Terkait dengan putusan DKPP RI terhadap Bawaslu Kalsel, Anggota DPR RI, Rifqinizamy Karsayudha dan Anggota DPD RI, Habib Abdurrahman Bahasyim atau lebih dikenal Habib Banua bersitegang. Keduanya berbeda pendapat dalam menanggapi putusan DKPP RI terhadap Bawaslu Kalsel.
BANJARMASIN, koranbanjar.net – Keberatan disampaikan Anggota DPR RI, Rifqinizamy Karsayudha dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi II DPR RI, KPU, Bawaslu, dan DKPP belum lama tadi.
Rifqi mengajukan keberatan dengan berbagai tindakan Bawaslu RI dan DKPP RI yang pada akhirnya berkontribusi pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Protes yang paparkan Rifqi rupanya mendapat tanggapan dari senator asal Kalimantan Selatan, Habib Abdurrahman Bahasyim atau yang dikenal Habib Banua.
Sebagai senator di Komite I DPD RI dengan mitra kerja Bawaslu RI dan KPU RI, Habib Banua mengikuti dengan baik bagaimana dinamika Pilgub yang terjadi di Kalimantan Selatan.
Ia menilai apa yang diputuskan DKPP RI sudah sangat sesuai dengan fakta hukum yang terungkap di persidangan.
Habib Banua heran dengan manuver yang dilakukan Rifqinizamy Karsayudha, mengingat pada saat duduk di RDP dirinya berposisi sebagai wakil rakyat. Mengapa dalam kesempatan tersebut justru Rifqi menempatkan diri sebagai Ketua Tim Pemenangan BirinMu.
“Alangkah lebih bijak, seorang wakil rakyat menggunakan kewenangannya untuk kepentingan rakyat, bukan untuk kepentingan pemenangan Pilgub,” ujar Habib Banua di dalam rilis yang dikirim kepada media ini, Sabtu(5/6/2021).
Lanjutnya, meskipun yang bersangkutan berposisi sebagai ketua tim pemenangan, namun seharusnya mampu menempatkan diri sesuai dengan etika pejabat negara yang berlaku.
Lagipula, sambungnya, persidangan DKPP RI bersifat terbuka, semua pihak bisa menyaksikan, bisa dilihat saat persidangan berbagai kesalahan yang dilakukan Bawaslu Kalsel.
“Berbagai pertanyaan dari hakim dan pengadu juga tidak bisa dijawab para komisioner. Pelanggaran yang dilakukan Bawaslu Kalsel begitu jelas dan nyata,” jelasnya.
Diketahui, Senin (7/6/2021), Komite I DPD RI di mana Habib Banua bertindak sebagai anggota akan melaksanakan RDP dengan KPU, Bawaslu, dan Forkopimda untuk meninjau kesiapan pelaksanaan PSU Pilgub Kalsel 2020.
Dirinya berharap PSU berjalan dengan jujur, adil, damai, dan tenteram. Untuk menciptakan kondisi tersebut, para penyelenggara harus bertindak adil agar tidak memunculkan keributan.
Terpisah, kuasa hukum H2D, Muhamad Raziv Barokah yang hadir dalam sidang etik DKPP RI memberikan tanggapan mengenai substansi keberatan yang dipermasalahkan Rifqinizamy.
Raziv menyatakan argumen Rifqi tidak memiliki bobot substansi yang kokoh. Utamanya pada bagian yang menyatakan Bawaslu RI membuat-buat sendiri hasil kajian dan kemudian disampaikan ke pengadu.
“Lebih baik Rifqinizamy kembali memutar video rekaman sidang DKPP RI sebelum berstatemen di RDP. Dalam sidang sangat jelas para komisioner Bawaslu Kalsel menyatakan ada kesalahan dalam hasil kajian, dan sudah mengajukan renvoi (perbaikan). Disitulah komisioner dicecar Ketua DKPP RI, bagaimana melakukan renvoi kalau kesalahannya ada di banyak tempat.” papar Raziv.
Setelah dicecar Ketua DKPP RI, barulah para komisionr mengaku tidak pernah membaca hasil kajian yang digunakan sebagai dasar untuk memutus.
Raziv berpendapat pernyataan yang mencoba membela Bawaslu Kalsel sangat tidak etis dan melukai hati nurani dan rasionalitas warga Kalimantan Selatan.
“Pelanggaran yang dilakukan Bawaslu Kalsel sangat fatal pengaruhnya terhadap Pilgub Kalsel. Jika Bawaslu tegak lurus, Kalimantan Selatan sudah memiliki gubernur hanyar. Beruntung komisioner Bawaslu Kalsel tidak dipecat.” demikian urai Raziv.
Sebagaimana diketahui, MK RI memutus pemungutan suara ulang di 7 Kecamatan di Kalimantan Selatan akibat ada berbagai dugaan kecurangan. PSU akan dilaksanakan pada 9 Juni 2021, dengan posisi H. Sahbirin Noor selaku petahana tertinggal 22.250 suara dari H. Denny-Difri.
Belakangan waktu, melalui RDP, M Rifqinizamy Karsyayudha membeberkan sejumlah kejanggalan dalam berkaitan dengan proses aduan H2D ke DKPP RI.
Di antara kejanggalan yang disampaikan Rifqi adalah dokumen A11 dari Bawaslu RI pada tanggal 25 Desember 2020. Padahal teradu Bawaslu Kalsel, baru menyerahkan dokumen tersebut ke Bawaslu RI pada 30 Desember 2020.
“Artinya belum diminta (dokumen A11) barangnya belum ada, pengadu sudah dapat,” ujar Rifqi.
“Kalau Bawaslu bermain-main dengan cara-cara seperti ini, bikin kajian sendiri, bikin (dokumen) bertanggal mundur, dan dikasihkan ke salah satu kandidat, sebagai bahan dari gugatan,” tegasnya.
Imbas dari hal tersebut, Ketua HKTI Kalsel ini menegaskan putusan dari DKPP RI dan Mahkamah Konstitusi dipertanyakan.(yon/sir)