Tak Berkategori  

Soraya; “Di sini Tembuni Ari-ariku Ditanam, Wajib Bagiku Memajukan Daerah” (2-Habis)

Setiap orang memiliki jalan atau proses masing-masing dalam menuju sukses, tidak terkecuali bagi anggota DPRD Kabupaten Banjar, Soraya, SH. Banyak lika-liku yang dialami wanita berparas arab ini. Nah, mudah-mudahan tulisan ini bisa menggambarkan kisah sukses seorang tokoh yang saya sebut “Srikandi Tanah Banjar” ini.

MUHAMMAD NURHUDA, Martapura

Sebagaimana tulisan sebelumnya, kesuksesan Soraya menjadi wakil rakyat terinspirasi oleh pesan kedua orangtuannya, yang menginginkan dia agar mengabdi kepada masyarakat.

Selain didikan orangtua yang membuat dirinya berkarakter peduli terhadap masyarakat, Soraya juga bisa disebut sebagai wanita yang kritis. Pertanyaan-pertanyaan tentang sesuatu yang mengganjal di benaknya, sudah tersimpan sejak SD.

Sejak SD sampai SMP, Soraya sering memikirkan dan mempertanyakan, kenapa ini, kenapa itu? Dan waktu itu dia sering mengamati, karena terlalu banyak pertanyaan yang timbul, terutama tentang kepentingan masyarakat.

“Manusia itu lahir tumbuh besar, kemudian mati, kalau aku mati aku harus mempunyai cerita apakah aku jadi artis?” begitulah yang ada dipikirannya.

Anggota DPRD Banjar, Soraya bersama keluarga.
Anggota DPRD Banjar, Soraya bersama keluarga.

Pemikiran Soraya selalu berproses, hingga satu demi satu mulai terjawab saat Soraya memasuki bangku SMA. Di bangku SMA, di mana zaman reformasi banyak kejadian kejadian, demo, atau bencana alam. Sejak saat itu pula Soraya sering mencari informasi melewati televisi, koran dan berbagai media lain. Padahal kala itu dia masih duduk di SMA. Dia ingin berbuat sesuatu, yang sekiranya memberi manfaat untuk orang banyak.

Nah, mulai situ Soraya suka membagi sembako kepada masyarakat yang tertimpa musibah. Kadang dia menjadi ketua pelaksana untuk mengumpulkan dana dari kawan kawan, donatur dan keluarga.

Bukan cuma itu, di waktu SMA, Soraya juga sering mengikuti kampanye-kampanye di musim Pemilu. Bahkan dia sampai mau naik mobil pikap hanya untuk ikut berkampanye. Pikirannya terus berproses, termasuk menganalisa mahasiswa yang sering demo. Sampai suatu ketika timbul ungkapan di dalam hatinya, “apakah mahasiswa ini demo terus kerjaannya, kalau mau ada perubahan aku harus masuk, berarti aku harus menjadi anggota dewan,” ungkapnya dalam hati.

Relawan, Soraya, SH.
Relawan, Soraya, SH.

Bakat dan keinginan muncul menjadi seorang orator semakin menguat sejak duduk di SMA. Kemudian dia sering menjuarai lomba pidato dan menjadi juru debat di antara teman-temannya, sampai gurunya melihat potensi itu.

Dia teringat pesan salah seorang gurunya, yang mengatakan, “Soraya kamu jangan lagi mengikuti kampanye, jangan lagi menjadi tukang sorak. Jadilah orang yang berbicara dan yang disorak-sorai,” menirukan pesan gurunya.

Tahun 1999, di mana partai itu tak lagi hanya didominasi tiga partai, kemudian tahun itu dia tidak mau ikut berkampanye menjadi juru sorak, padahal ayahnya sering mengajak.

”Ngapain kampanye bah, ulun kada mau lagi jadi juru sorak, ulun mau yang jadi pegang mic, kalau kaya gini-gini aja tidak ada perubahan bah, kita bisa bah kita punya hak dan ulun akan tunjukan,” kata Soraya.

Di mulai dengan keputusan yang bulat Soraya tidak lagi mengikuti kampanye sebagai juru sorak, dia pun bergabung ke partai politik, Partai Amanat Nasional, sejak umur 19 tahun. Tahun 2008 Soraya menemukan masalah masyarakat di sekitar tempat tinggalnya di Desa Pekauman, Martapura.

Rumah-rumah pada saat itu digusur, mobil batu-bara lewat, saat itu Soraya tidak diperbolehkan angkat bicara karena melihat dia seorang perempuan. Dia tidak bisa tinggal diam, tetapi berusaha bagaimana agar suaranya juga berhak untuk menentukan nasib warga kampungnya. Mulailah dia mengadakan voting untuk setuju atau tidaknya melihat mobil batubara yang melintas di jalan.

“Bapak-bapak tidak berada di rumah mereka pergi bekerja ibu-ibu yang ada di rumah, siapa yang akan bertanggung jawab dengan keamanan dan kenyamanan di kampung ini, ganti rugi bukan fisik tapi non fisik, karena kenyamanan, keamanan, keselamatan, dan ketenangan  itu tidak bisa diganti dengan materi,” begitulah argumen yang disampaikan Soraya kala itu.

Sejak itu pula muncul keinginan bagi Soraya untuk menjadi seorang anggota dewan. Walaupun ada pro-kontra yang menganggap bahwa Soraya seorang perempuan, tapi soraya tetap melanjutkan keputusannya.

Pertama kali mencalonkan diri sebagai anggota DPRD Banjar tahun 2004, dia tidak terpilih. Saat itu dia masih duduk di bangku kuliah. Kemudian periode berikutnya, dia kembali mencalonkan diri sebagai anggota dewan, sehingga terpilih sebagai anggota dewan pada periode 2009-2014.

Usai periode awal, Soraya kembali terpilih mencalonkan diri sebagai anggota DPRD Provinsi Kalsel periode 2014-2019. Berikutnya, dia mencalonkan diri sebagai anggota DPRD Banjar periode 2019-2024, dan terplih kembali.

Soraya terhitung sudah tiga periode duduk sebagai anggota dewan. Banyak yang menanyakan kepada dirinya, mengapa dia mencalonkan diri sebagai anggota DPRD Banjar, kemudian anggota DPRD Provinsi Kalsel, dan kembali menjadi anggota DPRD Banjar?

Alasan Soraya kembali mencalonkan anggota DPRD Banjar, karena dia menyadari bahwa Kabupaten Banjar merupakan tanah kelahirannya. Semasa duduk sebagai anggota DPRD Provinsi Kalsel, dia mengamati kinerja anggota DPRD Banjar. Itulah yang membuatnya ingin kembali mencalonkan diri sebagai anggota DPRD Banjar.

“Kabupatenku adalah tanah lahirku, tempat di mana tembuni ari-ariku di tanam di sini, dan aku wajib hukumnya untuk memajukan daerahku, ada kerinduan dan ada panggilan, saya ingin ke kabupaten,” ungkap Soraya.

Bertahan tiga periode di kursi anggota dewan tidaklah mudah, memulai tidak semudah mempertahankan, dan itu bukan kemenangan Soraya sendiri, melaiankan kemenangan bagi masyarakat yang sudah mempercayainya selama tiga periode.

“Kenapa saya bertahan sampai tiga periode itu semua karena sahabat-sahabat seperjuangan, tim saya itu tidak jauh terdiri dari keluarga, sahabat dan guru, dari situ berkembang dan kemenangan ini bukan milik saya, melainkan semua relawan, saya hanya sebagai perantara mereka saja,” ungkap dia.(*)