Scroll ke bawah untuk melanjutkan
Koran Banjar
Koran Banjar
Headline

Suka Duka Jamaah Indonesia yang Terpilih Berhaji di Tengah Pandemi; Dekat Ka’bah, Tak Boleh Menyentuh

Avatar
22053
×

Suka Duka Jamaah Indonesia yang Terpilih Berhaji di Tengah Pandemi; Dekat Ka’bah, Tak Boleh Menyentuh

Sebarkan artikel ini
Para jamaah melakukan ibadah Tawaf, hari Selasa (20/7/2021). Hanya 60 ribu orang yang diizinkan pemerintah Saudi untuk melaksanakan ibadah haji tahun ini, termasuk beberapa warga Indonesia yang tinggal di sana.
Para jamaah melakukan ibadah Tawaf, hari Selasa (20/7/2021). Hanya 60 ribu orang yang diizinkan pemerintah Saudi untuk melaksanakan ibadah haji tahun ini, termasuk beberapa warga Indonesia yang tinggal di sana.

Ada yang bersyukur, namun adapula yang sedih. Itulah yang dirasakan para jamaah Indonesia yang terpilih menunaikan ibadah haji di tengah pandemi COVID-19 saat berada di Makkah, Saudi Arabia.

MAKKAH, koranbanjar.net – Pemerintah Arab Saudi mengizinkan 60 ribu warga dan penduduknya menunaikan ibadah haji tahun ini. Dari jumlah itu, 0,5 persen adalah warga Indonesia. Mereka mengungkapkan rasa syukur bisa terpilih, memuji pelayanan yang luar biasa, dan tidak keberatan membayar ONH 400 % lebih tinggi.

Advertisement
Koran Banjar
Scroll ke bawah untuk melanjutkan

Jamaah haji kini berada di Mina untuk melempar jumrah. Dengan demikian, rangkaian ibadah haji tahun ini hampir selesai. Namun, para jamaah belum selesai mengungkapkan rasa syukur karena terpilih dan memuji pelayanan yang luar biasa.

Konjen Indonesia di Jeddah Eko Hartono terpilih untuk berhaji tahun ini. Ia merasakan kenyamanan berhaji pada masa pandemi. “Dengan adanya COVID ini, kita lebih nyaman memang karena jamaahnya kan lebih sedikit. Tawaf enak, sa’i enak juga, tidak uyel-uyelan, tidak desak-desakan.”

Ibu rumah tangga Nur Ainun Sinambela mengaku bisa merasakan kenyamanan yang luar biasa ketika tawaf di Masjidil Haram. “Saya selalu bisa berada di posisi yang aman, di posisi lingkaran kecil, tanpa disentuh orang. Itu yang saya rasakan, nyamannya di situ.”

Ini bukan pertama kali Eko dan Nur menjalankan ibadah haji. Jadi, mereka mengatakan, bisa merasakan bedanya pelayanan kali ini. “Di Mina kami tinggal dalam tenda yang bagus, luas, dan hanya diisi enam orang,” kata Nur, yang sempat menangis ketika ditolak berhaji tahun lalu dan pengumuman terpilih berhaji tahun ini lebih lambat dari yang diterima suaminya, Windratmo Suwarno yang juga terpilih berhaji tahun ini.

Di Arafah, Nur menambahkan, jamaah juga bisa khusyuk beribadah karena berada dalam tenda sehingga tidak harus kepanasan di luar.

Tahun ini, panitia mengandalkan sistem digital. Informasi jamaah ada dalam kartu pintar. Jamaah juga dibiarkan beribadah sesuai keinginan, tanpa pendamping.

Bagi Eko, itu adalah kenyamanan lain. “Nah, malah lebih tenang. Tidak harus mencari-cari siapa gitu. Saya jalan sendiri, merdeka. Paling jam sekian harus sudah ke bus. Jadi, malah enak. Malah mantap bisa lebih nyaman, tenang, tanpa harus mengumpulkan teman-teman.”

Pandemi memaksa pemerintah Arab Saudi kembali mengadakan ibadah haji dengan jumlah jemaah terbatas. Menurut kementerian haji negara itu, sekitar 558 ribu orang mendaftar untuk berhaji tahun ini namun hanya diizinkan 60 ribu, itupun khusus untuk warga Saudi dan ekspatriat yang berada di sana. Dari jumlah itu, 327 atau 0,5 persen adalah warga Indonesia.

Pendaftar disaring berdasar kondisi kesehatan – harus sudah divaksinasi atau sudah pulih dari COVID, usia antara 18 dan 65 tahun, tidak berhaji dalam lima tahun terakhir, dan bersedia membayar biaya.

Soal biaya, begitu mendaftar secara online, calon jamaah haji diberitahu bahwa mereka harus membayar. Panitia menawarkan tiga paket biaya layanan: 12 ribu, 14 ribu, dan 19 ribu riyal atau sekitar 60 juta sampai 80 juta rupiah. Jamaah yang terpilih diberitahu melalui telepon, kemudian diberi waktu tiga jam untuk memilih paket layanan dan membayarnya.

Sebagian jamaah, misalnya seorang karyawan perusahaan Aswin Mauludy Naufalfarras dan dua mahasiswa doktoral Akbar Nugroho Wicaksono dan Indra Arifianto, menilai biaya itu cukup besar. Jauh lebih tinggi dari ongkos naik haji (ONH) untuk orang lokal yang mereka ketahui, termurah 3.000 riyal.

“Cuma alhamdulillah kami tidak merasa terberatkan ya karena memang sudah diniatkan dan dipanggilnya tahun ini. Jadi, ya ikhtiar saja. Uang bisa dicarilah. Kesempatan ini, bisa jadi hanya datang sekali untuk tiap orang. Jadi, ya disyukuri saja,” tutur Akbar.

Sementara, Indra Arifianto mengatakan, “Memang terasa besar karena biasanya yang delapan ribu itu sudah yang VIP. Ini kok 12 ribu. Memang cukup besar. Tapi, kami sudah menyiapkan karena belum tentu tahun depan pandemi selesai dan punya kesempatan lagi berhaji, umur juga tidak ada yang tahu. Jadi, ya sudahlah, haji paling tidak sekali seumur hidup, mumpung ada kesempatan, ada rezeki, kita berangkat. Bismillah.”

Walaupun membayar sampai 400 persen lebih tinggi dari ONH yang paling murah untuk orang lokal, Aswin Mauludy Naufalfarras menilai biaya itu wajar. Ia ‘menghitung’ dari sisi berbeda.

“Kapasitas haji setiap tahun biasanya kan 4 juta sampai lima juta, bahkan ada yang sampai 7 juta. Kali ini hanya 60.000. Ya, alhamdulillah jadi nggak berdesak-desakkan, bisa leluasa, doanya bisa lebih fokus. Istirahatnya juga lebih cukup. Bahasanya ya tidak terkena capeknya haji-haji yang mungkin dirasakan orang yang 4 juta 5 juta itu,” tukas Aswin.

Biaya itu, Indra menambahkan, terbayar dengan pelayanan yang, ia nilai, spesial. “Yang jelas berbedalah pengalamannya karena dari cerita teman-teman, di Mina ini tidurnya berjejer-jejer. Nah, sekarang itu bahkan dikasih tempat tidur khusus untuk setiap jemaah. Jadi, memang spesial sih. Beda dari cerita-cerita sebelumnya.”

Berhaji pada masa pandemi menuntut jamaah berdamai dengan banyak aturan. “Wajib pakai masker. Kalau tidak, akan kena denda seribu riyal satu orang,” imbuh Nur Ainun Sinambela.

Berbagai pengaturan juga diberlakukan untuk jamaah keluar masuk Masjidil Haram, harus terus menjaga jarak, dan tidak boleh berkumpul. Tetapi bagi Aswin, Akbar dan Indra, yang baru pertama kali beribadah haji, itu semua tidak masalah. Hanya satu yang mengganjal perasaan mereka: meskipun begitu dekat, mereka tidak bisa menyentuh Ka’bah.

“Ya sedihnya di situ. Tidak bisa mencium Hajar Aswad,” pungkas Aswin.(voa)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Protes RUU Anggota Parlemen Menari Perang Prabowo Ajak Puasa 5 Tahun KPK Lelang Barang Koruptor Gus Miftah Meminta Maaf Gus Miftah Ejek Penjual Es Teh