhlas sebagai Kepala Disdikbud Kalsel yang dilantik Gubernur Kalsel pada 14 April 2022.
Kemudian, dia juga mempertanyakan apakah elemen kependidikan di bawah naungan Disdikbud Kalsel menerima pengangkatan, mutasi dan pemberhentian kepala sekolah se-Kalsel pada 14 Juni 2022.
“Apabila, saudara menerima secara ikhlas tanpa ada paksaan dari siapapun, mohon membuat surat persetujuan baik secara perorangan maupun kelompok yang ditandatangani. Apabila tidak menyetujui saudara tidak perlu surat persetujuan,” tulis Madun.
Lalu para penerima surat edaran Kepala Disdikbud Kalsel itu pun dideadline membuat surat persetujuan paling lambat pada 4 Juli 2022 pukul 24.00 Wita. Termasuk, ada nomor WA yang bisa dikontak turut dicantumkan.
Seorang guru di Hulu Sungai Selatan (HSS) yang enggan diungkap jati dirinya mengaku telah menerima surat edaran dari Kepala Disdikbud Kalsel.
Guru ini pun mengeluh karena untuk menjadi kepala sekolah (kepsek) diwajibkan harus menghadap ke Kepala Disdikbud Kalsel.
“Kalau tidak menghadap, jangan harap bisa dilantik jadi kepsek,” ucap guru ini.
Dirinya sudah memenuhi persyaratan untuk jadi kepsek seperti telah mengantongi sertifikat calon kepsek dan lainnya. Namun, faktanya akibat tak menghadap, akhirnya ditolak.
“Nasih serupa juga dialami teman saya. Karena tidak menghadap kepada kepala dinas, akhirnya ditolak juga jadi kepsek,” kata guru senior ini.
Seorang guru di Kotabaru juga mengalami hal yang sama, Ia mengakui surat dari Kepala Disdikbud Kalsel itu memang beredar di grup WA para guru.
“Karena saya bukan orang yang ikut dilantik, mengapa harus membuat persetujuan? ini aneh, kok harus ada surat persetujuan segala,” ucap guru asal Kotabaru, juga minta tidak diungkap jati dirinya.
(yon/slv)