Penyelesaian sengketa jalan hauling tambang batubara di KM 101 Tapin Rantau Kalimantan Selatan antara PT Antang Gunung Meratus (AGM) dan PT Tapin Coal Terminal (TCT) mengalami jalan buntu. Dari kebuntuan itu DPRD Kalimantan Selatan menyimpulkan 4 poin penting.
BANJARMASIN, koranbanjar.net – Empat poin itu dibacakan Ketua Komisi IIII DPRD Kalsel, Syahrujani di hadapan forum Rapat Dengar Pendapat (RDP) secara terbuka, Selasa (4/1/2022) yang dihadiri perwakilan kedua perusahaan dan puluhan asosiasi angkutan batubara serta tongkang hauling, serta instansi terkait, termasuk lembaga hukum Kalimantan Selatan, seperti kejaksaan dan kepolisian.
Empat poin yang menjadi kesimpulan ini adalah, pertama, saat ini belum ditemukan kesepakan solusi kedua belah pihak. Kemudian proses hukum baik pidana maupun perdata antara kedua pihak tetap berjalan, namun kedua perusahaan ini diminta mengurus semua perijinan terkait.
Kedua, selama proses perijinan, baik PT AGM dan PT TCT yang memiliki kontrak kerja sekiranya menjamin biaya hidup dan kesejahteraan masyakarat, baik berupa konpensasi maupun jalur lainnya.
Ketiga, Pemerintah Daerah membawa permasalahan ini ke pusat Jakarta untuk ditindaklanjuti. Dan keempat, DPRD Kalsel berharap kedua belah pihak segera mencari solusi terbaik terhadap persoalan ini.
RDP ini dilakukan berdasarkan tuntutan pengunjuk rasa yang meminta police line Jalan Hauling KM 101 dibuka, sehingga Ketua DPRD Kalimantan Selatan, Supian HK memanggil manajemen PT Antang Gunung Meratus (AGM) dan PT Tapin Coal Terminal (TCT) untuk hadir berdialog bersama.
Pertemuan Rabu (22/12/2021) siang itu digelar Komisi III DPRD Kalsel dan dihadiri Karo Ops Polda Kalsel, Kombes Pol Noor Subchan, Sekdprov Kalsel, serta 15 perwakilan dari ribuan massa sopir tambang dan tongkang yang saat itu tengah berunjukrasa di depan kantor DPRD Kalsel.
Kepada perwakilan dari massa, Supian HK menegaskan, jika perwakilan PT AGM dan TCT tidak hadir, maka akan diusulkan pembekuan aktifitas kedua perusahaan tersebut.
“Hari ini juga saya perintahkan sekretariat untuk membuat surat untuk dikirim kepada kedua perusahaan tersebut,” tegasnya kala itu.
Sementara, Sekda Provinsi Kalsel, Roy Rizali Anwar mengharapkan dalam pertemuan kedua perusahaan pekan depan dapat menghadirkan orang yang bisa mengambil keputusan sehingga didapat solusi.
Sebab kata Roy permasalahan ini terjadi berulang-ulang hingga 10 tahun lebih lamanya sehingga diharapkan segera ditemui solusi agar tidak ada masyarakat Kalsel yang dirugikan akibat investasi kedua perusahaan tersebut.
Roy juga menekankan jika masalah ini terus berlanjut dan tidak ada solusi, maka bisa saja Pemprov mengambil langkah dengan mengusulkan pembekuan kedua perusahaan apabila mengakibatkan kerugian, ekonomi dan sosial serta ketertiban masyarakat terganggu.
“Kita bisa saja mengusulkan pembekuan kedua perusahaan. Kita lihat aturannya nanti intinya kita melaksanakan sesuai aturan yang berlaku,” tandasnya.(yon/sir)