Tak Berkategori  

SKB Tiga Menteri; Larang Sekolah Negeri Terapkan Seragam Kekhususan Agama

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Anwar Makarim menyatakaan, Pemerintah, Rabu (3/2/2021) telah menerbitkan Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri tentang penggunaan seragam dan atribut di lingkungan sekolah. Dalam SKB tersebut, sekolah dilarang menerapkan aturan seragam dan atribut kekhususan agama.

JAKARTA, koranbanjar.net – Surat Beputusan Bersama tiga menteri itu dikeluarkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, dan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.

Menteri Pendidikan dan kebudayaan Nadiem Anwar Makarim dalam jumpa pers menjelaskan, SKB tiga menteri itu mengatur pakaian seragam dan atribut keagamaan di sekolah negeri di Indonesia.

Pakaian seragam dan atribut murid, pengajar, dan tenaga kependidikan di sekolah dasar dan menengah adalah salah satu bentuk moderasi beragama dan toleransi.

Menurutnya sekolah berperan penting dan bertanggung jawab dalam menjaga eksistensi Pancasila, konstitusi, serta membangun dan memperkuat moderasi beragama dan toleransi.

“Esensi daripada surat keputusan bersama ini adalah para murid, para guru, dan tenaga kependidikan adalah yang berhak memilih antara seragam dan atribut tanpa kekhususan agama atau seragam dan atribut dengan kekhususan agama. Di dalam sekolah negeri, hak untuk memakai kekhususan keagamaan itu adanya di individu, bukan keputusan daripada sekolah,” kata Nadiem.

Pemda Wajib Cabut Aturan Seragam dengan Kekhususan Agama

Karena itu, Nadiem menegaskan pemerintah daerah dan sekolah tidak boleh mewajibkan atau melarang seragam dan atribut dengan kekhususan agama. Artinya, pemerintah daerah dan kepala sekolah wajib mencabut aturan yang mengharuskan atau melarang seragam dan atribut dengan kekhususan agama paling lambat 30 hari setelah SKB dikeluarkan hari ini.

Nadiem menekankan bagi yang melanggar SKB tiga menteri itu, maka ada sanksi akan diterapkan. Dia mencontohkan Kementerian Pendidikan bisa menghentikan bantuan operasional sekolah (BOS) atau bantuan pemerintah lainnya kepada sekolah yang melanggar SKB itu.

Baca Juga : https://koranbanjar.net/2-mahasiswa-tolak-uu-ciptaker-di-banjarmasin-ditetapkan-tersangka/

Menurut Nadiem, sekolah negeri di Provinsi Aceh dikecualikan dari SKB tiga menteri tersebut karena status Aceh yang istimewa berdasarkan undang-undang. Dia meminta masyarakat, termasuk murid, guru, dan orangtua untuk melaporkan jika terjadi pelanggaran terhadap SKB Tiga Menteri itu.

Mendagri Serukan Persatuan

Pada kesempatan yang sama, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengatakan persatuan dan kesatuan bangsa hanya bisa terwujud dengan saling menghormati dalam segala keberagaman, termasuk di bidang keagamaan.

Baca Juga : https://koranbanjar.net/siswi-nonmuslim-dipaksa-pakai-jibab-ramai-dimedsos/

“Beragama adalah hak asasi manusia. Tiap orang bebas untuk memeluk agama dan beribadat menurut agama dan kepercayaannya masing-masing. Sudah merupakan tugas negara untuk menjamin dan menghormati kemerdekaan setiap warga negaranya dalam memeluk dan beribadah menurut agama dan kepercayaannya,” ujar Tito.

Menurut Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, SKB ini diterbitkan karena masih terdapat kasus-kasus pemaksaan atau pelarangan terhadap pengajar atau murid untuk menggunakan atribut agamanya masing-masing. Dia menambahkan SKB itu dikeluarkan dengan keyakinan semua agama pasti mengajarkan perdamaian, saling menghormati dan saling menghargai.

“Karena itu, kami merasa penting SKB tiga menteri ini diterbitkan agar mendorong kita semua selalu mencari titik persamaan di antara perbedaan-perbedaan yang dimiliki.” ujarnya.

Baca Juga : https://koranbanjar.net/update-santri-diduga-mau-mesum-1-orang-bertato-dan-rambut-pirang/

Warga Sambut Baik SKB Tiga Menteri

Kebijakan pemerintah itu ditanggapi beragam. Indri, salah seorang wali murid di Sekolah Negeri di Jakarta Timur mengatakan peraturan tersebut sangat baik.

“Untuk di sekolah umum (negeri) yang di mana siswa atau guru-gurunya mempunyai keyakinan yang berbeda-beda sehingga tidak ada paksaan dalam penggunaan atribut dengan mengkhususkan satu agama,” kata Indri.

Hal yang sama juga disampaikan Ahmad, seorang wali murid lainnya.

“Ketika hak untuk memakai simbol agama ini dihormati dan diterima masing-masing pihak, baik itu guru, murid, dan tenaga lainnya di sebuah sekolah, maka akan tercipta harmoni,” kata Ahmad.

Baca Juga : https://koranbanjar.net/soal-video-mesum-pelajar-di-banjarmasin-kepsek-smpn-9-bantah-siswanya-terlibat/

(VOA/sir)